Peran Mulia Perempuan Dibajak oleh Sistem Rusak


author photo

25 Apr 2024 - 22.11 WIB


Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat)

Sebagai bentuk pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen dalam peningkatan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, terkhusus kepada para perempuan kepala keluarga (PEKKA) melalui program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan.

Seperti yang kita ketahui, pentingnya memberdayakan perempuan dalam wirausaha terletak pada dampak positif terhadap keluarga, masyarakat, dan ekonomi secara keseluruhan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala DKP3A Kaltim Noryani Sorayalita saat Malam Ramah Tamah sekaligus Pembuka Rakorda PPPA Kaltim 2024,  dengan memberikan akses yang setara terhadap peluang bisnis dan sumber daya, kita tidak hanya membuka pintu bagi kemajuan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga, memupuk perubahan positif dalam dinamika sosial serta menciptakan kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.” paparnya.

Hal ini, lanjutnya juga merupakan salah satu upaya untuk peningkatan pemberdayaan perempuan pada sektor ekonomi agar dapat berperan sebagaimana mestinya untuk dapat mengangkat sumbangan pendapatan perempuan di Kalimantan Timur. (https://diskominfo.kaltimprov.go.id/berita/kaltim-komitmen-tingkatkan-kapasitas-perempuan-kepala-keluarga).

Kehidupan perempuan saat ini dalam kondisi tidak baik-baik saja, perempuan sengaja dijebak oleh seruan pemberdayaan akhirnya mereka berperan ganda dan tidak sedikit yang akhirnya abai dari tugas pokoknya sebagai ibu dan Isteri. 

Penerapan sistem sekuler liberal hari ini memaksa perempuan mengambil alih peran kepala keluarga yang pada akhirnya menimbulkan berbagai persoalan di kehidupan rumah tangganya. Perempuan akhirnya berperan ganda dan berubah fungsi bukan lagi menjadi tulang rusuk tetapi tulang punggung keluarga. 

Berbagai dampak terjadi akibat pemahaman gender dan berujung pada keretakan rumah tangga, perselingkuhan hingga perceraian, lebih parahnya lagi perempuan  lepas dari fitrahnya sebagaimana Ummu warabbatul Bayt dan perempuan saat ini dijadikan sebagai mesin penghasil keuntungan bagi kapitalisme.

Hilangnya fitrah perempuan saat ini hanya bisa dikembalikan hanya dengan penerapan sistem Islam.  Dalam Islam perempuan memiliki kedudukan yang mulia. Kelebihan perempuan dalam islam yakni mendapat berbagai kemuliaan dan ganjaran sebagai seorang anak istri dan ibu.

Dalam Islam, baik suami atau istri memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dalam sebuah hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “… seorang istri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya, ia akan ditanya (di akhirat) tentang semua itu…” (HR Bukhari dan Muslim).

Ada juga keterangan lain yang didapatkan dalam riwayat Bukhari. Di dalamnya ditambahkan penjelasan: “… seorang istri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya serta anak suaminya…”.

Keduanya menunjukkan bahwa istri memiliki tanggung jawab terhadap suami dan apapun yang melingkupi keluargannya. Kewajiban istri kepada suami adalah taat kepada suami, menjaga amanat sebagai istri/ibu dari anak-anak, rabbatu al-bayt atau manajer rumahtangga, menjaga kehormatan dan harta suami dan meminta izin kepada suami ketika hendak bepergian dan puasa sunnah.

Sementara kewajiban bersama suami istri yakni menjaga iman dan meningkatkan ketaqwaan, menjaga agar senantiasa taat kepada Allah, yang diwujudkan dalam sikap menjadikan syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatan (miqyasu al-’amal) dalam semua aspek kehidupan, seperti beribadah bersama, menjaga makanan dan minuman agar halal, selalu menutup aurat, dan mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh.

Perempuan dalam Islam tidak diwajibkan bekerja, kewajiban bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga merupakan kewajiban suami, jadi ketika ada perempuan yang berdaya maka itu digunakan hanya dalam rangka memanfaatkan keilmuan dan keahlian, ketika dia terpaksa harus bekerjapun hanya dalam rangka membantu suami   bukan mengalihkan tugas suami.

Dalam Islam kepemimpinan itu berada di tangan suami, kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan yang diwarnai persahabatan, bukan kepemimpinan yang otoriter dan dominasi. Sehingga dengan kepemimpinan yang penuh persahabatan tersebut istri bisa memberikan pendapat dan berdiskusi dengan suaminya.

Dari sisi pelaksanaan berbagai pekerjaan rumah tangga, seorang istri wajib melayani suaminya dalam segala hal. Demikian pula istri wajib mengerjakan apa saja yang menjadi keharusan guna mengurus rumah, yaitu apa saja yang menjadi keharusan guna mengurus rumah yaitu yang apa saja yang menjadi tuntutan bagi seluruh sebuah kehidupan yang nyaman di rumah tanpa dibatasi dengan aktivitas atau suatu tertentu. Sebaliknya suami wajib menyediakan apa saja yang dibutuhkan oleh istrinya.

Ringkasnya semua aktivitas yang harus dilakukan di dalam rumah menjadi kewajiban wanita untuk mengerjakannya apapun jenis aktivitas itu, sebaliknya semua aktivitas yang harus dilakukan di luar rumah menjadi kewajiban suami untuk mengerjakannya. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari nabi shallallahu alaihi wasallam berkaitan dengan kisah Ali dan Fatimah ra.

"Rasulullah SAW telah memutuskan atas Putri beliau Fatimah wajib mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di dalam rumah dan atas alis wajib mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar rumah."

Rasulullah SAW juga telah memerintahkan kepada istri-istri beliau untuk melayani beliau beliau misalnya berkata Ya Aisyah Tolong ambilkan aku minum, ya Aisyah Tolong ambilkan aku makan, ya Aisyah Tolong ambilkan aku pisau dan asal lah dengan batu.

Diriwayatkan pula: " "Bahwa Fatimah pernah datang kepada Rasulullah SAW mengadukan Apa yang diderita tangannya karena menggiling gandum dan meminta kepada beliau seorang pembantu yang dapat mengerjakan pekerjaannya," (Mutafaq 'alayh dari jalur Ali).

Semua itu menunjukkan bahwa melayani suami 
di rumah sekaligus mengurus rumah tangga merupakan salah satu kewajiban di antara berbagai kewajiban seorang istri yang wajib dia lakukan. Hanya saja pelaksanaan kewajiban itu sesuai dengan kemampuannya. Seorang suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang ma'ruf sebaliknya Seorang istri wajib menggauli suaminya sebagaimana yang telah diwajibkan kepada suami untuk memperolehnya dengan cara yang makruf pula.  

Sehingga kehidupan suami istri akan menjelma menjadi sebuah kehidupan yang penuh kedamaian dan ketentraman,  kehidupan suami istri yang di dalamnya terealisir firman Allah SWT : "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya ,dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang," (TQS ar-Rum (30):21),"

Sudah sangat jelas apa yang menjadi tupoksi perempuan, maka mengalihkan peran perempuan dalam pemberdayaan perempuan dalam rangka perbaikan atau pemenuhan ekonomi merupakan suatu kesalahan. Wallahua'lam.l
Bagikan:
KOMENTAR