Pemberantasan Judi dalam Sistem Sekuler Kapitalisme Hanyalah Mimpi


author photo

8 Nov 2024 - 07.37 WIB


Oleh : Jihan Fadhilah S.T.
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang terkait judi online (judol) yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) pada Jumat (1-11-2024). Pada 3 November 2024, polisi kembali menangkap dua tersangka baru dalam kasus judol tersebut. Dengan bertambahnya dua orang ini, total tersangka menjadi 16 orang. Lagi-lagi tersangka baru ini merupakan pegawai Kemkomdigi, sedangkan satu orang lainnya merupakan masyarakat biasa. (viva, 1/11/2024)

Pelaku judol di Tanah Air tersebar di seluruh pelosok negeri. Menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyarakat bawah, ASN, pegawai BUMN, wartawan, aparat, hingga pejabat di lingkaran kekuasaan; baik laki-laki maupun perempuan, orang tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengungkapkan ada 80 ribu pemain judol di Indonesia yang terdeteksi berusia di bawah 10 tahun. Judol telah nyata menyebabkan kesengsaraan dan kerusakan, baik kerugian finansial (ekonomi), gangguan psikis (mental), kecanduan judi, kriminalitas, hingga hilangnya nyawa manusia. 

Hal ini diperparah oleh lambannya langkah pemerintah dalam memerangi judol. Pemerintah baru bergerak pada akhir masa jabatan Jokowi, yakni ketika persoalan itu sudah marak di masyarakat. Realitas ini memperlihatkan bahwa pemerintah kurang serius dalam menanggapi kasus judol. Tidak hanya itu, pemerintah sepertinya tidak memahami akar masalah judol.

Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online dibentuk Presiden Jokowi dengan meneken Keppres 21/2024 pada 14 Juni 2024. Satgas itu dipimpin oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Selanjutnya pada era Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan Kabareskrim Polri membentuk Satgas Penanggulangan Perjudian Online. Instruksi tersebut berlaku dari Mabes Polri hingga tingkat Polda untuk menangani segala bentuk praktik judol. Hal ini sebagai bagian program kerja Astacita ke-7 yang dicanangkan Presiden Prabowo, yaitu memperkuat reformasi politik hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, perjudian, narkoba, dan penyelundupan. 

Pertanyaannya, mampukah satgas pemberantasan judol ini mampu menyelesaikan dan mencegah masyarakat tidak akan terjerat dan terjerembap ke dalam lingkaran setan perjudian?

Faktor utama judol adalah ekonomi, sulit mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan, gaya hidup materialistis yang ditopang standar kebahagiaan hidup bersifat materi dan sikap hidup yang individualis juga menjadikan kepribadian masyarakat sangat rapuh, pada akhirnya mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah. Ketimpangan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Akibat prinsip kebebasan dalam kepemilikan yang diterapkan sistem ekonomi kapitalisme, dunia makin timpang dari sisi ekonomi.

Sungguh memalukan sekaligus memilukan ketika Indonesia yang merupakan salah satu negeri muslim terbesar di dunia menjadi “surga” bagi judol. Meski negeri ini muslim, sistem kehidupan yang diterapkan adalah sistem sekuler. Terungkapnya kasus-kasus judol menunjukkan betapa rusaknya sistem sekuler. Hal ini tentu saja berdampak pada rusaknya generasi muda, baik sebagai pelaku maupun penikmat judi.

Sekularisme yang merupakan asas sistem demokrasi kapitalisme telah meniscayakan paradigma hidup rusak dan merusak. Selain menjerat masyarakat dalam lingkaran setan bernama judol, sekularisme juga terbukti merusak mereka akibat jauh dari syariat.

Lebih parahnya lagi, para pejabat yang semestinya menjadi pihak yang terdepan menanggulangi penyalahgunaan teknologi sebagaimana judol malah menjadi yang terdepan dalam menggunakan teknologi digital untuk kemaksiatan. Kecintaan mereka kepada harta benda telah membuat mereka gelap mata sehingga menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta. Jika sudah begini, sungguh pemberantasan judol dalam sistem sekuler kapitalisme adalah mimpi belaka.

Demikianlah bahaya judi dan hal ini sudah terbukti sejak dahulu sampai sekarang. Pada titik ini semestinya kembali terikat pada syariat adalah solusi pamungkas untuk memutus lingkaran setan judol. Sungguh, tidak ada solusi selain kembali kepada sistem Islam. Hanya Islam sajalah yang memiliki aturan tegas mengenai judol beserta cara menanggulanginya tanpa harus khawatir muncul orang-orang baru yang akan terlibat dalam kemaksiatan itu. Islam juga dengan tegas menyatakan bahwa judi (apa pun bentuknya) adalah transaksi haram. Begitu pula dengan harta hasil judi merupakan harta yang haram untuk dimiliki.

Allah berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS At-Thalaq: 2—3).

Takwa adalah terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa akan menemukan jalan keluar dari berbagai persoalan, tecermin dari keterikatan masyarakat pada syariat Allah Taala.

Dalam Islam, judi jelas keharamannya. Setiap pelaku judi berdosa. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah ayat 90—91).

Segala macam bentuk judi, baik offline maupun online, apa pun bentuk permainannya, adalah haram. Tidak ada istilah “judi legal atau ilegal”. Semua pintu perjudian wajib ditutup oleh masyarakat dan negara. Alhasil, untuk menyelesaikan persoalan judol, langkah yang akan ditempuh Khilafah adalah dengan cara pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (kuratif) yang tegas. Adapun langkahnya sebagai berikut.

Pertama, melakukan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Dengan menancapkan keimanan yang kukuh pada masyarakat dengan akidah yang lurus, senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang, merasa diawasi Allah swt. dan para malaikat-Nya sehingga menjadi kontrol efektif bagi individu masyarakat agar tidak terjerumus pada kejahatan judol. Artinya, negara berperan penting dalam mencegah berbagai pemikiran yang merusak akidah Islam, seperti sekularisme, pluralisme, sinkretisme, dan berbagai bentuk moderasi beragama pada masyarakat.

Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam dengan cara mengembalikan kepemilikan umum (SDA) untuk rakyat, kebijakan zakat bukan pajak, dan pemasukan baitulmal lainnya yang disyariatkan.
Dengan mekanisme ini, negara akan menjadi kesejahteraan rakyat dengan kebijakan penyelenggaraan kebutuhan pokok bersifat publik (pendidikan, kesehatan, dan keamanan) berkualitas dan gratis. Memudahkan rakyat mengakses kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Ketiga, memberdayakan pakar informasi dan teknologi (ITE) dan memberikan fasilitas serta gaji tinggi untuk menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital.

Keempat, penegakan hukum bagi pelaku judi (pelaku maksiat adalah kriminal) dengan hukuman takzir sesuai ijtihad khalifah.

Khilafah menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku judi, yang bersifat zawajir (mencegah) dan jawabir (penebus dosa). Sanksi tindak pidana perjudian dalam Islam adalah takzir, yakni hukuman atas tindak pidana yang sanksinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad khalifah. 
Wallahualam bissawab.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT