Aceh Utara – Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SD Negeri 1 Nisam, Kabupaten Aceh Utara, tengah menjadi sorotan tajam akibat dugaan ketidakterbukaan yang berpotensi membuka ruang bagi praktik korupsi. Indikasi ini tidak hanya mencoreng integritas pendidikan, tetapi juga mencerminkan lemahnya sistem pengawasan yang seharusnya menjadi benteng transparansi dalam pengelolaan dana publik, Jumat (21 Februari 2025).
Salah satu indikasi utama dari dugaan penyimpangan ini adalah tidak dilibatkannya perwakilan wali murid serta pengurus komite sekolah dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Selain itu, pihak sekolah juga tidak menampilkan realisasi penggunaan Dana BOS pada papan informasi publik, yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat. Praktik ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), serta menegaskan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara.
Minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran yang bersumber dari uang negara menjadi celah besar bagi terjadinya penyalahgunaan. Ketertutupan ini menghambat peran serta masyarakat dalam melakukan kontrol sosial, sehingga meningkatkan potensi penyimpangan yang berujung pada praktik koruptif di sektor pendidikan.
Salah satu aspek yang menimbulkan kecurigaan serius adalah lonjakan drastis dalam alokasi anggaran pembayaran guru honorer pada tahun 2024. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023, alokasi untuk tenaga honorer hanya sebesar Rp47.200.000,-. Namun, secara mencengangkan, angka tersebut melonjak hampir dua kali lipat menjadi Rp90.600.000,- pada tahun 2024. Ironisnya, kenaikan anggaran ini tidak selaras dengan fakta di lapangan, di mana sebagian guru telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang seharusnya mengurangi beban pengeluaran untuk tenaga honorer.
Mengacu pada indikasi kuat penyalahgunaan anggaran dan ketidaksesuaian dengan Petunjuk Teknis (Juknis) BOS, sudah sepatutnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh bersama Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan untuk melakukan audit forensik terhadap penggunaan Dana BOS di SD Negeri 1 Nisam. Anggaran yang mencapai Rp328.060.000,- pada tahun 2024 ini harus diaudit secara menyeluruh guna memastikan tidak ada praktik kecurangan yang merugikan dunia pendidikan.
Jika hasil audit menemukan adanya pelanggaran hukum, maka tindakan tegas harus segera diambil demi memberikan efek jera serta menciptakan preseden bagi sekolah lain agar lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola dana pendidikan. Penyalahgunaan dana pendidikan bukan sekadar tindakan melawan hukum, tetapi juga sebuah pengkhianatan terhadap masa depan anak bangsa.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Kepala SDN 1 Nisam melalui pesan WhatsApp masih belum mendapatkan tanggapan. Diamnya pihak sekolah dalam menghadapi dugaan ini semakin memperkuat spekulasi adanya praktik yang tidak semestinya dalam pengelolaan Dana BOS.(Ak)