LHOKSUKON, ACEH UTARA – Kota Lhoksukon, ibu kota Kabupaten Aceh Utara, kini berubah menjadi panggung kegelapan setelah ratusan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) kompak "pensiun dini" tanpa penjelasan. Jalur vital nasional Medan Banda Aceh yang melintasi kawasan ini pun berubah menjadi lintasan berbahaya, mengundang kecemasan warga dan pengguna jalan, Rabu (30 April 2025).
Fenomena mati lampu massal ini sudah berlangsung berhari-hari, tanpa kejelasan dari pihak pemerintah kabupaten maupun dinas terkait. Tak hanya mengancam keselamatan pengguna jalan, situasi ini juga mencoreng wajah ibu kota kabupaten yang seharusnya menjadi pusat pelayanan dan percontohan tata kota.
"Ini bukan sekadar gelap. Ini gelap total yang mengundang bahaya," ujar Hamrizal, salah seorang warga, yang mengeluhkan kondisi tersebut. Ia menyindir, "Kalau ini disebut hemat energi, maka warga sedang dipaksa beradaptasi dengan zaman batu."
Keluhan senada disampaikan oleh perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Muhammad Dahlan. Ia menyoroti buruknya manajemen tata kelola fasilitas publik. "Pemerintah seolah tidak peduli dengan keselamatan rakyat. Padahal fungsi lampu jalan bukan hiasan malam, tapi pelindung nyawa," tegasnya.
Minimnya penerangan membuat Lhoksukon seolah menjadi kota hantu setelah matahari terbenam. Ironisnya, hanya beberapa toko dan warung kopi yang menyala, menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan pekat. Kondisi ini bahkan memunculkan humor kelam di kalangan warga, menyebutnya sebagai wisata 'dark tourism' dadakan.
Tak sedikit warga yang berspekulasi mengenai penyebab padamnya lampu jalan. Dari mulai anggaran yang dialihkan tanpa transparansi, hingga tudingan kelalaian dan ketidakseriusan pihak berwenang dalam pemeliharaan infrastruktur dasar.
Namun hingga kini, tidak ada klarifikasi resmi yang keluar dari pemerintah daerah. Diamnya para pengambil kebijakan memperkuat asumsi bahwa pengelolaan infrastruktur di Aceh Utara berada dalam krisis serius.
Lampu-lampu jalan boleh saja padam, tapi kemarahan warga perlahan menyala. Masyarakat menuntut transparansi, tanggung jawab, dan solusi nyata. Jika tidak, Lhoksukon akan terus menjadi contoh nyata kegagalan tata kelola kota, tempat di mana keselamatan dikorbankan, dan kegelapan menjadi simbol ketidakpedulian.(M)