Kekerasan Seksual Merajalela, Butuh Syariah Dan khilafah Sebagai Solusi


author photo

13 Mei 2025 - 17.43 WIB


Oleh: Rosmawar

Baru-baru ini masyarakat diheboh kan dengan berita seorang santri dirudapaksa oleh guru ngaji sendiri.(aceh.tribunnews.com, 2025/05/01). Seorang santri perempuan di salah satu pesantren di Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya menjadi korban rudapaksa yang dilakukan oleh pimpinan pesantren itu sendiri. Korban merupakan anak yang pada saat kejadian masih berusia 12 tahun. Peristiwa bejat ini terbongkar usai ibu korban mendapat laporan dari seorang saksi dan keterangan korban tentang kejadian bejat ini.

Sekarang tidak ada lagi tempat yang aman bagi perempuan bahkan anak di bawah umur. Dimana2 akan mudah terjadi pelecehan terhadap perempuan. Salah satunya yg sering terjadi di kendaraan umum. Di tempat kerjapun tidak dipungkiri banyak terjadi kejahatan seksual. Atau bahkan dirumah sendiri kerap terjadi. Yang makin memprihatikan pelaku tindak kekerasan juga kebanyakan adalah orang yang dikenal bahkan dekat dengan korban.

Namun, tidak hanya di aceh saja di Indonesia saja bnyak sekali terjadi. Ibarat seperti gunung es, yang nampak dipermukaan hanya sedikit dan sebenarnya terjadi banyak kejahatan yang belum terungkap ke publik. Dari seorang dokter ke pasiennya, dari guru ke muridnya, dari guru besar ke mahasiswanya, dari seorang pemuka agama ke muridnya. polisi ke tahanan bahkan yg paling miris seorang ayah ke anak atau seorang kakek ke cucunya. Sungguh darurat negeri tercinta akan kejahatan seksual. Seakan-akan tidak ada lagi keamanan bagi kaum perempuan.

Akar Masalah

Sebagai negeri dengan mayoritas Muslim, kita patut bertanya: Mengapa bisa begini? Padahal Pemerintah juga sudah membentuk jabatan dan lembaga yang mengurusi perempuan, termasuk ada Komnas Perlindungan Perempuan. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) juga sudah disahkan.  Lalu mengapa perempuan malah makin tidak aman?

Jawabannya: Meski mayoritas Muslim, negeri ini hidup dalam sistem dan budaya sekularisme-liberalisme. Salah satu dampaknya ialah konten pornografi membanjiri masyarakat. Dari tahun 2005 Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Padahal konten pornografi ini sudah terbukti menjadi pemicu perilaku seks bebas seperti perzinaan dan kekerasan seksual. 

Di sisi lain, masyarakat makin permisif. Interaksi bebas antara pria dan wanita sudah dianggap normal. Selain membuka peluang perzinaan, hal ini juga memberikan celah bagi terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan. 

Selain itu, disadari atau tidak, kaum perempuan sudah lama dieksploitasi seperti melalui kontes kecantikan, modeling, dsb. Ini juga menjadikan perempuan dicitrakan sebagai pelampiasan hawa nafsu lelaki.

Sementara itu, penegakan hukum justru gagal melindungi kaum perempuan. Banyak korban yang trauma sehingga takut melapor. Para pelaku pun kerap mendapatkan sanksi ringan. Bahkan tidak sedikit kasusnya tidak diselesaikan secara hukum, melainkan hanya dengan jalan damai.

Islam Melindungi Perempuan

Hanya Islamlah ideologi yang melindungi kaum perempuan. Islamlah satu-satunya ideologi yang memberikan kesetaraan pria dan wanita dalam keimanan dan ketakwaan serta dalam timbangan hukum. Allah SWT berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Siapa saja yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sementara dia seorang Mukmin, sungguh akan Kami beri dia kehidupan yang baik. Mereka pun akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (TQS an-Nahl [16]: 97).

Islam juga menjadikan iman dan takwa sebagai dasar relasi pria dan wanita. Islam menjauhkan kaum Muslim dari perilaku permisif, hedonis dan hanya mencari kepuasan biologis. Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita harus tolong-menolong dalam keimanan dan ketakwaan.

Islam memberikan tindak preventif dan kuratif untuk melindungi kaum perempuan. Hukum preventif Islam yang melindungi perempuan di antaranya:

Pertama, mewajibkan pria dan wanita menutup aurat dalam kehidupan umum serta saling menjaga pandangan (QS an-Nur [24]: 30-31). Pandangan pada aurat lawan jenis adalah haram dan bisa memicu gejolak syahwat pada manusia. Nabi saw. bersabda:
النَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومَةٌ فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفِ اللَّهِ أَثَابَهُ جَلَّ وَعَزَّ إِيمَانًا يَجِدُ حَلَاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ

Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Siapa saja yang meninggalkan tindakan demikian karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberi dia balasan iman yang terasa manis dalam kalbunya (HR al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

Islam pun menetapkan bahwa pakaian wajib kaum Muslimah saat keluar rumah adalah kerudung (khimâr) yang terulur hingga menutupi dada (QS an-Nur [24]: 31) dan jilbab (gamis), yakni baju panjang yang lebar dan tidak menampakkan lekukan tubuh mereka (QS al-Ahzab [33]: 59).

Kedua, Islam mengharamkan khalwat (kondisi berduaan pria dan wanita yang bukan mahram). Khalwat sering menjadi peluang bagi terjadinya perzinaan dan kekerasan seksual. Dalam pengobatan, misalnya, seorang Muslimah wajib didampingi mahram-nya. Tidak boleh hanya berdua dengan dokter pria. Nabi saw. bersabda:
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ باِمْرَأَةٍ إِلاَّكاَنَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
Ingatlah, tidaklah seorang laki-laki itu berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Hakim).

Selain khalwat, Islam juga mengharamkan ikhtilât (kondisi campur-baur pria dan wanita) kecuali untuk kepentingan muamalah, pengobatan dan pendidikan. Haram pria dan wanita bercampur-baur seperti di tempat pesta, tempat hiburan, dsb. 

Ketiga, Islam mengharamkan tindakan eksploitasi terhadap perempuan seperti kontes kecantikan, ajang foto model, dsb. Baik secara sukarela apalagi dengan ancaman. Begitu juga haram mempekerjakan perempuan dengan cara mengeksploitasi tubuh dan penampilan mereka seperti dalam sistem kapitalisme. Misalnya sebagai model iklan, pelayan toko, frontline, sales, dsb. Kaum perempuan diperbolehkan bekerja di luar rumah berdasarkan keterampilan mereka. Namun, mereka harus menutup aurat mereka secara sempurna dengan memakai kerudung dan jilbab syar’i serta tidak ber-tabarruj (berhias yang mengeksploitasi kecantikan mereka).

Sanksi Keras

Selain tindak preventif, Islam juga menyiapkan sanksi keras bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan. Syariah Islam menjatuhkan sanksi bagi pihak yang melakukan eksploitasi terhadap perempuan, termasuk pihak yang memproduksi konten-konten pornografi. Para pelaku ini dijatuhkan sanksi ta’zîr yang jenis dan bobot sanksinya diserahkan pada qâdhi (hakim). Sanksinya bisa berupa hukuman penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan.

Sanksi ta’zîr juga disiapkan untuk para pelaku pelecehan seksual seperti cat calling, menyentuh/meraba perempuan, mengintip, dsb. Qâdhi bisa memvonis hukuman penjara atau hukuman cambuk atas pelakunya, bergantung pada tingkat kejahatan tersebut menurut ijtihad qâdhi.

Adapun bagi para pelaku pemerkosaan ada sanksi yang jauh lebih berat. Jika pelakunya adalah lelaki yang belum menikah (ghayr muhshan) maka sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori muhshan (sudah pernah menikah), maka sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Demikian sebagaimana Nabi saw. pernah menjatuhkan sanksi rajam atas pezina yang telah menikah. Sanksi ini bisa ditambah lagi jika pelaku melakukan tindak penculikan dan penganiayaan terhadap korban. Qâdhi bisa menjatuhkan sanksi untuk semua tindak kejahatan tersebut. 

Adapun korban wajib diberi perlindungan oleh negara. Korban wajib pula diberi perawatan fisik maupun mentalnya hingga pulih.

Wahai kaum Muslim! Sadarlah bahwa kerusakan yang menimpa masyarakat saat ini, khususnya kaum perempuan, adalah akibat penerapan ideologi kapitalisme-liberalisme di negeri ini. Kebebasan perilaku dibiarkan meruyak dan kaum perempuan terus dieksploitasi.


Tidak ada jalan keluar dan perlindungan terbaik untuk kaum perempuan kecuali dengan menerapkan sistem kehidupan Islam. Inilah sistem terbaik. Sistem ini datang dari Allah SWT yang merupakan satu-satunya sistem yang dapat melindungi umat manusia, khususnya kaum perempuan. Hukum-hukum yang mulia sebagaimana dipaparkan di atas hanya bisa diterapkan di dalam institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah. Apakah ada aturan lain terbaik selain Islam?

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []
Bagikan:
KOMENTAR