"

Tudingan Pelanggaran HAM: SMUR Kecam Represivitas Polres Lhokseumawe dalam Aksi Hari Buruh


author photo

2 Mei 2025 - 00.45 WIB


Lhokseumawe – Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) Lhokseumawe mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh Polres Lhokseumawe saat mengamankan aksi peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025.

Ketua KPW SMUR Lhokseumawe, Rizal Bahari, menyebut aparat kepolisian telah melanggar prosedur hukum dengan menangkap dan menahan 15 mahasiswa peserta aksi tanpa dasar yang jelas. “Mereka memang dibebaskan, namun itu bukan sekadar pemeriksaan. Ini adalah penahanan tanpa dasar hukum yang sah,” tegas Rizal.

Menurut Rizal, sejumlah mahasiswa, termasuk peserta asal Papua, mengaku mengalami penyiksaan fisik dan psikologis selama masa penahanan. “Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia dan upaya pembungkaman terhadap suara kritis,” tambahnya.

SMUR juga menyoroti keterlibatan unsur militer dalam pengamanan aksi yang dinilai sebagai bentuk pamer kekuatan yang mengancam ruang sipil. Hal ini terjadi tak lama setelah disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), yang dikhawatirkan membuka kembali praktik dwifungsi ala Orde Baru.

“Kita menyaksikan kembalinya pendekatan militeristik dalam menangani aspirasi rakyat. Ini mencederai demokrasi dan menandai kemunduran serius dalam kebebasan sipil,” ujar Rizal.

SMUR juga mengecam langkah aparat yang melakukan penyerbuan terhadap massa aksi tanpa seragam, disertai pemukulan dan penyitaan properti aksi. “Ini cara-cara otoriter. Aksi damai dibalas dengan kekerasan. Sangat tidak mencerminkan kepolisian yang mengayomi,” tegasnya.

Dalam aksi tersebut, SMUR menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dinilai merugikan buruh karena membuka ruang PHK massal dan mengikis hak-hak dasar pekerja. Mereka juga menyoroti Undang-Undang HPP tentang perpajakan dan revisi UU TNI yang dianggap cacat secara formil dan substansial karena tidak melibatkan partisipasi publik.

“Ketiga undang-undang ini menjadi alat penindas kelas buruh. Alih-alih mensejahterakan rakyat, penguasa justru membangun sistem hukum yang represif demi mempertahankan akumulasi kekayaan segelintir elite,” ungkap Rizal.

Atas semua tindakan tersebut, SMUR mendesak Polres Lhokseumawe memberikan klarifikasi dan bertanggung jawab penuh atas tindakan kekerasan terhadap massa aksi. Mereka juga menegaskan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional yang dijamin undang-undang.(R)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT