80 Tahun Kemerdekaan, Indonesia Masih Terjajah?


author photo

15 Agu 2025 - 14.21 WIB


Oleh: Ernadaa R

Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka, usia yang tidak lagi muda. Namun, di tengah gegap gempita peringatan kemerdekaan, realitas yang kita saksikan sungguh ironis. Di banyak bidang kehidupan, rakyat justru kian terpuruk.


Data menunjukkan gelombang PHK melanda berbagai sektor, mulai dari industri tekstil hingga teknologi. Banyak warga kehilangan mata pencaharian. Mereka yang masih bekerja pun menghadapi penghasilan stagnan atau menurun, sementara harga kebutuhan pokok terus meroket. Pungutan negara kian banyak, memaksa masyarakat menggerus tabungan demi bertahan hidup. Kelas menengah, yang selama ini dianggap penopang ekonomi, kini berada di tepi jurang kemiskinan.

Padahal Allah memerintahkan pemimpin untuk memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi:

"Dan berikanlah kepada mereka dari harta Allah yang Dia berikan kepadamu."
(QS. An-Nur [24]: 33)



Merdeka sejati seharusnya berarti bebas dari penderitaan dan terjamin kebutuhan pokoknya, bukan hanya bebas dari penjajah fisik.


Lebih menyedihkan lagi, penjajahan kini tidak hanya berbentuk ekonomi, tapi juga pemikiran. Agenda-agenda seperti “deradikalisasi”, “Islam moderat”, dan “dialog lintas agama” dikampanyekan luas. Di balik slogan toleransi, terselip proyek besar menjauhkan umat dari pemikiran Islam yang murni.

Allah sudah mengingatkan agar umat Islam waspada terhadap tipu daya pemikiran dari kaum kafir:

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 120)



Inilah penjajahan hakiki: ketika umat kehilangan kemandirian berpikir dan tidak lagi menjadikan wahyu Allah sebagai satu-satunya standar.


Akar Masalah: Kapitalisme Sekuler

Kondisi ini lahir dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menuhankan keuntungan materi, dan mengabaikan aturan Allah. Sumber daya alam diserahkan kepada korporasi, sementara rakyat hanya menjadi penonton. Rasulullah SAW bersabda:

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.”
(HR. Abu Dawud)



Hadits ini menjadi dalil bahwa kepemilikan umum harus dikelola negara untuk rakyat, bukan untuk segelintir pengusaha atau para oligarki


Islam Kaffah: Solusi Hakiki

Islam kaffah menjamin kesejahteraan rakyat melalui berberap mekanisme yang telah terbukti mewujudkan kesejahteraan hakiki di antranya:

Pengelolaan kepemilikan umum (tambang, minyak, gas, hutan, laut) untuk kemaslahatan rakyat.

Jaminan kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan) langsung dari negara.

Penciptaan lapangan kerja lewat industrialisasi dan distribusi tanah bagi yang mau menggarap.

Santunan bagi fakir miskin dari baitulmal, tanpa bergantung pada utang luar negeri.


Negara Islam juga menjaga kemurnian akidah umat:.> “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 208)



Menuju kemerdekaan hakiki hanya akan tercapai jika kita meninggalkan sistem kufur kapitalisme dan kembali kepada sistem Islam kaffah. Perubahan ini harus dipimpin oleh gerakan dakwah ideologis yang mengajak umat kembali kepada syariat Allah secara menyeluruh.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 “Imam (khalifah) itu adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)



Merdeka bukan hanya lepas dari penjajah fisik, tapi lepas dari segala bentuk pengaturan hidup yang bertentangan dengan wahyu Allah. Merdeka adalah bebas dari penyembahan kepada sesama mahluk- termasuk berhukum pada selain hukum Allah- menju penyembahan keoada Allah semata. Saat rakyat sejahtera dan hukum Allah tegak, barulah kemerdekaan hakiki terwujud.

Wallahu'alam bi shawwab
Bagikan:
KOMENTAR