Bayangkan, istri Wali Kota saja mendapat jatah sewa mobil Rp 72 juta. Pertanyaannya bukankah fasilitas negara sudah tersedia? Tak ketinggalan, istri Wakil Wali Kota pun ikut menikmati fasilitas serupa dengan angka yang sama. Untuk apa? Apa urgensinya?
Tidak berhenti di situ. Jabatan Wakil Wali Kota masih menyewa kendaraan Rp 88 juta, dan sang Wali Kota sendiri menyewa mobil dinas Rp 132 juta. Padahal, kendaraan dinas resmi sudah ada. Apakah mobil yang ada tidak cukup mewah?
Lebih miris lagi, meski sudah jor-joran menyewa, anggaran pemeliharaan kendaraan masih disiapkan:
Rp 30 juta untuk kendaraan dinas,
Rp 38,4 juta untuk kendaraan lapangan,
Rp 54 juta untuk kendaraan para Kabag,
Rp 36 juta untuk kendaraan Sekda,
Rp 30 juta untuk kendaraan staf ahli.
Seolah pesta kendaraan belum cukup, pembelian mobil baru juga dianggarkan Rp 850 juta! Lalu, di mana akal sehat? Mengapa harus boros di saat rakyat berhemat?
Pertanyaan pedas pun bergulir di tengah masyarakat: Apakah mobil-mobil mewah ini untuk melayani rakyat atau sekadar memanjakan pejabat dan keluarganya? Apakah benar kota ini kekurangan mobil dinas, atau justru berlebihan gaya hidup?
Ketika rakyat Lhokseumawe bergulat dengan harga kebutuhan pokok, anggaran ratusan juta hingga miliaran rupiah justru digelontorkan hanya untuk kendaraan. Bukankah ini tamparan bagi logika dan nurani?
Terkait hal tersebut wartawan media ini mencoba melakukan konfirmasi dengan KBU kota Lhokseumawe Mulkan dan Sekda kota Lhokseumawe, namun sampai berita ini dilayangkan belum tanggapan apa pun baik KBU maupun Sekda Lhokseumawe lebih memilih bungkam.(A1)