Aceh Besar | Anggaran Kesbangpol Aceh Besar tahun 2024 bagaikan pesta pora uang rakyat. Ratusan juta hingga miliaran rupiah digelontorkan untuk honorarium, hibah fantastis, perjalanan dinas, hingga pakaian seragam, sementara masyarakat masih berkutat dengan persoalan ekonomi yang kian terjepit. Minggu (10 Agustus 2025).
Dari dokumen yang diperoleh, skema swakelola menjadi ladang basah belanja fantastis. Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan sekretariatnya mencapai Rp 1,1 miliar, diikuti honorarium narasumber, moderator, pembawa acara, dan panitia sebesar Rp 217,9 juta. Sementara perjalanan dinas menyedot Rp 621,8 juta hanya untuk biaya transport pejabat.
Tak kalah mencolok, belanja makanan dan minuman menguras Rp 220,1 juta. Bahkan ada pos belanja natura dan pakan senilai Rp 14,6 juta, membuat publik bertanya-tanya: siapa yang sebenarnya diberi makan?
Yang paling membuat mata terbelalak, hibah yang digelontorkan mencapai puluhan miliar rupiah. Hibah untuk badan dan lembaga nirlaba tembus Rp 45,4 miliar, hibah kepada pemerintah pusat Rp 7,4 miliar, dan hibah bantuan keuangan untuk partai politik Rp 665,9 juta. Angka yang kontras dengan kebutuhan riil rakyat di akar rumput.
Sementara itu, lewat skema penyedia, anggaran kembali mengalir deras. Belanja makanan dan minuman melonjak menjadi Rp 340,8 juta. Biaya sewa gedung pertemuan Rp 84 juta, sewa alat rumah tangga Rp 128,5 juta, dan pengadaan kursi, lemari, serta perabot kantor lainnya menghabiskan ratusan juta rupiah.
Tak ketinggalan, Paskibraka dan acara seremoni jadi ajang belanja glamor. Mulai dari pengadaan pakaian latihan (Rp 115,2 juta), pakaian seragam (Rp 88,5 juta), atribut (Rp 26,8 juta), hingga sepatu, peci, dan tas peserta yang totalnya menembus ratusan juta rupiah. Bahkan, baju kaos panitia dan peserta sosialisasi Pilkada sendiri mencapai Rp 140,2 juta.
Pertanyaannya sederhana: di tengah rakyat berjuang mencari makan, mengapa anggaran negara justru dihamburkan untuk pos-pos yang lebih mirip pesta internal pejabat daripada program nyata bagi masyarakat?
Dengan komposisi anggaran seperti ini, publik berhak curiga: apakah Kesbangpol Aceh Besar benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat atau sekadar menjadi mesin pembakar APBD demi kenyamanan segelintir orang?(Ak)