Meulaboh | Bau tak sedap tercium dari tumpukan proyek yang dikelola Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Aceh Barat. Puluhan proyek dengan anggaran jumbo yang dibiayai dari uang negara disinyalir dikerjakan asal-asalan oleh pihak rekanan, tanpa kontrol ketat dari pengawas internal, bahkan terkesan luput dari perhatian Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Kamis ( 7 Agustus 2025).
Seorang tokoh masyarakat Aceh Barat yang enggan disebutkan namanya, dengan nada geram kepada tim liputan RadarAceh.com mengatakan, mutu dan kualitas sejumlah proyek Perkim Aceh Barat tahun 2024 patut dipertanyakan. “Kalau ini terus dibiarkan, sama saja membiarkan uang rakyat dibakar hidup-hidup,” ketusnya.
Desakan kini mengarah langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Barat agar segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap semua proyek di bawah kendali Dinas Perkim Aceh Barat. Berikut beberapa proyek yang jadi sorotan publik:
Melalui Skema E-Purchasing:
Pengadaan dan Pemasangan PJU menuju Universitas Teuku Umar – Rp 1.440.000.000
Peningkatan Jalan Cot Simatang, Gp. Leuhan – Rp 930.000.000
Lanjutan Peningkatan Jalan Damai, Gp. Gampa – Rp 639.000.000
Peningkatan Jalan Lingkungan Lr. Sanusi Jafar dan Lr. Al-Azhar, Gp. Lapang – Rp 465.000.000
Peningkatan Jalan Lingkungan Syeh Malek, Gp. Suak Raya – Rp 465.000.000
Melalui Pengadaan Langsung (PL):
Pembangunan dan normalisasi saluran drainase di berbagai gampong (Suak Ribe, Suak Ie Beuso, Aron Tunong, Leklek, Aron Baroh, Leuhan, Ujong Baroh) – masing-masing Rp 186.000.000
Terobosan Jalan Lingkungan Gp. Lapang – Rp 186.000.000
Pembangunan Lanskap Halaman Kantor Dinas Perkim – Rp 198.958.592
Pengadaan Lampu Jalan – Rp 200.000.000
Jika terbukti ada pekerjaan fiktif, asal jadi, atau tak sesuai dengan Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP), Kajari diminta tidak ragu untuk menindak tegas, baik terhadap rekanan maupun oknum pejabat terkait. Penegakan hukum yang adil dan transparan adalah satu-satunya cara memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Tak hanya persoalan proyek, Perkim Aceh Barat juga dinilai tidak transparan dalam perencanaan dan penggunaan anggaran tahun 2025, yang jelas-jelas bertentangan dengan semangat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kondisi ini membuka ruang lebar terjadinya manipulasi data, mark-up anggaran, dan praktik korupsi yang sistemik.
“Kalau masyarakat tidak diberi akses terhadap perencanaan dan penggunaan anggaran, lalu siapa yang akan mencegah korupsi? Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban!” tegas sumber kami.
Sementara itu, saat dikonfirmasi secara terpisah melalui pesan WhatsApp, Kepala Dinas Perkim Aceh Barat, Mudassir, justru terkesan menepis semua tudingan. “Apanya yang harus saya klarifikasi? Pekerjaan sudah dilaksanakan dan diselesaikan pihak rekanan. Semua sudah dimanfaatkan masyarakat Aceh Barat,” tulisnya dingin.
Pernyataan tersebut justru makin menyulut pertanyaan besar: Jika semuanya sudah sesuai, mengapa masyarakat justru bersuara keras?
Kini, bola panas berada di tangan Kajari Aceh Barat. Apakah akan diam di kursi nyaman atau bertindak membongkar tumpukan proyek yang berpotensi menyimpan borok besar? (Ak)