BANDA ACEH – Di tengah lesunya ekonomi dan meningkatnya sorotan publik terhadap efektivitas penggunaan anggaran daerah, Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Aceh kembali menjadi pusat perhatian. Data pengadaan yang dihimpun menunjukkan angka mencengangkan: puluhan miliar rupiah digelontorkan untuk berbagai kebutuhan operasional yang tampak jauh dari kesederhanaan birokrasi. Kamis (09 Oktober 2025).
Rapat dan Jamuan Bernilai Miliaran
Kegiatan rapat dan aktivitas lapangan menjadi salah satu pos pengeluaran terbesar. Belanja makanan dan minuman untuk rapat menelan Rp 6,6 miliar, sementara jamuan aktivitas lapangan mencapai Rp 3,7 miliar.
Angka itu belum termasuk sejumlah item serupa dengan nominal ratusan juta rupiah. Publik pun bertanya-tanya: berapa banyak rapat yang digelar dalam setahun hingga menghabiskan dana setara pembangunan beberapa sekolah dasar di pedalaman Aceh?
Mobil Dinas Kelas Sultan
Tak kalah mencolok, pengadaan kendaraan dinas Biro Umum seolah menegaskan citra “kelas sultan” di tubuh birokrasi.
Satu unit Toyota Zenix dibanderol Rp 1,8 miliar, dua unit Mitsubishi Pajero Sport menyedot Rp 3,85 miliar, sementara Toyota Alphard senilai Rp 1,75 miliar turut dibeli. Bahkan, mobil listrik seharga Rp 800 juta juga disiapkan untuk operasional pimpinan.
Belum cukup di situ, pemeliharaan kendaraan dinas mencapai Rp 7,8 miliar, ditambah sewa kendaraan bermotor sebesar Rp 824 juta. Total pos kendaraan tembus lebih dari Rp 17 miliar jumlah yang cukup untuk membangun puluhan rumah layak huni bagi masyarakat miskin.
Pakaian Dinas dan Cuci Baju Setengah Miliar
Sektor pakaian juga tak luput dari sorotan. Pengadaan jas dan pakaian dinas menghabiskan Rp 1,4 miliar, sementara jasa pencucian pakaian dan perlengkapan rumah tangga menelan Rp 610 juta. Publik mungkin bertanya: seberapa sering pakaian dinas para pejabat ini harus dicuci hingga perlu anggaran setengah miliar rupiah?
Belanja Kantor: Dari Surat hingga Souvenir
Belanja operasional kantor juga menunjukkan angka fantastis. Jasa pelayanan umum kantor mencapai Rp 16,6 miliar, administrasi ASN sebesar Rp 5,2 miliar, dan dana penunjang operasional kepala daerah sebesar Rp 5,9 miliar. Bahkan, jasa surat-menyurat dianggarkan Rp 331 juta, sementara belanja bahan komputer Rp 700 juta, cendera mata Rp 450 juta, dan alat listrik Rp 876 juta. Hanya untuk pemeliharaan alat pendingin kantor, dana yang digelontorkan mencapai Rp 570 juta membuat publik heran, apakah kantor ini sedang menyiapkan “iklim dingin” sepanjang tahun?
Gedung dan Fasilitas Pejabat: Dirawat Mahal, Diperbaiki Lagi
Urusan gedung pun tak kalah boros. Pemeliharaan rutin gedung kantor menelan Rp 814 juta, rumah dinas jabatan Rp 600 juta, dan rehab kamar mandi Wakil Gubernur Rp 100 juta. Bahkan, pantri ruang kerja Wakil Gubernur diremajakan dengan dana Rp 50 juta.
Kemewahan di Tengah Ketimpangan
Dengan total belanja mencapai puluhan miliar rupiah, Biro Umum Setda Aceh tampak lebih menyerupai lembaga elite ketimbang pengelola administrasi pemerintahan. Padahal di saat yang sama, banyak wilayah di Aceh masih bergelut dengan infrastruktur dasar yang buruk, sekolah rusak, dan fasilitas kesehatan yang minim.
Transparansi Dipertanyakan
Kemunculan pos belanja yang sama dalam berbagai item dengan nominal berbeda menimbulkan pertanyaan serius:
Apakah seluruh pengeluaran tersebut benar-benar berbasis kebutuhan riil, atau sekadar rutinitas pemborosan tahunan yang berlindung di balik jargon “operasional pemerintahan”?
Saat dikonfirmasi, Kasubag Keuangan Biro Umum Setda Aceh, Agustiawan, S.Stp, membenarkan rincian tersebut.
“Benar yang Saudara tulis di atas, dan anggaran sejumlah itu merupakan kebutuhan Biro Umum Setda Aceh untuk satu tahun anggaran,” ujarnya singkat.
Publik Menunggu Jawaban
Pernyataan itu justru mempertebal tanda tanya publik:
Jika semua pengeluaran itu dianggap “kebutuhan”, di mana letak efisiensi dan prioritas pelayanan publik?
Aceh tampaknya masih harus berjuang bukan hanya melawan kemiskinan, tetapi juga melawan mentalitas boros dalam birokrasi.(Ak)