Bullying dan Krisis Moral Pendidikan: Sekularisme sebagai Akar Masalah, Islam sebagai Solusi Hakiki


author photo

14 Nov 2025 - 15.10 WIB


Oleh: Risna

Kasus pembakaran asrama oleh seorang santri akibat menjadi korban bullying, serta ledakan yang mengguncang SMA 72 Jakarta, membuka mata kita bahwa bullying bukan lagi persoalan ringan. Ia telah berkembang menjadi fenomena sosial yang menelan banyak korban, merusak mental, bahkan mendorong sebagian anak pada tindakan ekstrem yang mengancam nyawa.

Santri yang membakar asrama mungkin diliputi rasa putus asa karena terus-menerus ditekan oleh lingkungan. Sementara pelaku ledakan SMA 72 diduga bertindak akibat bullying yang ia alami sebelumnya, hingga memicu dua ledakan yang melukai puluhan pelajar. Kedua kasus ini menunjukkan satu fakta: bullying tidak hanya menghancurkan korban, tetapi juga melahirkan pelaku yang bertindak di luar kendali karena kerusakan mental yang sudah akut.


Lingkungan Tanpa Dukungan dan Hilangnya Pendidikan Moral

Akar munculnya tindakan ekstrem seperti ini tidak terlepas dari beberapa faktor:

Minimnya dukungan emosional dari lingkungan.

Tidak adanya jalur aman untuk melaporkan bullying.

Pendidikan moral yang nyaris tidak menyentuh hati peserta didik.

Lingkungan sekolah yang keras, kompetitif, dan tidak menumbuhkan empati.


Pelaku bullying sering kali lahir dari pola asuh yang salah, pergaulan buruk, serta budaya kekerasan yang dianggap lumrah. Sementara korban bullying menanggung beban emosional berlebih hingga kehilangan kontrol diri. Bullying pun berkembang menjadi persoalan sistemik akibat tidak tegasnya sekolah, lemahnya pengawasan orang tua, dan hilangnya pendidikan karakter yang berakar pada nilai-nilai ketakwaan.



Media Sosial sebagai Pemicu Kerusakan yang Lebih Besar

Di era digital, media sosial menjadi ruang penyebaran konten merendahkan, mempermalukan, bahkan menghancurkan mental korban secara masif. Tidak sedikit korban yang akhirnya mengambil tindakan berbahaya karena tertekan, putus asa, atau ingin membalas. Tanpa pembinaan moral dan kontrol yang kuat, media sosial menjadi senjata yang melahirkan kejahatan baru.



Sekularisme: Akar Sesungguhnya dari Suburnya Bullying

Semua ini sesungguhnya bermuara pada satu sumber kerusakan: sistem pendidikan sekuler kapitalistik. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dari pendidikan. Akibatnya:

Sekolah lebih fokus pada prestasi materi, bukan pembinaan akhlak.

Teknologi diagungkan, spiritualitas ditinggalkan.

Karakter dibentuk oleh budaya Barat, bukan oleh nilai Islam.

Peserta didik tumbuh tanpa arah hidup, tanpa kontrol moral, tanpa kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi.


Sekularisme melahirkan generasi yang rapuh secara mental dan miskin empati. Mereka tumbuh sebagai individu yang hanya fokus pada diri sendiri dan prestasi duniawi. Inilah alasan mengapa bullying terus berulang: karena sistem yang melahirkan manusia tanpa ruh iman dan akhlak.



Islam: Paradigma Pendidikan yang Melahirkan Generasi Tangguh

Berbeda dengan sekularisme, Islam menawarkan pendidikan yang holistik. Tujuan utama pendidikan dalam Islam bukan sekadar mencerdaskan akal, tetapi membentuk kepribadian yang tunduk kepada Allah. Firman-Nya:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat:

Ayat ini menegaskan bahwa pendidikan harus mengarahkan manusia menjadi hamba Allah yang taat.



Kurikulum Berbasis Akidah

Kurikulum Islam dibangun di atas landasan akidah, sehingga seluruh materi pelajaran memberikan arah hidup dan menumbuhkan kepribadian Islam. Nilai adab menjadi inti:

Adab kepada Allah.

Adab kepada sesama manusia.

Adab kepada lingkungan.


Dengan kurikulum ini, peserta didik tumbuh menjadi pribadi yang kuat, tidak mudah tertekan, dan tidak mudah menzalimi orang lain.


Peran Negara dalam Mencegah Bullying: Khilafah sebagai Penjamin Pendidikan dan Moral

Dalam Islam, negara memiliki peran vital dalam menjaga generasi. Negara wajib:

Menjamin pendidikan yang berkualitas dan berlandaskan akidah Islam.

Melakukan pengawasan moral masyarakat.

Melindungi generasi dari berbagai bentuk kezaliman sosial, termasuk bullying.

Membentuk lingkungan yang aman, bersih dari kekerasan, pornografi, dan konten merusak.


Dalam sistem Khilafah, negara menjadi pelaksana langsung pembinaan akhlak publik. Negara tidak hanya memberikan pendidikan, tetapi juga membangun atmosfer sosial yang mendukung terbentuknya generasi bertakwa. Dengan cara ini, bullying tidak hanya ditindak, tetapi dicegah sejak akarnya.


Alhasil, Bullying bukan hanya kesalahan individu; ia adalah produk dari sistem sekuler yang gagal membina manusia. Selama pendidikan dipisahkan dari agama, selama moral tidak menjadi dasar kurikulum, selama negara tidak menjalankan fungsi pembinaan, maka kasus-kasus ekstrem akan terus berulang.

Islam hadir membawa solusi menyeluruh melalui pendidikan berbasis akidah, pembinaan akhlak, dan peran negara yang kuat dalam menjaga generasi. Hanya dengan kembali kepada paradigma Islam, generasi yang tangguh, beriman, dan berakhlak mulia dapat benar-benar terwujud.

Wallahu'alam.
Bagikan:
KOMENTAR