Indonesia Pasar Besar Narkoba, Generasi dalam Ancaman


author photo

15 Nov 2025 - 11.07 WIB


Oleh:saridah(aktivis muslimah)

‎TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Balikpapan mencatat tren peningkatan kasus narkotika sepanjang Januari hingga Oktober 2025.

Berdasarkan data resmi, jumlah kasus yang diungkap mencapai 286 kasus, naik dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang tercatat 281 kasus.
‎Kasat Resnarkoba Polresta Balikpapan AKP Yoshimata JS Manggala menjelaskan, peningkatan tersebut menunjukkan bahwa peredaran narkoba di wilayah hukum Balikpapan masih menjadi ancaman serius.
‎“Dibanding tahun sebelumnya, jumlah kasus naik lima perkara. Namun yang lebih signifikan adalah lonjakan jumlah barang bukti yang berhasil diamankan, terutama sabu,” ungkap Yoshimata ketika konfrensi pers di lobby Mako Polresta Balikpapan, Kamis (06/11/2025).

Menjerat Pemuda
Sabu-sabu cair merupakan narkoba jenis baru yang menyasar kalangan muda. Sabu-sabu cair tersebut dikonsumsi dengan mencampurkannya ke dalam kopi atau cairan rokok elektronik (vape). Dengan demikian, sasarannya adalah anak-anak muda yang sering mengisap vape. Padahal, narkoba menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang luar biasa bagi penggunanya. Di masyarakat, pengguna narkoba bisa sampai bertindak kejahatan, kekerasan, dan perusakan.

Dengan daya rusak sedemikian besar, bisa kita bayangkan betapa hancurnya generasi muda muslim jika mereka terkena jerat “monster” narkoba. Fisik dan akal mereka rusak, psikis mereka juga bermasalah. Padahal, para pemuda adalah pemegang estafet peradaban Islam dan kekuatan terbesar dalam perjuangan Islam.

Namun, sayang sekali, begitu banyak serangan—salah satunya adalah narkoba—untuk menghancurkan generasi muda muslim agar potensi mereka hancur lebur dan tidak bisa menjadi garda terdepan perjuangan Islam. Akibat narkoba, generasi muda muslim menjadi lemah dan rusak. Jangankan memikirkan persoalan umat yang demikian rumit, persoalan diri sendiri saja tidak mampu untuk mereka selesaikan.

Sulit Diberantas
Harapan memberantas narkoba dengan tuntas terlihat makin berat dengan penyelundupan barang haram berton-ton tersebut masuk ke Indonesia. Membayangkannya saja sudah membuat kita ngeri jika ribuan kg barang selundupan narkoba itu sampai ke tangan bandar, pengedar, hingga pengguna. Peredarannya meluas, pemakainya makin bebas, bandarnya tidak kalah beringas.

Aparat sudah bergerak, lembaga terkait seperti BNN, intelijen, dan lainnya pun sudah melakukan upaya untuk mencegah narkoba beredar luas. Mereka juga berupaya menangkap para gembong dan bos-bos besar narkoba dengan berbagai cara. Namun, kasus narkoba dari tahun ke tahun tidak ada habisnya. Setidaknya beberapa alasan berikut menjadi faktor penyebab narkoba sulit diberantas.

Pertama, narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Indonesia merupakan salah satu negara target utama pasar bisnis narkoba. Sebagaimana prinsip penawaran dan permintaan dalam ekonomi kapitalisme, ketika permintaan barang meningkat, pengadaan stok barang akan meningkat pula. Dalam kacamata kapitalisme, narkoba adalah barang yang bernilai ekonomi. Alhasil, transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung selama permintaan terhadap narkoba meningkat. Peningkatan ini akan selalu beririsan dengan jumlah pengguna, pengedar, dan bandar narkoba.

Kedua, sistem kehidupan sekuler menjadikan tujuan hidup hanya berkutat pada kepuasan meraih materi sebanyak-banyaknya. Sistem ini mendorong perilaku gaya hidup hedonistik dan konsumtif. Tatkala kesenangan dan kebahagiaan materi yang ingin diraih, segala cara dilakukan demi tujuan tersebut meski dengan cara haram. Di sisi lain, gaya hidup liberal membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja, termasuk mencari materi dan kesenangan melalui jalan yang salah dengan menjadi pengguna, pengedar, bahkan produsen barang haram semisal narkoba.

Ditambah, jika seseorang dihadapkan pada kesempitan ekonomi dan keresahan hidup, narkoba kerap menjadi solusi instan. Bagaimana tidak, seorang kurir paket narkoba saja bisa menerima upah hingga Rp20 juta sekali antar. Tidak aneh jika setiap tahun banyak bermunculan wajah baru pecandu dan pengedar narkoba. Indikasi ini bisa kita saksikan dari para pelaku kejahatan narkoba yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga, pelajar, artis, selebgram, hingga aparat.

Ketiga, penegakan hukum dalam upaya memberantas narkoba masih menjadi PR besar. Saat ini regulasi hukum terkait narkoba berjalan lambat. Polri memang melakukan upaya untuk membongkar dan memberantas narkoba, tetapi penegakan hukum terhadap pelaku narkoba belum memberikan efek jera.

Sebagai contoh, kebanyakan pengguna narkoba hanya disanksi dengan rehabilitasi tanpa dipidana, padahal baik pengguna, pengedar, atau bandar sama-sama melakukan kejahatan. Islam mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna. Namun, bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Inilah bedanya hukum sekuler dengan Islam.

Belum lagi jika bicara HAM terkait vonis mati. Para pejuang HAM menilai vonis mati tidak mengurangi angka kejahatan narkoba. Menurut mereka, hukuman mati melanggar hak asasi dan memicu aksi balas dendam. Dengan adanya hukuman mati saja peredaran narkoba masih banyak, apa jadinya jika hukuman mati dihapus dari daftar sanksi hukum di Indonesia. Bisa jadi angka kejahatan akan meningkat lebih tajam.

Islam Memberantas dengan Tuntas
Akar persoalan sulitnya memberantas narkoba bisa dikembalikan kepada tidak diterapkannya hukum Allah Taala. Sistem kehidupan, ekonomi, hingga politik, bertolak belakang dengan Islam. Wajar saja persoalan tidak akan selesai sebab mengandalkan akal manusia semata.

Sebagai agama yang paripurna, Islam telah memiliki sejumlah mekanisme untuk mengatur kehidupan umat manusia, termasuk memberantas bisnis haram seperti narkoba. Negara akan bersungguh-sungguh dalam memberantas narkoba hingga tuntas sebab itulah tugasnya, yaitu melindungi umat dari segala macam mara bahaya.

Sistem kehidupan yang berbasis akidah akan menjadikan rakyatnya hidup dengan ketakwaan. Jangankan melirik narkoba yang telah jelas haram, mereka akan terus berupaya beramal saleh yang bermanfaat bagi diri dan umat. Begitu pun dengan sistem pendidikan yang berbasis akidah, menjadikan anak didik matang dalam berpikir sehingga dengan kecerdasannya, ia justru akan menciptakan teknologi yang dapat membantu kehidupan manusia.

Lalu sistem ekonomi Islam yang menstandarkan muamalah pada yang halal saja, menjadikan semua orang menjauhi bisnis haram. Sistem ekonomi Islam pun akan menghilangkan kemiskinan sebab tata kelolanya berbasis pada kemaslahatan umat. Alhasil, tidak akan ada yang terpaksa melakukan maksiat hanya karena butuh untuk makan.

Hal demikian ditopang dengan sistem politik pemerintahan yang berfungsi sebagai pengurus dan pelindung umat. Negara menjamin kebutuhan dasar umat, mulai dari pangan, papan, sandang, pendidikan, keamanan, hingga kesehatan. Semua itu menjadikan rakyatnya sejahtera dan hidup dalam kebahagiaan. Tidak akan ada yang stres hingga harus menggunakan narkoba untuk menghilangkannya.

Kemudian sistem sanksi yang menjerakan, menjadikan orang-orang rusak—mereka yang bebal terhadap syariat—makin sedikit. Hukuman bagi mereka sangat menjerakan. Dalam Islam, hukuman bagi pengedar dan bandar narkoba masuk hukum takzir, yaitu hukum yang ditetapkan oleh khalifah.

Khatimah
Dalam tataran implementasi, Islam membutuhkan dukungan tiga pilar dalam memberantas narkoba agar tuntas terselesaikan, yakni individu, masyarakat, dan negara. Individu yang paham syariat dibarengi dengan kontrol masyarakat, lalu dipayungi oleh penerapan hukum Islam oleh negara, akan menjadikan kehidupan umat berbangsa dan bernegara diliputi ketenteraman. Bukan hanya narkoba yang hilang tapi juga segala jenis bisnis haram akan turut lenyap. Wallahualam.
Bagikan:
KOMENTAR