Remaja Korban Bullying Semakin Membahayakan, Bagaimana Solusi Dalam Islam


author photo

14 Nov 2025 - 15.05 WIB



Oleh : Armiyati,S.Pd (Pendidik, Pemerhati Generasi)

Dalam beberapa waktu terakhir, kita sering dikejutkan oleh berita-berita viral mengenai kasus bullying yang semakin membahayakan. Salah satunya adalah kasus siswa SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang diduga melakukan aksi peledakan di sekolah pada saat rangkaian salat Jumat berlangsung. Pelaku diduga merupakan korban bullying dan mencoba bunuh diri (KumparanNews, 7/11/2025).

Kasus lainnya adalah peristiwa pembakaran asrama putra Dayah Pesantren Babul Maghfirah di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, pada Jumat 31 Oktober 2025. Polisi mengungkapkan bahwa pelakunya adalah seorang santri di bawah umur. “Pelaku mengaku membakar gedung asrama karena sering mengalami bullying dari beberapa temannya,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono, dalam konferensi pers di Meuligoe Rastra Sewakottama, Kamis (6/11). Kerugian diperkirakan mencapai dua miliar rupiah (KumparanNews, 7/11/2025). Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa para pelaku yang sebelumnya menjadi korban bullying mengalami tekanan sosial berat akibat ejekan, pelecehan, dan pengucilan.

Fenomena bullying di kalangan pelajar remaja terus meningkat dan mengkhawatirkan. Data nasional menunjukkan lonjakan yang signifikan. Pada 2023 terdapat 1.478 kasus bullying yang dilaporkan. Tahun sebelumnya, 2022, terdapat 266 kasus; 53 kasus pada 2021; dan 119 kasus pada 2020 (KBR.ID, 28/04/2025). Selain itu, data resmi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) mencatat bahwa pada 2025 terdapat 392 kasus kekerasan dengan 426 korban. Dari jumlah tersebut, 56,9 persen berupa kekerasan seksual, 25,8 persen kekerasan fisik, dan 12,9 persen kekerasan psikis. Angka itu meningkat menjadi 519 kasus hingga Agustus 2025 dan mencapai 586 kasus pada September 2025. Dari jumlah korban tersebut, 72 persen adalah anak-anak.

Berbagai kasus bullying tentu tidak muncul begitu saja. Ada faktor-faktor yang memengaruhinya. Salah satu penyebab utamanya adalah sistem sekuler yang diterapkan saat ini—sistem yang memisahkan akidah Islam dari kehidupan, termasuk dalam pendidikan. Kurikulum yang berlaku sarat dengan nilai-nilai sekuler. Sekolah hanya dipandang sebagai tempat mengejar prestasi akademik, bukan prestasi spiritual. Bahkan banyak sekolah berbasis agama pun tidak mampu membendung derasnya pengaruh sekularisme yang sudah mengakar lama. Akibatnya, perilaku generasi menjadi rusak dan mereka kehilangan jati diri.

Negara juga belum mampu membendung maraknya tontonan yang merusak generasi. Banyak konten yang tidak layak tersebar di media sosial maupun platform visual, termasuk film-film remaja bertema cinta, persaingan, hingga permusuhan. Tontonan seperti ini akhirnya menjadi tuntunan bagi mereka. Minimnya pengawasan orang tua, ditambah penggunaan gawai yang berlebihan, membuat anak-anak menerima informasi yang sebenarnya tidak layak dikonsumsi pada usia yang masih labil.

Faktor keluarga dan lingkungan pun turut berpengaruh. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. Banyak orang tua lalai menanamkan keimanan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Akibatnya, anak-anak tidak memiliki keteladanan akhlak yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.

✦ Solusi dalam Islam

Islam memiliki langkah-langkah komprehensif dalam mencegah dan menangani bullying.

1. Peran Negara

Negara wajib menyusun kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam. Penanaman iman sejak dini menjadi fondasi utama agar anak memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Media juga harus diarahkan untuk menayangkan konten yang bebas dari kekerasan, pelecehan, maksiat, dan segala hal yang diharamkan. Negara berkewajiban menutup seluruh akses yang bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam.

2. Peran Masyarakat dan Sekolah

Masyarakat harus membudayakan amar makruf nahi mungkar. Mereka berperan sebagai pengawas dan pemelihara moral publik. Sekolah menerapkan kurikulum berbasis Islam, dan guru diberi penghargaan layak agar fokus dalam mendidik generasi. Dalam sejarah peradaban Islam, guru mendapatkan gaji tinggi serta kedudukan terhormat sehingga mereka dapat mengemban amanah pendidikan secara optimal.

3. Peran Keluarga

Orang tua tidak dibebani oleh mahalnya biaya pendidikan karena negara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Negara juga membuka luas kesempatan kerja bagi laki-laki sebagai penanggung nafkah. Dengan demikian, perempuan tidak terbebani oleh tekanan ekonomi dan dapat fokus pada perannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak. Bila kebutuhan dasar keluarga terpenuhi, maka ibu dapat optimal mengasuh generasi, dan ayah tenang menafkahi. Dengan sistem Islam, tidak ada lagi generasi yang gagal akibat pengabaian atau tekanannya hidup.



✦ Penanganan Jika Bullying Terjadi

Islam memberikan sanksi tegas yang menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan. Penegakan hukum dilakukan secara adil, cepat, dan konsisten. Selain itu, akar masalah hanya dapat benar-benar diselesaikan apabila sistem Islam diterapkan secara kaffah, dan sistem kapitalisme–sekularisme ditinggalkan.

Wallāhu a’lam bish-shawāb.
Bagikan:
KOMENTAR