Oleh: Nana Juwita, S.Si. (Pendidik)
Tidak dapat dimungkiri bahwa penggunaan media sosial memberikan pengaruh yang positif yaitu berupa kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akan tetapi, media sosial juga memberikan dampak negatif bagi penggunanya. Salah satunya nya adalah masyarakat terjebak oleh pinjol (Pinjaman online) dan juga Judol (judi online), namun yang sangat disayangkan bahwa pinjol dan judol ini yang menjadi pelakunya adalah siswa SMP yang tergolong generasi muda sebagai penerus bangsa.
Sebagai contoh, Kasus siswa SMP di Kulon Progo, Provinsi DIY, yang terjerat judol dan utang pinjol hingga bolos sekolah selama sebulan terakhir. Menurut data dari PPATK(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain judol berusia 10-16 tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Sementara usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar dan deposit yang tertinggi, usia antara 31-40 tahun yang mencapai Rp2,5 triliun.
Atas adanya temuan kasus siswa SMP ynag terjerat pinjol dan judol, Wakil Ketua Komisi X DPR RI My Esti Wijayanti menilai bahwa munculnya kasus siswa SMP terjerat pinjol dan judol disebabkan oleh kesalahan pendidikan saat ini. “Sekolah hari ini hanya fokus menyiapkan peserta didik untuk ujian, bukan untuk bertahan di dunia digital yang penuh jebakan algoritma dan komersialisasi perilaku,” sambungnya. Dia meminta pemerintah memperkuat literasi digital dan pendidikan karakter di sekolah untuk mencegah maraknya kasus anak sekolah yang terjerat judi online (judol) dan utang pinjaman online (pinjol).( nasional.kompas.com, 2025/10/29)
Sejatinya sistem sekularisme menjadikan pinjol dan judol sebagai sebuah tuntutan, dikarenakan konten judi online juga telah merambah situs-situs pendidikan, dibuat dalam bentuk game online, juga tersedia aplikasi khusus judol dan pinjol, sehingga siswa rentan terpapar. Selain itu, pinjol dan judol sering kali membentuk lingkaran setan. Pelajar yang kehabisan uang karena kalah judi akan mencari jalan pintas dengan pinjaman online.
Kasus ini menunjukkan ada celah besar dalam pengawasan orang tua dan sekolah terhadap anak, juga lemahnya peran negara dalam menutup atau memberantas situs-situs judol. Sejatinya untuk menjaga generasi dari aktivitas pijol dan judol maka dibutuhkan peran serta keluarga, masyarakat dan negara. Sementara di sistem sekularisme kapitalisme saat ini ketakwaan individu telah tergerus dengan standar materialisme, sehingga menjadikan masyarakat tidak lagi berfikir halal dan haram ketika berbuat. Belum lagi masyarakat yang individualisme menjadikan mereka tidak peka terhadap lingkungan disekitarnya. Tidak ada lagi budaya saling mengingatkan bahwa judi adalah suatu keharaman.
Selain itu, pendidikan karakter dan literasi digital belum mampu menuntaskan masalah ini, bayangkan siapa yang mampu memblokir berbagai situs judol dan pinjol yang beredar luas di media sosial? Belum lagi sistem sanksi yang lemah yang hingga saat ini belum mampu memberikan efek jera bagi pelaku judol atau penyedia jasa pinjol dan judol. Inilah masalah utama dari persoalam tersebut, yang harus dikembalikan pada paradigma sistem aturan saat ini yang tidak memakai hukum Islam dalam mengatur persoalan hidup manusia. Sehingga menjauhkan manusia dari rasa takut kepada Allah SWT dan manusia enggan terikat dengan aturannya.
Penyebab utama judol dan pinjol
Pemahaman masyarakat yang berkeinginan untuk cepat kaya, tanpa harus kerja keras, karena negara menyediakan akses untuk meminjam uang baik oleh pihak bank atau individu dan kelompok, hal ini menjadi jalan pintas bagi mereka yang tidak memiliki modal sekalipun sistem pinjaman berbasis riba yang jelas-jelas dilarang oleh Allah SWT. ini lah karakteristik kapitalisme yang menjadikan keuntungan sebagai tolak ukur tanpa mempertimbangkan halal-haram. Karena pada faktanya negara dalam sistem Kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, bukan pelindung rakyat.
Oleh karena itu, pentingnya memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa judol dan pinjol haram. Juga pentingnya untuk diterapkan pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam, sehingga pelajar punya arah dalam bertindak, tidak cukup hanya dengan pendidikan karakter. Akidah yang kuat dengan kesadaran yang kokoh sebagai manusia ciptaan Allah SWT akan membuat generasi memahami tujuan hidup yang sesungguhnya yaitu bahwa hidup bukan sekedar untuk mendapatkan materi tapi hidup untuk taat terhadap aturan Allah SWT karen setelah fase kehidupan dunia akan ada fase kehidupan akhirat dimana setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT, pemahaman inilah yang penting untuk dipahami oleh para generasi saat ini, agar terbentuk ketakwaan individu yang didukung dengan pemahaman Islam yang di dapat dari sekolah, dan keluarga yang memiliki pemahaman Islam yang sama bahwa judol adalah suatu keharaman.
Selain itu, juga dibutuhkan peran negara untuk membentuk sistem yang mampu membentuk generasi yang saleh, berkepribadian Islam yaitu dengan mewujudkan sistem pendidikan Islam. Dimana negara wajib menutup akses judi dan memberi sanksi tegas bagi pelaku. Semua ini hanya mungkin terjadi ketika Islam kafah diterapkan ditengah-tengah kehidupan manusia pada saat ini. Waulahuaklam