Oleh. Ririn Arinalhaq
Harus kita akui di tengah kehidupan yang semakin modern rasa kemanusiaan perlahan semakin memudar. Bahkan manusia kini lebih sering disibukkan oleh ambisi, persaingan, dan kepentingan materi hingga lupa bahwa di sekelilingnya ada sesama manusia yang menderita.
Empati yang dulu menjadi ciri khas manusia sekarang tergantikan oleh sikap individualistis dan acuh tak acuh. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya berita tentang kekerasan serta bullying. Berbagai upaya untuk menghapus fenomena ini pun sudah banyak yang dilakukan yaitu salah satunya dengan diadakan nya kegiatan Youth Red Cross Competition (YRCC) 2025 yang digelar oleh Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Rangkaian ini resmi berakhir pada minggu 5 Oktober 2025. Penutupannya berlangsung di Lapangan Parkir Stadion Rondong Demang, ditandai dengan pengukuhan Forum Remaja Palang Merah Indonesia (FORPIS) Kukar dan penyerahan hadiah kepada para pemenang.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kukar, Sunggono, yang hadir menutup kegiatan secara resmi, menekankan pentingnya menanamkan nilai kemanusiaan sejak dini di kalangan pelajar.
Menurutnya, YRCC bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan sarana pendidikan karakter dan empati bagi generasi muda.
"Praktikkan nilai-nilai luhur ini dalam kehidupan sehari-hari. Sekecil apa pun tindakan kepedulian yang kalian lakukan, akan memberi dampak besar bagi sesama,” pesan Sunggono.
Ia menambahkan, ilmu kepalang merahan bukan hanya teori di ruang kelas, tetapi panduan moral untuk diterapkan dalam kehidupan sosial. (TribunKaltim. Co, 05/10/25)
Kalau kita analisa lebih mendalam, dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan di luar sekolah tersebut dengan tujuan untuk membentuk karakter peserta didik sebenarnya menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita saat ini amat sangat lemah dan tidak menyentuh visi misi dan tujuan pendidikan. Karena sebenarnya kegiatan seperti penanaman nilai, karakter dan empati adalah kegiatan yang seharusnya menjadi bagian di dalam pendidikan formal di sekolah bukan dijadikan kegiatan tambahan di luar sekolah.
Dari sini terlihat bahwa sistem pendidikan yang ada belum berhasil mewujudkan visi misi dan tujuannya, yaitu membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Nilai-nilai agama bahkan tidak menjadi ruh utama dalam proses pembelajaran, melainkan hanya pelengkap saja sehingga akibatnya banyak peserta didik yang pintar secara intelektual, tetapi lemah dalam karakter, kepribadian bahkan jauh dari ketaatan terhadap agamanya.
Wajar jika hal tersebut terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, karena sistem yang saat ini sedang menguasai dunia adalah sistem kapitalisme yang ide dasarnya adalah sekularisme. Sekularisme ini adalah sebuah ide dasar yang memisahkan agama dari semua lini kehidupan tak terkecuali dalam bidang pendidikan.
Sistem pendidikan sekularisme hanya mampu menghasilkan individu yang hanya memperhatikan nilai akademik saja, hal ini karena kurikulum yang digunakan sebagai pedoman pembelajaran masih berbasis materi yaitu untuk mencetak peserta didik agar dapat diterima di dunia kerja bukan membentuk peserta didik menjadi pribadi yang memiliki karakter dan kepribadian Islam. Inilah sebab dari kegagalan pendidikan kita saat ini.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam memandang semua lini kehidupan adalah tempat untuk meraih ridho Allah SWT tak terkecuali dalam bidang Pendidikan. Di dalam pendidikan Islam kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang berbasis aqidah Islam yang hanya memiliki tujuan mencetak peserta didik menjadi manusia yang beriman, berkarakter serta berakhlakul karimah.
Karena pendidikannya berbasis Aqidah islam dan sumber pengajarannya Al quran dan hadits maka dengan sendirinya peserta didik akan memahami bahwa membantu sesama manusia adalah perintah dari Allah SWT yang jika dikerjakan akan dapat pahala bukan sekedar nilai kemanusiaan saja. Seperti firman Allah SWT di bawah ini:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Māidah: 2)
Juga sabda Rasulullah SAW
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, solusi untuk mengembalikan rasa kemanusiaan dalam diri peserta didik hanyalah dengan mengganti sistem pendidikan sekularisme menjadi sistem pendidikan Islam. Wallahu a'lam bishawwab.