Oleh Arsilah
Pemerhati sosial
Pendidikan adalah hak setiap warga negara dan merupakan sektor krusial dalam mencapai pembangunan manusia. Apalagi jika melihat potret buram pendidikan saat ini, seharusnya sektor pendidikan mendapatkan perhatian lebih, bukan malah menjadi objek yang dikenakan pajak. Baru- baru ini Pemerintah tengah mengajukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan sebesar 7%. Dengan demikian, maka jasa pendidikan tak lagi dikecualikan dalam lingkup non Jasa Kena Pajak (JKP).
Agenda tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI. https://nasional.kontan.co.id/news/kemenkeu-akan-pungut-pajak-jasa-pendidikan-ini-kriteria-sekolah-yang-kena-ppn-7
Dan rencana ini akan diterapkan usai pandemi korona.Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini pemerintah masih fokus dalam menangani pandemi serta fokus memulihkan ekonomi. https://insight.kontan.co.id/news/pajak-jasa-pendidikan-baru-dipungut-setelah-pandemi.
Sungguh miris rasanya, ditengah wabah yang belum berakhir, perekonomian lagi sulit, ditambah lagi pendidikan dikenakan pajak. Sungguh luar biasa beban yang dirasakan rakyat saat ini. Ini akibat paradigma sekuler kapitalis dimana lebih menomorsatukan ekonomi daripada rakyat. Kesejahteraan rasanya semakin jauh untuk kita dapatkan. Padahal negeri ini bukanlah tidak mampu, kekayaan alam begitu melimpah, tanahnya yang subur, pertanian, kehutanan, perairan, termasuk lautan Indonesia yang cukup melimpah ruah, belum lagi potensi tambang yang jika dikelola dengan benar tentu akan memberi maslahat besar bagi seluruh rakyatnya.
Namun faktanya, sumber-sumber ekonomi dan kekayaan itu terkonsentrasi pada segelintir orang, bahkan asing. Sementara mayoritas masyarakat justru hidup dalam kemiskinan dengan daya beli yang sangat minimal. Bahkan sebagiannya jatuh dalam kemiskinan dan kelaparan ekstrim yang mengenaskan.
Adapun terkait pendidikan dan kesehatan tak usah ditanya lagi. Sebelum pandemi saja, kapitalisasi di dua bidang tersebut sudah masif terjadi. Hingga ungkapan 'orang miskin dilarang pintar atau dilarang sakit' memang bukan basa basi.
Apalagi di situasi pandemi. Makin sedikit kesempatan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan dan pendidikan dengan layanan yang maksimal. Termasuk ketika pemerintah menjalankan program-program bantuan yang terkesan alakadarnya dan seringkali salah sasaran.
Tujuan dari, Penarikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara adalah bentuk kezaliman. "Dalam pandangan Islam menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama negara adalah bentuk kezaliman. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW menyatakan, tidak akan masuk surga para pemungut cukai," ujarnya.
Dalam sistem ekonomi Islam, sumber utama APBN adalah dari pengelolaan sumber daya alam. "Karena itu dalam pandangan Islam, haram hukumnya negara melakukan liberalisasi atau swastanisasi yaitu memberikan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah kepada swasta,".
Di dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Semua ini harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin. Hal ini karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat. Dengan politik ekonomi Islam, pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terealisasikan secara menyeluruh. Negara akan menjamin tercegahnya pendidikan sebagai bisnis atau komoditas ekonomi sebagaimana realita dalam sistem kapitalis saat ini.
Waallohu a' lam bishowab