Permenaker 5 Tahun 2023 lulus: Pengusaha Dielus, Buruh Digilas


author photo

25 Mar 2023 - 22.12 WIB



Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, alumni Pascasarjana Unlam

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengizinkan perusahaan berorientasi ekspor atau eksportir untuk memotong gaji buruh serta mengurangi jam kerjanya. Kebijakan ini dilakukan pada eksportir yang terdampak ekonomi global.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Sontak saja aturan tersebut mendapat penolakan dan demo besar-besaran oleh para buruh. Terdapat 4 alasan penolakan yang disampaikan oleh kaum buruh terhadap Permenaker 3/2023 tersebut. Pertama, peraturan itu diklaim bertentangan dengan aturan perundang-undangan mumai dari Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 13 tahun 2003. Dalam aturan tersebut, disebutkan pengusaha dilarang membayar upah buruh di bawah upah minimum.

Kedua, pemotongan tersebut akan berimbas ke penurunan daya beli masyarakat. Hal itu bisa jadi efek domino yang bisa berdampak bagi industri lain. Ketiga, implementasi Permenaker ini akan menimbulkan diskriminasi upah antara para pekerja industri padat karya berorientasi ekspor dengan yang domestik. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Perburuhan dan Konvensi ILO Nomor 133 tentang upah minimum.

Keempat, Permenaker ini akan menurunkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal itu karena daya beli akan semakin tergerus setelah sebelumnya tunjangan buruh di luar gaji pokok juga dipangkas. Selain akan berdemo, kalangan buruh juga akan mengajukan gugatan Permenaker ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta. Disamping itu, para buruh juga akan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung. (CNBC Indonesia.co, 19/3/2023)

Demikianlah kisruh yang terjadi ketika UU tidak berpihak pada rakyat, UU kembali dibuat berdasarkan kepentingan pengusaha. Padahal sebelumnya, nasib buruh juga dipertaruhkan dengan UU Ciptaker. Akhirnya, nasib buruh semakin digilas sedangkan pengusaha dielus agar usahanya berjalan baik. 

Dalam sistem kapitalis semua dilaksanakan berdasarkan asas manfaat dan untung, termaksud dalam pengurusan ketenagakerjaan. Sungguh ironis nasib para pekerja, mereka dieksploitasi akibat sistem kapitalis. Hal ini tentu sangat berbeda dalam sistem Islam dalam Khilafah. 

Islam mampu menyelesaikan segala permasalahan baik itu persoalan buruh terkait kontrak kerja dan pengusaha maupun transaksi ijarah. Dalam kitab Sistem Ekonomi Islam karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dituangkan bahwa Islam membolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga atau jasa para pekerja atau buruh yang bekerja untuk dirinya. Transaksi ijarah harus berupa transaksi yang jelas, tanpa ada penyebutan waktu pada beberapa pekerjaan bisa menyebabkan ketidakjelasan. Jika pekerjaan tersebut sudah tidak jelas maka hukumnya tidak sah. Apabila transaksi ijarah dilakukan untuk jangka waktu satu bulan atau satu tahun maka tidak boleh salah satu dari kedua belah pihak membubarkannya, kecuali apabila waktunya telah habis.

Syariah Islam menganggap pekerja (ajir) adalah setiap orang yang bekerja dengan gaji (upah) tertentu, baik yang memperkerjakan (musta'jir)-nya pribadi, jamaah, maupun negara. Karena itu pekerja mencakup orang yang bekerja dalam bidang kerja apa pun yang ada dalam pemerintahan Islam, tanpa membedakan apakah pegawai negara maupun pekerja lain. 

Selain mengatur masalah waktu, Islam pun mengatur masalah upah. Upah dalam Islam disebut ujrah. Upah adalah hak pemenuhan yang harus dikeluarkan dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang memperkerjakan. Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga kerja. 

Islam memberi aturan terhadap pengupahan tenaga kerja secara baik, yakni harus memenuhi prinsip adil dan mencukupi. Prinsip tersebut terangkum dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi: "Berikanlah kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan." 

Dengan diterapkannya sistem Islam dalam pengaturan urusan buruh dan tenaga kerja, maka bisa dipastikan tidak akan didapati perlakuan tidak adil, kebutuhannya pun tentu akan tercukupi. 

Sempurnanya Islam akan terwujud jika negara menerapkan Islam sebagai asas. Oleh karena itu, tidak cukup menolak UU Ciptaker dan kini Permenaker 5 tahun 2023. Tetapi tolak segala bentuk aturan manusia dan terapkan aturan Allah, yakni syariat Islam agar keberkahan dapat dirasakan oleh seluruh alam.
Wallahua'lam
Bagikan:
KOMENTAR