Oleh : Purwanti, S,Pd
(Guru BK, Pemerhati Pendidikan dan generasi)
Fakta Pengantar
Untuk mewujudkan pemerataan pendidikan, dibutuhkan keseriusan negara. Ini karena negara berkewajiban penuh untuk memenuhi hak rakyat dalam mendapatkan akses pendidikan dengan mudah. Pendidikan menjadi kebutuhan yang urgen karena untuk membangun dan memajukan suatu negara atau daerah dibutuhkan SDM yang berkualitas.
Beasiswa merupakan salah satu bantuan atau bentuk apresiasi untuk para pelajar atau mahasiswa berprestasi agar mereka bisa menuntut ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Beasiswa sering diberikan kepada para pelajar atau mahasiswa yang berprestasi dan juga ditujukan untuk pelajar atau mahasiswa yang memiliki prestasi baik namun kurang mampu dalam bidang ekonomi. Beasiswa Kaltim Tuntas – merupakan sebuah program beasiswa khusus dari pemerintah provinsi Kalimantan Timur bagi peserta didik dari daerah Kaltim. Dimana beasiswa Tuntas sendiri merupakan beasiswa khusus jenjang pendidikan tinggi.
Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT) merupakan sebuah bukti nyata keterlibatan pemprov Kaltim dalam memajukan bangsa pada bidang pendidikan. Dimana beasiswa Tuntas diberikan pada mahasiswa asal Kalimantan Timur yang sedang menjalani masa studi pada jenjang Diploma I, II, III, IV serta Sarjana S1, S2, S3.
Namun, Pencairan Beasiswa Kaltim Tuntas kepada 47.185 penerima menunjukkan berbagai permasalahan yang tak kunjung selesai. Meski program ini bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan, kenyataannya pelaksanaan di lapangan jauh dari harapan. Beberapa fakta mencuat: Pertama, Keterlambatan Pencairan Dana : Banyak mahasiswa penerima beasiswa mengeluhkan dana yang terlambat dicairkan. Kondisi ini membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan akademik, seperti membayar uang kuliah, membeli buku, atau mendukung aktivitas studi lainnya. Kedua, Minimnya Respons Penyelenggara : Keluhan penerima beasiswa tentang masalah administrasi sering kali tidak ditanggapi dengan serius oleh pihak penyelenggara. Komunikasi yang tidak transparan dan lambatnya tindak lanjut hanya memperburuk keadaan. Ketiga, Persyaratan dan Ketentuan yang Memberatkan :Syarat dan ketentuan untuk memperoleh beasiswa terkadang terlalu rumit. Akibatnya, mahasiswa yang sebenarnya membutuhkan bantuan justru gagal memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Masalah-masalah ini menggambarkan kelemahan sistem pengelolaan beasiswa yang seharusnya menjadi solusi bagi pendidikan, tetapi malah menjadi beban tambahan bagi mahasiswa.
Menganalisa Akar masalah
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan adalah aset besar untuk mempercepat pembangunan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemerintah harus mengupayakan agar aksesibilitas pendidikan ini bisa didapatkan dengan mudah oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Jika kita menganalisa persoalan dunia pendidikan kita saat ini, Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena sistem kehidupan kita saat ini diatur oleh sistem yang di namakan sistem kapitalis sekuler, termasuk di dalamnya sistem Pendidikan kita saat ini terkukung dalam Paradigma Kapitalistik. Sistem pendidikan dalam tatanan kapitalistik yang sering kali mengabaikan aspek kemanusiaan dan memprioritaskan aspek ekonomi. Beasiswa yang mestinya menjadi bentuk dukungan penuh dari negara kepada rakyat, malah dikaitkan dengan berbagai syarat yang rumit dan proses administrasi yang berbelit. Hal ini menunjukkan bahwa negara seolah setengah hati dalam menjamin pendidikan sebagai hak dasar rakyat.
Pendidikan diposisikan sebagai komoditas yang harus "dibayar" oleh rakyat, baik secara langsung melalui biaya pendidikan maupun secara tidak langsung melalui persyaratan yang memberatkan. Akibatnya, hanya segelintir masyarakat yang benar-benar dapat mengakses beasiswa secara optimal.
Keluhan yang disampaikan masyarakat dianggap Sebagai Masalah Teknis, Bukan Sistemik : Pemerintah sering kali menganggap keluhan terkait beasiswa hanya sebagai persoalan teknis yang memerlukan perbaikan prosedur. Padahal, akar masalahnya lebih dalam, yaitu paradigma pendidikan komersial yang tidak berpihak pada rakyat.
Penanganan masalah yang hanya menyasar pada perbaikan teknis, seperti penyederhanaan formulir atau penambahan petugas administrasi, tidak cukup untuk menyelesaikan masalah secara mendasar. Dibutuhkan perubahan paradigma dalam memandang pendidikan dan beasiswa sebagai hak rakyat yang wajib dipenuhi tanpa syarat yang memberatkan.
Belum lagi persoalan dunia pendidikan lainnya di negeri ini yang semakin hari semakin banyak saja, seperti meningkatnya siswa putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena faktor ekonomi, maraknya kasus bullying dengan kekerasan yang kerap menimbulkan korban jiwa, perzinaan, tawuran antar pelajar, dan dekadensi moral yang menimpa kaum pelajar sangat memprihatinkan.
Persoalan-persoalan tersebut sebetulnya merupakan buah busuk dari penerapan sebuah sistem, yaitu sistem sekuler kapitalisme yang lahir dari pemikiran kafir barat, ketika aturan yang diterapkan memisahkan agama dari kehidupan. Pada hakikatnya hanya akan menimbulkan perdebatan, perselisihan, permasalahan karena hanya berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi saja. Akhirnya negara yang harusnya menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyatnya, malah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangannya.
Negara lepas tangan dan memberikan peluang kepada pihak swasta yang mempunyai modal besar untuk membangun sekolah. Sistem ekonomi kapitalis yang diemban ini menjadikan penguasa materialistis, ditambah minimnya anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan, membuat pemerataan pendidikan mustahil terjadi.
Faktanya, saat ini banyak sekolah swasta yang fasilitas dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri. Rakyat pun terpaksa harus membayar mahal untuk mendapatkan sekolah yang berkualitas. Ini membuktikan bahwa penguasa hanya menjadi regulator atau fasilitator saja dan menyerahkan periayahan rakyat kepada pihak swasta.
Sistem ini yang membuat negara tidak memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi rakyat, tetapi negara memandang pendidikan sebagai sebuah barang yang hanya bisa dicapai ketika ada uang.
Negara membiarkan rakyat kalangan menengah ke bawah berjuang sendiri untuk mendapatkan pendidikan berkualitas di tengah ekonomi sulit saat ini. Padahal, jika melihat kekayaan SDA negeri ini, harusnya negara sangat mampu memberikan pendidikan gratis alias secara cuma-cuma dan berkualitas.
Namun, seperti yang kita ketahui bahwa saat ini SDA negeri ini sudah banyak yang dikuasai pihak asing, aseng, dan lokal yang mempunya modal besar. Keuntungan dan kesejahteraan yang didapat pun hanya dirasakan oleh segelintir orang yang berkuasa. Pada akhirnya, hal itu hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat kalangan bawah.
Di sisi lain, terkait dengan bantuan dari pemerintah, yaitu pemberian beasiswa untuk siswa atau mahasiswa berprestasi yang kurang mampu yang bertujuan mewujudkan pemerataan pendidikan, apakah ini benar-benar solusi atau hanya cari sensasi?
Dalam program ini, seolah-olah penguasa menjadi penolong bagi rakyat yang kesulitan ekonomi, padahal memang kewajiban negara menjamin seluruh pendidikan generasi, baik fasilitas, pembiayaan, dan segala kebutuhannya. Negara tidak memilah dan memilih Antara kaya atau miskin, nilainya bagus atau tidak. Aksesibilitas pendidikan harus didapatkan tanpa dipersulit dengan segudang persyaratan.
Maka dari itu, program ini sebetulnya tidak relevan. Sampai kapan pun, jika sistem ekonomi kapitalis yang berlandaskan asas manfaat ini diterapkan, tidak akan pernah mewujudkan pemerataan pendidikan di negeri ini.
Islam Solusi bagi Sistem Pendidikan saat ini
Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi oleh negara untuk seluruh rakyatnya. Solusi yang ditawarkan Islam untuk mengatasi masalah beasiswa dan pendidikan secara umum. Dalam Islam, negara (Khilafah) wajib menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat. Negara harus mentransformasi sistem pendidikan sekuler ke sistem pendidikan Islam yang jelas memiliki keunggulan.
Dalam sistem Islam, pendidikan adalah bagian dari kebutuhan kolektif yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara bertanggung jawab menyediakan pendidikan berkualitas tanpa memungut biaya dari rakyat. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw.:
"Imam (khalifah) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, dalam Islam, beasiswa tidak memerlukan syarat yang memberatkan. Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi.
Islam mengatur sistem Pendidikan yang mencakup :
Pertama, dibangun atas dasar paradigma Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).
Kedua, kurikulumnya berbasis akidah Islam. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalamnya berisi perangkat pembelajaran secara menyeluruh. Dalam Islam, kurikulum yang disusun harus berbasis akidah Islam. Tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu kehidupan. Dengan paradigma ini, pendidikan berjalan secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan, baik dari perangkat materi pelajaran, metode pembelajaran, strategi belajar, dan evaluasi belajar.
Ketiga, fasilitas pendidikan yang memadai. Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan. Semua itu menjadi tanggung jawab negara selaku penyelenggara pendidikan.
Negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan lain sebagainya.
Keempat, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos kepemilikan umum.
Seluruh pemasukan negara, baik di pos fai dan kharaj maupun pos kepemilikan umum, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, negara meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.
Kelima, guru dan tenaga pengajar profesional. Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.
Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar (setara Rp57 juta jika diasumsikan harga 1 gram emas sebesar Rp900.000) tiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari baitulmal.
Keenam, suasana lingkungan dan masyarakat yang kondusif. Negara tidak menoleransi segala bentuk pemikiran dan tsaqafah asing yang merusak. Suasana yang dibangun adalah masyarakat yang terbiasa berdakwah. Merekalah kontrol sosial sesungguhnya di tengah masyarakat.
Ketujuh, negara membolehkan individu atau swasta menyelenggarakan pendidikan secara mandiri. Hanya saja, kurikulum dan satuan pelajaran yang disusun tidak boleh menyalahi dan menyimpang dari syariat Islam. Negara akan melakukan pengawasan dan menindak tegas setiap hal yang menyalahi syariat Islam.
Khatimah
Demikianlah konsep pelaksanaan sistem pendidikan Islam. Dengan penerapan sistem pendidikan berbasis Islam dan ditunjang politik ekonomi Islam yang kafah, hak mendapat pendidikan dan memanfaatkan teknologi pendidikan dengan baik akan dirasakan semua kalangan. Tidak hanya siswa dan guru, masyarakat dan orang tua juga akan memetik hasil yang baik dari penerapan sistem pendidikan Islam yang utuh dan menyeluruh.
Permasalahan terkait beasiswa dan pendidikan, seperti yang terjadi pada program Beasiswa Kaltim Tuntas, menunjukkan kelemahan sistem pendidikan kapitalistik yang tidak berpihak pada rakyat. Islam memiliki solusi menyeluruh dengan menjadikan pendidikan sebagai hak dasar rakyat yang wajib dipenuhi negara tanpa syarat yang memberatkan.
Dengan menerapkan sistem pendidikan Islam, masalah seperti keterlambatan pencairan beasiswa, persyaratan yang rumit, dan minimnya respons penyelenggara dapat diatasi secara tuntas. Sistem ini tidak hanya memastikan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat, tetapi juga mencetak generasi unggul yang mampu memimpin peradaban.
Hanya dengan kembali kepada sistem Islam yang kaffah, pendidikan dapat dikelola dengan baik untuk kemaslahatan umat dan menciptakan generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman.
wallahualam