Penulis: Samsinah, Amd.Keb (Muslimah Peduli Umat)
Stunting merupakan suatu keadaan dimana tinggi badan anak lebih rendah dari rata-rata untuk usianya karena kekurangan nutrisi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Stunting ini adalah salah satu permasalahan besar yang tengah dihadapi Indonesia.
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bertujuan memberikan makanan bergizi kepada anak-anak. Akan tetapi bukannya menjadi solusi, program ini justru menimbulkan berbagai problematika mulai dari pendanaan, makanan yang tidak berkualitas dan membahayakan karena tidak di kelola dengan baik, hingga dugaan program ini hanya sekadar alat pencitraan politik.
Pendanaan menjadi permasalahan utama dalam pelaksanaan MBG. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan butuh anggaran mencapai Rp 100 triliun untuk memberi makan gratis ke 82,9 juta penerima manfaat. Sedangkan Anggaran program MBG yang ditetapkan dalam APBN hanya mencapai 71 triliun, dan hanya cukup untuk memberikan makan bergizi sebanyak 15 - 17,5 juta penerima manfaat.
Menteri dalam negeri Tito Karnavian juga mengungkapkan bahwa program MBG juga melibatkan pemerintah daerah dalam berkontribusi hingga diperkirakan mencapai 5 triliun. (CNBCIndonesia.com Jum'at 17/12025).
Namun hingga saat ini dana yang tersedia belum mencukupi. Untuk menutupi kekurangan dana pemerintah bahkan mempertimbangkan untuk memakai dana zakat hingga duit koruptor. (Viva.co.id kamis 16/1/2025). Hal ini menunjukkan kurangnya perencanaan matang dalam mengalokasikan anggaran. Alih-alih menjadi solusi justru pemerintah tampak gagap menghadapi tantangan pendanaan program MBG ini.
Masalah lain yang tidak kalah serius adalah kualitas makanan yang telah disalurkan. Seperti yang dilansir Tirto.id Jum'at (17/1/2025) bahwa ada 40 anak dari 200 siswa yang keracunan usai menyantap makanan menu MBG. Sehingga Pemerintah akan memperketat pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk menjaga kualitas makanan yang dibagikan pada anak sekolah.
Ketidakmampuan pemerintah dalam memastikan kualitas makanan yang disalurkan menunjukkan lemahnya sistem program ini. Sehingga menimbulkan pertanyaan "Bagaimana mungkin program yang dirancang untuk meningkatkan gizi anak-anak, justru berpotensi membahayakan kesehatan mereka?"
Kurangnya Riayah dalam Mengurus Rakyat
Banyaknya permasalahan dalam kebijakan MBG menunjukkan bahwa negara belum mampu mengurus rakyatnya. Kebijakan ini jauh dalam menyentuh akar penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan gizi dan tingginya angka stunting selama beberapa generasi.
Sesungguhnya MBG adalah proyek yang disampaikan dalam kampanye yang bertujuan untuk menarik simpati masyarakat luas dengan harapan menjadi poin yang menjadikannya terpilih. Hanya saja tidak bisa dihindari bahwa bahan kampanye menjadi proyek pencitraan yang bertujuan berpihak pada masyarakat tanpa menghitung berapa kebutuhannya . Tampaknya kebijakan ini tidak direncanakan secara matang , terbukti setelahnya terjadi berbagai masalah.
Semakin jelas bahwa program ini merupakan rencana populis. Sebagai program populis, MBG tampak dirancang untuk menarik simpati publik tanpa menyentuh akar permasalahan. Padahal penyebab utama tingginya angka stunting di Indonesia tidak hanya terkait pada makanan bergizi saja akan tetapi juga disebabkan oleh kemiskinan struktural, ketimpangan ekonomi dan lemahnya sistem pendidikan gizi di masyarakat.
Dalam menanggapi kelanjutan MBG dan segala kontroversinya, kita harus menyadari bahwa program ini sebenarnya telah cacat sejak awal. Kita juga patut mengkritisi bahwa rencana ini tak lain hanyalah penangguhan “kewajiban” yang sudah menjadi janji kampanye jelang pemilu presiden.
Sayangnya pemenuhan janji kampanye ini justru menegaskan ketidakmampuan pemerintah dalam mengurusi rakyatnya, tidak heran karena pemerintah sudah lama “tidak ikut campur” dalam urusan nyata masyarakat. Pada saat yang sama, persoalan penghidupan masyarakat merupakan kebijakan strategis yang pasti memerlukan banyak dana dan persiapan struktural dari pejabat terkait. Namun, pemerintah begitu gagap saat pelaksanaan di lapangan.
Di sisi lain ada indikasi bahwa program MBG ini justru menguntungkan korporasi. Pasokan makanan untuk program ini lebih melibatkan perusahaan besar, padahal petani lokal sebenarnya dapat menjadi penyedia bahan pangan justru terpinggirkan. Hal ini menunjukkan, bahwa dalam jangka panjang, kebijakan ini tidak membantu membangun kemandirian pangan nasional. Tapi justru memperkuat ketergantungan pada korporasi besar.
Program populis ini berpotensi menciptakan beban fiskal yang besar. Dengan anggaran yang tidak pasti, pemerintah kemungkinan besar akan menambah utang atau mengalihkan dana dari sektor penting lainnya, yang hanya akan memperburuk kondisi ekonomi negara dan menambah tekanan pada rakyat.
Solusi Islam Dalam Menangani Masalah Gizi dan Stunting
Keberlangsungan sistem sekuler kapitalisme jelas berbeda 180 derajat dengan sistem Islam dalam mengelola urusan rakyat. Dalam merealisasikan program serupa MBG maupun payung besar pencegahan stunting, negara Islam (Khilafah) tidak akan sibuk hanya pada aspek teknis sebagaimana pembagian dan penyaluran produk MBG ke seluruh pelosok negeri.
Khilafah selaku negara berideologi Islam akan fokus pada aspek sistemis untuk menyelesaikan beragam urusan umat. Khilafah wajib untuk menjamin pemenuhan kebutuhan asasi (primer) rakyat yang berupa sandang, pangan, dan papan. Khilafah akan menempuh berbagai mekanisme agar distribusi harta kepada rakyat bisa terealisasi secara merata individu per individu.
Pertama, pemenuhan kebutuhan dasar sebagai hak fundamental. Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan dasar, seperti makanan pakaian dan tempat tinggal adalah hak yang harus dijamin oleh negara. Rasulullah SAW bersabda : "Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR.Bukhari).
Kedua, kedaulatan pangan yang mandiri. Islam mendorong negara untuk membangun kedaulatan pangan melalui pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. Tanah-tanah pertanian yang subur dikelola untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas, sementara impor hanya dilakukan jika betul-betul diperlukan. Departemen kemaslahatan umum dalam sistem khilafah akan bertugas mengelola sektor ini, memastikan distribusi pangan berjalan adil dan merata.
Ketiga, pelibatan para ahli. Dalam merumuskan kebijakan, Islam menekankan pentingnya melibatkan para pakar yang kompeten. Dalam konteks pencegahan stunting negara akan bekerja sama dengan ahli gizi dokter dan ekonom untuk menyusun program yang berbasis data dan berkelanjutan.
Keempat, sumber pendanaan yang kokoh. Dana negara diperoleh dari zakat, jizyah, kharaj, dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan pengelolaan yang amanah dan transparan, dana ini cukup untuk membiayai berbagai program kesejahteraan tanpa membebani rakyat dengan pajak tinggi dan utang luar negeri.
Kelima, edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Selain memenuhi kebutuhan gizi, negara juga bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat dan konsumsi makanan bergizi. Islam memandang pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam membangun generasi yang kuat dan produktif.
Demikianlah Islam melalui sistem khilafah islamiyah memberikan solusi yang menyeluruh, adil dan berkelanjutan. Dengan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, membangun kedaulatan pangan, dan melibatkan para ahli, khilafah mampu menciptakan generasi yang cerdas, kuat dan sehat.
Wallahu a’lam bishawab.