Aktivis Muslimah Balikpapan
Laporan kasus kekerasan seksual yang menimpa bocah perempuan berusia 2 tahun di Balikpapan telah masuk Polda Kaltim sejak 4 Oktober 2024. Ini melibatkan tenaga ahli dari Kementerian PPPA untuk membantu proses penyelidikan.
Sebagai bentuk dukungan secara langsung, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi bertemu dengan korban dan sang ibu. Berlokasi di kantor UPTD PPA DP3AKB Balikpapan, Minggu (26/1).
Kementerian PPPA berupaya membantu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga keluarga yang mengalami masalah ini bisa mendapat keadilan sebagai warga negara Indonesia.
“Dalam kasus-kasus seperti ini negara harus hadir untuk membantu menyelesaikan persoalan,” katanya. Arifatul mengingatkan, semua pihak berkolaborasi menyelesaikan masalah ini sesuai tupoksi masing-masing.
Misalnya Kementerian PPPA melalui OPD terkait memberi pendampingan psikologi bagi korban dan keluarga. Sementara untuk penetapan tersangka diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Sekulerisme Gagal Lindungi Generasi
Dari pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Arifatul bahwa negara harus hadir dalam kasus yang sangat luar biasa mengkhawatirkan ini.
Dan kasus ini masih di tangani oleh aparat. Berbagai kasus pelanggaran, kekerasan seksual kian marak di negeri ini. Dan hal ini menjadi PR besar dan sangat mengkhawatirkan. Betapa tidak korban adalah seorang anak kecil umur 2 tahun.
Kehadiran negara di harapkan tidak sekedar hadir, namun melihat kasus ini semakin marak, pasti ada sumber utamanya.
Sistem sekulerisme telah gagal menjadi solusi tuntas terhadap maraknya kekerasan seksual dan sebagainya. Sistem sekulerisme ini membuat sudut pandang kebebasan adalah segalanya. Melampiaskan pada siapapun, bentuk apapun dan kondisi apapun. Sehingga hal ini pun seiring berjalan dengan sulit nya mendefinisikan aktivitas berikut nya. Pelecehan, kekerasan dan pelanggaran ataupun sebagainya. Ketika ini sulit di definisikan, pasti akan berdampak pada sulitnya menentukan hukuman atau sanksi bagi pelaku.
Sesuatu yang wajar dalam sistem sekulerisme. Sistem buatan manusia ini, berasal dari manusia. Manusia memiliki keterbatasan dan multi persepsi dan kepentingan.
Indonesia sudah darurat kekerasan seksual pada anak. Kegagalan negara dalam memberikan perlindungan kepada generasi dan masyarakat bersumber pada paradigma sekuler kapitalisme. Negara dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator saja. Sehingga perlu kehadiran negara sebagai Pelindung Kokoh untuk generasi.
Islam Kaffah Pelindung Generasi
Dalam pandangan Islam, negara memiliki peran sentral dalam menjaga dan melindungi generasi dan masyarakat dari kejahatan. Rasulullah ﷺ menjelaskan, penguasa bertanggung jawab atas rakyatnya sebagai pengurus dan pelayan urusan umat. Dari Abdullah bin Umar ra., Nabi ﷺ bersabda, “Ingatlah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam yang memimpin manusia adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya….” (HR Bukhari).
Adapun tanggung jawab negara dalam pengurusan tersebut tergambar dalam mekanisme berikut:
Pertama, negara menjamin hak-hak anak, yakni mendapat pendidikan yang layak, nafkah yang cukup, makanan bergizi seimbang, tersedianya rumah yang layak dan sehat, lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak, dan keluarga yang harmonis serta penuh kasih sayang.
Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dalam rangka mewujudkan generasi berkepribadian Islam yang bertakwa serta unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Layanan pendidikan ini diberikan secara gratis bagi seluruh rakyat. Sistem pendidikan Islam mencetak generasi beriman dan berakhlak mulia sehingga tidak ada tindakan eksploitatif, semisal kekerasan, pelecehan seksual, perundungan, dan sebagainya.
Kedua, negara akan mengeluarkan undang-undang yang mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslim, juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah Swt., serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat islami tersebut.
Dalam masyarakat islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan itu, memurnikan dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah Taala (Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah, Ajhizah Daulah al-Khilafah, hlm. 246)
Negara tidak akan membiarkan berbagai informasi dan konten negatif yang merusak anak, dan masyarakat yang menstimulasi kekerasan seksual seperti pornografi, kekerasan seksual, dan sejenisnya berkembang biak. Penyaringan informasi dan konten digital berada di bawah kendali khalifah melalui departemen penerangan dan informasi.
Ketiga, menegakkan sistem sanksi yang tegas. Ketika pencegahan sudah dilakukan secara maksimal, tetapi masih ada manusia yang melakukan kemaksiatan atau pelanggaran maka dilakukan aspek kuratif, yaitu penerapan sistem sanksi yang tegas. Hukum Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa (jawabir) dan memberikan efek jera (zawajir).
Islam memiliki definisi yang jelas atas kejahatan. Dalam kitab Nizham al-Uqubat wa al-Ahkam al-Bayyinat fil Islam hlm. 3, Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah menjelaskan, “Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Tercela (al-qabih) adalah apa yang Allah mencelanya pula. Itu sebabnya, suatu perbuatan tidak dianggap kejahatan kecuali jika ditetapkan oleh syariat bahwa perbuatan itu tercela. Ketika syariat telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan. Hal itu tanpa memandang tingkat tercelanya, yakni tanpa memperhatikan besar kecilnya kejahatan. Hukum syarak telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa yang harus dikenai sanksi. Demikianlah, dosa itu substansinya adalah kejahatan. Kejahatan bukanlah fitrah manusia. Kejahatan bukan pula profesi yang diusahakan oleh manusia. Kejahatan bukan pula penyakit yang menimpa manusia.
Akan tetapi, kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan manusia yang lain.”
Sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan akan mengukuhkan peran negara sebagai pengurus (raa’in) dan perisai (junnah) rakyat dari kejahatan dan kemaksiatan. Sungguh, Negara Khilafah menjalankan aturan Islam kafah dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya dalam menjamin serta menjaga generasi dari apa saja yang membahayakan keberlangsungan hidup mereka.