Lhokseumawe – Proyek penyambungan pipa PDAM Ie Beusarre Rata di Kota Lhokseumawe, yang digagas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sejak 2022 hingga 2024, kini menyeruak sebagai simbol kegagalan pengelolaan anggaran publik. Anggaran hingga Rp 5 miliar digelontorkan, tapi tak satu tetes air pun mengalir ke rumah warga, Sabtu (21 Jun 2025).
Janji pemenuhan air bersih berubah menjadi ironi menyakitkan. Infrastruktur yang disebut-sebut sudah dibangun justru terbengkalai. Pipa transmisi mati, reservoir belum rampung, dan sambungan rumah tangga pun tak berfungsi. Sementara itu, warga hanya bisa gigit jari—ditinggalkan proyek besar yang nihil manfaat.
Lebih ironis, data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat proyek ini dalam daftar temuan resmi. Namun hingga hari ini, tidak ada yang digugat. Tidak ada yang diproses. Yang ada hanya penjelasan berputar-putar, penuh dalih keterbatasan anggaran dan pembangunan bertahap.
Konfirmasi media kepada Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR, T. Syahrial, justru mengaburkan persoalan. Ia menyebut penyebabnya adalah tunggakan retribusi PDAM kepada PT PAG, yang membuat pasokan air baku anjlok dari 36 liter/detik menjadi hanya 8 liter/detik pada 2024. Akibatnya, aliran air ke wilayah Muara Dua tak bisa dijalankan. Pipa yang dibangun sejak 2022 pun menjadi besi tua tak berguna.
"Pembangunan tidak bisa sekaligus karena keterbatasan anggaran, harus bertahap dan berkesinambungan," dalih Syahrial.
Padahal, publik tak sedang meminta dalih. Yang dibutuhkan adalah air bersih yang dijanjikan dan pertanggungjawaban atas dana miliaran yang sudah dihabiskan.
Apakah proyek ini sungguh-sungguh dibangun sesuai rencana? Ataukah ini hanya proyek fiktif berkedok pembangunan? Fakta bahwa air tak mengalir dan fasilitas tak berfungsi menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa anggaran dan permainan proyek.
Saatnya KPK dan Kejaksaan Turun Tangan!
Warga Lhokseumawe sudah cukup bersabar. Proyek bernilai miliaran yang berujung pada kemarau keran di rumah mereka adalah penghinaan terhadap akal sehat. Indikasi korupsi berjemaah tak boleh dibiarkan begitu saja menguap bersama anggaran yang raib.
Jika benar ada pelanggaran, ini bukan lagi sekadar proyek gagal teknis. Ini adalah kejahatan terhadap rakyat. Dan siapa pun yang terlibat dari penyusun anggaran, pelaksana proyek, hingga pihak pengawas—harus diseret ke meja hukum.
Pejabat Bungkam, Air Tak Mengalir, Uang Rakyat Melayang Masih Mau Diam?
Rakyat tidak butuh janji kosong atau rencana tahun depan. Mereka butuh air hari ini. Dan mereka menuntut keadilan: Siapa yang bermain di balik proyek ini? Siapa yang harus dipenjara?
Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Bila kasus ini kembali dibiarkan, maka jelas: korupsi atas nama pembangunan akan terus menjadi tradisi. Dan rakyat akan terus menjadi korban yang dibungkam dengan dalih-dalih teknis.(A1)