Kantor FIF Lhokseumawe Disulap Jadi Penjara: Konsumen Disekap 16 Jam, Negara ke Mana?


author photo

25 Sep 2025 - 23.19 WIB


LHOKSEUMAWE – Sebuah praktik yang menyerupai penyanderaan manusia diduga terjadi di kantor FIF Finance Lhokseumawe. Seorang konsumen, Muhammad Reza, mengaku ditahan selama 16 jam penuh di dalam kantor perusahaan pembiayaan itu. Kasus ini bukan hanya mengguncang publik, tapi juga menelanjangi wajah gelap bisnis leasing di Aceh.

Dari Konsumen Jadi Tahanan

Reza, warga Lhoksukon, dijemput debt collector pada Rabu (24/9/2025) malam. Ia dibawa ke kantor FIF Lhokseumawe tanpa bisa menolak. Sesampainya di sana, ia tidak diperbolehkan pulang. Malam itu, ia dipaksa tidur di mushalla kantor perusahaan.

“Ibu saya datang membawa uang Rp 8 juta lebih untuk bayar tunggakan, tapi ditolak. Saya merasa diperlakukan bukan sebagai manusia, tapi tawanan,” kata Reza dengan suara bergetar.

Pasal KUHP hingga UU HAM Dilanggar

Koordinator Satgas Percepatan Pembangunan Aceh (PPA), Tri Nugroho Panggabean, menyebut kasus ini bukan sekadar pelanggaran etika bisnis, melainkan kejahatan serius.

“Ini jelas penyanderaan! Pasal 333 ayat (1) KUHP menyatakan siapa pun yang merampas kemerdekaan orang lain bisa dihukum delapan tahun penjara. FIF tidak bisa berlindung di balik alasan penagihan,” tegasnya, Kamis (25/9/2025).

Lebih jauh, Tri menyoroti pelanggaran hak asasi. “Pasal 4 UU HAM menjamin hak kebebasan pribadi. Tidak ada satu pun aturan yang membolehkan perusahaan memperlakukan konsumen layaknya napi. Ini pelecehan terhadap martabat manusia,” ujarnya tajam.

Diamnya Aparat, Ujian untuk Negara

Tri mendesak polisi dan jaksa agar segera bertindak. “Kalau dibiarkan, praktik keji ini akan berulang. Aparat jangan tidur. Diam berarti berpihak pada pelaku!” seru Tri.

Ia juga menuding Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlalu sering bersembunyi dalam isu-isu sensitif seperti ini. “BPSK wajib hadir, OJK harus berani cabut izin operasional FIF kalau terbukti. Negara jangan membiarkan rakyat diperlakukan seperti budak di tanahnya sendiri,” tandasnya.

Perusahaan Tutup Mulut

Hingga berita ini diturunkan, Kepala FIF Group Lhokseumawe, M. Reza Fahlevi, menolak berkomentar. Pihak perusahaan juga belum mengeluarkan klarifikasi resmi.

Gelombang Amarah Publik

Kasus ini memicu kemarahan luas. Organisasi masyarakat sipil seperti LSM Cakra bahkan turun langsung membawa masalah ini ke Polsek Banda Sakti. Publik mendesak agar penegakan hukum tidak sekadar formalitas, melainkan memberi efek jera nyata.

Tri Nugroho menutup keterangannya dengan peringatan keras “Hukum ada untuk melindungi rakyat, bukan untuk dipermainkan perusahaan rakus. Kalau negara diam, rakyat akan menganggap hukum sudah mati.” (A1)
Bagikan:
KOMENTAR