BANDA ACEH – Warga Banda Aceh kembali dibuat resah. Air yang mengalir dari keran rumah bukanlah air bersih sebagaimana dijanjikan, melainkan cairan keruh, berbau, dan tak layak pakai. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius ada apa dengan PDAM Tirta Daroy?
Fauzul Kabir, mahasiswa UIN Ar-Raniry, menilai kasus ini tidak bisa dipandang enteng. Menurutnya, kelalaian PDAM bukan sekadar persoalan teknis, melainkan pelanggaran terhadap hak dasar masyarakat atas layanan publik yang bermutu.
“Bayangkan, masyarakat rutin membayar iuran bulanan, tapi yang mengalir justru air berwarna dan berbau. Ini jelas bentuk ketidakadilan,” ujarnya.
Air Kotor, Risiko Kesehatan
Air keruh yang didistribusikan PDAM bukan hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tapi juga berpotensi memicu penyakit. Beberapa warga mengaku khawatir anak-anak mereka mengalami iritasi kulit atau gangguan kesehatan lain akibat penggunaan air kotor tersebut.
Fakta di lapangan memperlihatkan, pengawasan internal PDAM lemah, sementara upaya peningkatan kualitas layanan nyaris tidak terlihat. Ironisnya, perusahaan daerah yang seharusnya mengutamakan kepentingan publik ini justru terkesan menutup mata.
Tiga Tuntutan Mendesak
Warga menilai PDAM Tirta Daroy harus segera mengambil langkah nyata. Setidaknya ada tiga tuntutan yang kini bergema di masyarakat:
1. Audit total terhadap sumber air baku dan jaringan distribusi.
2. Transparansi penuh mengenai penyebab air keruh kepada publik.
3. Kompensasi nyata bagi pelanggan terdampak, bukan sekadar janji perbaikan.
Hak Dasar, Bukan Layanan Komersial
Air bersih adalah kebutuhan paling mendasar bagi kehidupan. Jika PDAM Tirta Daroy gagal menjamin hak tersebut, maka yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi perusahaan, melainkan juga kesehatan ribuan jiwa warga Banda Aceh.
“Air bersih bukan barang dagangan, melainkan hak rakyat. PDAM harus segera bertanggung jawab,” tegas Fauzul menutup pernyataannya.(**)