Skandal Kematian Anak Yatim: Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh Utara Diduga Abai, DPRK Desak Dicopot!


author photo

20 Jun 2025 - 21.16 WIB


Aceh Utara – Tragedi memilukan menimpa Sultan (13), seorang anak yatim piatu asal Gampong Blang Pha, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara. Bocah malang ini menghembuskan napas terakhir pada Jumat, 20 Juni 2025, setelah berbulan-bulan berjuang melawan penyakit saraf kejepit akut, tanpa secuil pun uluran tangan dari Baitul Mal Aceh Utara, Jumat 20 Jun 2025.

Ironisnya, Sultan sempat dirujuk ke RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh pada 6 Mei 2025 setelah menjalani perawatan awal di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe. Namun hingga ajal menjemput, bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang. Lembaga yang seharusnya menjadi pelindung anak yatim dan kaum dhuafa justru bungkam, tak bergeming sedikit pun.

"Memalukan dan tidak berperikemanusiaan!" tegas Wakil Ketua DPRK Aceh Utara, Haji Jirwani alias Nekjir, dalam pernyataan pedasnya. Politisi Partai Adil Sejahtera Aceh (PAS) ini mengungkapkan bahwa Bupati Aceh Utara, melalui perintah langsung, telah memerintahkan Baitul Mal untuk membantu Sultan. Tapi realitanya? Tidak satu rupiah pun mengalir ke keluarga korban.

“Ayah Wa (Bupati Aceh Utara) sudah perintahkan langsung. Tapi saat Sultan meninggal dunia, tak ada satu pun bantuan yang turun. Di mana hati nurani mereka?” seru Nekjir dengan nada geram.

Ini bukan kejadian pertama. Menurut Nekjir, Baitul Mal Aceh Utara sudah berkali-kali menunjukkan sikap lamban, birokratis, bahkan diduga tidak peduli terhadap penderitaan warga miskin dan anak yatim. Mereka dinilai lebih sibuk mengurus administrasi ketimbang nyawa manusia.

DPRK pun mendesak langkah tegas. Nekjir meminta Bupati segera mengevaluasi total jajaran di tubuh Baitul Mal, terutama mencopot Kepala Sekretariat yang dinilai menjadi biang utama kelumpuhan respons lembaga tersebut.

“Sudah cukup! Kepala Sekretariat Baitul Mal harus dicopot. Terbukti abai, tidak peka, dan mengabaikan perintah pimpinan. Ini soal nyawa manusia, bukan sekadar berkas!” tegasnya lagi.

Tragedi Sultan telah membuka borok pengelolaan dana umat di Aceh Utara. Lembaga yang harusnya jadi sandaran para dhuafa justru menjadi simbol kelumpuhan birokrasi dan hilangnya empati. Sampai kapan pejabat publik bermain aman di atas penderitaan rakyat?.(CB)

Bagikan:
KOMENTAR