Aceh Utara — Alih-alih fokus pada mutu pendidikan anak usia dini, anggaran PAUD di Aceh Utara tahun 2024 justru didominasi oleh proyek-proyek fisik dan honorarium yang nilainya mencengangkan. Ironisnya, sementara kualitas layanan PAUD di lapangan masih jauh dari ideal, miliaran rupiah justru dihamburkan ke pos-pos yang sarat pemborosan dan patut dipertanyakan urgensinya, Senin (13 Juli 2025).
Swakelola ‘Mewah’, Siapa yang Diuntungkan?
Pembangunan melalui skema swakelola di sejumlah lembaga pendidikan anak usia dini terkesan jor-joran. Tengok saja:
Pembangunan ruang kelas baru di SKB Aceh Utara menyedot Rp 665,8 juta.
Taman bacaan masyarakat plus perabotannya menelan Rp 442,4 juta.
Ruang praktik SKB Aceh Utara menyusul dengan anggaran Rp 381,5 juta.
Bahkan ruang UKS di TK Pembina Paya Bakong dibangun dengan dana Rp 95,4 juta.
Jika ditotal, belanja fisik swakelola ini menguras lebih dari Rp 2,2 miliar. Pertanyaannya: apakah fasilitas ini benar-benar mendesak, atau sekadar cara elegan menghabiskan anggaran?
Honorarium 'Sultan': PAUD atau Ajang Bancakan?
Lebih mencengangkan lagi, sederet honorarium dengan rincian mengular memenuhi laporan anggaran. Dalam satu tahun saja, lebih dari Rp 500 juta digelontorkan hanya untuk membayar narasumber, panitia, moderator, fasilitator, hingga sekretariat pelaksana kegiatan.
Tak tanggung-tanggung, ada satu item honor narasumber yang nilainya mencapai Rp 29,7 juta, dan beberapa kegiatan pelatihan dihargai puluhan juta rupiah per sesi. Bahkan ada honor Rp 200 ribu yang disisipkan, seolah sekadar ‘menggenapi’ lembar laporan.
Apakah kegiatan-kegiatan ini benar-benar dilakukan? Ataukah hanya seremonial semu demi menjustifikasi anggaran?
Jasa Guru dan Tenaga Bhakti: Ketimpangan yang Menyolok
Anggaran untuk guru tenaga bhakti murni memang besar, yaitu mencapai Rp 1,09 miliar. Namun, jika dibandingkan dengan total belanja lain, terutama pembangunan dan honor, alokasi ini terlihat seperti pemanis belaka. Ketika gedung baru dibangun megah, bagaimana nasib kesejahteraan dan kapasitas guru-guru PAUD yang sejatinya menjadi pilar utama pendidikan anak usia dini?
Anggaran BOS dan BOP: Besar di Angka, Kecil di Rasa?
Dua pos raksasa lainnya yang mencolok adalah:
Belanja Hibah Dana BOSP-BOP PAUD sebesar Rp 8,42 miliar
Belanja Hibah Dana BOSP-BOP Kesetaraan sebesar Rp 13,02 miliar
Namun lagi-lagi, transparansi pemanfaatan dana tersebut masih menjadi tanda tanya besar. Apakah betul seluruh dana disalurkan tepat sasaran kepada lembaga PAUD di pelosok, atau justru tenggelam dalam mekanisme yang rumit dan tidak diawasi?
Perjalanan Dinas PAUD: Mobilitas Tinggi, Kinerja?
Tak kalah menyita perhatian adalah biaya perjalanan dinas. Untuk ukuran program PAUD, angka-angka berikut tergolong mewah:
Rp 81 juta untuk satu jenis perjalanan dinas biasa
Rp 15,6 juta untuk paket meeting luar kota
Ditambah belanja perjalanan lainnya yang totalnya mencapai ratusan juta rupiah
Di sisi lain, pertanyaan mendasarnya tetap sama: apa hasil dari semua perjalanan ini?
Dihiasi Seminar dan Rapat, Dihantui Layanan yang Buruk
Dari pengadaan tas khas Aceh seharga Rp 16,6 juta, pelatihan senilai Rp 250 ribu hingga Rp 14 juta, hingga sewa hotel dan gedung rapat, terlihat bahwa anggaran lebih difokuskan pada citra dan seremonial belaka. Sementara layanan PAUD di lapangan, terutama di daerah terpencil, masih berkutat pada persoalan klasik: kekurangan alat, guru tak tetap, hingga minimnya akses pelatihan berkualitas.
Pertanyaan Besar untuk Pemerintah Aceh Utara:
Apakah anggaran PAUD 2024 ini benar-benar untuk kepentingan anak-anak? Atau justru jadi ladang empuk bagi segelintir oknum untuk berpesta anggaran?
Jika anak usia dini adalah masa emas pembentukan karakter, maka pemborosan ini adalah kejahatan terhadap masa depan.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp Kepala Bidang PAUD Aceh Utara Mahdalena, SE, MM. sampai berita ini layangkan tidak merespon dan tidak memberikan tanggapan apa pun meskipun pesan konfirmasi sudah dibaca. (A1).