Oleh: Annisa Fitriyani, S.Pd
Pernyataan mengejutkan datang dari anggota Kongres Amerika Serikat, Randy Fine, yang menyerukan penggunaan bom nuklir di Jalur Gaza. Pernyataan ini bukan hanya tidak etis, tapi juga secara terang-terangan bertentangan dengan hukum internasional, prinsip dasar kemanusiaan, serta nilai-nilai agama manapun.
Apa yang disuarakan oleh politisi seperti Fine mengungkap realitas pahit: umat Islam diperlakukan semena-mena, bahkan dianggap tidak layak untuk dihargai nyawanya. Lebih menyedihkan lagi, ketika seruan biadab seperti ini tidak direspons dengan tegas oleh para pemimpin negeri-negeri Muslim. Mereka memilih diam, menjaga relasi politik dan kekuasaan, meski rakyat Palestina disiksa dan dibantai di depan mata dunia. Diamnya mereka bukan sekadar kelalaian, tapi merupakan pengkhianatan terhadap amanah umat dan ajaran Islam itu sendiri.
Kehancuran Gaza hari ini adalah cerminan nyata kegagalan sistem global dalam menjaga martabat manusia. Bayi-bayi dibunuh, rumah sakit dihancurkan, dan rakyat dibiarkan kelaparan. Semua itu terjadi karena dunia saat ini dikendalikan oleh sistem yang menjadikan kekuasaan, keuntungan, dan kepentingan sebagai poros kebijakan. Kapitalisme global tak memedulikan kemanusiaan, apalagi nilai-nilai ketuhanan. Dalam sistem ini, nyawa manusia bisa dikorbankan demi sumber daya atau pengaruh geopolitik.
Sistem semacam itu jelas tidak layak mengatur dunia. Ketika hukum tunduk pada kekuasaan, ketika kebebasan dibajak oleh penjajahan, dan ketika keadilan hanya milik yang kuat, maka kita sedang hidup dalam kegelapan yang panjang. Dunia membutuhkan tatanan baru yang menghormati manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Allah.
Sistem Islam datang dengan solusi yang mendasar dan menyeluruh. Bahkan dalam kondisi perang, Islam telah menetapkan aturan yang sangat adil dan manusiawi. Islam tidak memperbolehkan pembunuhan terhadap warga sipil, anak-anak, orang tua, maupun perempuan. Islam juga melarang perusakan fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah. Bahkan dalam syariat, ladang dan kebun sebagai sumber penghidupan pun harus dilindungi. Semua ini menunjukkan bahwa Islam menjadikan nyawa manusia sebagai sesuatu yang sakral, bukan sekadar statistik korban.
Namun semua nilai luhur ini tidak akan bisa diwujudkan tanpa penerapan Islam secara menyeluruh (kaffah). Dibutuhkan institusi yang mampu menegakkan hukum-hukum Allah secara global, melindungi umat, dan menjadi mercusuar keadilan bagi seluruh dunia. Itulah fungsi Khilafah Islamiyah, sebuah sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah ﷺ dan dijalankan para Khulafaur Rasyidin setelah beliau wafat.
Khilafah bukan sekadar impian masa lalu. Ia adalah kebutuhan mendesak umat hari ini. Tanpa institusi politik yang mempersatukan negeri-negeri Muslim dan membela darah kaum Muslim, umat akan terus dipermainkan dan ditindas. Perjuangan menegakkan kembali Khilafah adalah perjuangan untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan umatnya.
Namun, perubahan besar ini tidak akan terjadi dengan gerakan sporadis atau upaya individual. Diperlukan kesadaran kolektif dan perjuangan bersama di bawah bimbingan jamaah dakwah yang konsisten berpegang pada metode dakwah Rasulullah ﷺ. Umat harus bersatu, menyambut seruan ini dengan ikhlas, dan meninggalkan ketergantungan pada sistem kufur yang hanya membawa kehinaan.
Kemuliaan umat hanya akan terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah. Dan Islam hanya akan tegak secara sempurna dengan keberadaan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah—sebuah kepemimpinan global yang menjadikan wahyu sebagai sumber hukum dan menjadikan umat sebagai satu tubuh yang saling membela.
Sudah cukup umat ini dihina dan dilemahkan. Kini saatnya bangkit dan memperjuangkan kembali kemuliaan yang hanya akan datang bersama tegaknya Khilafah.