Langsa, 13 Agustus 2025 — Menanggapi pernyataan resmi Perum Bulog Aceh yang mengklaim stok beras medium (SPHP) aman hingga akhir tahun 2025 dan rencana pengiriman ribuan ton beras ke Sumatera Utara, kami dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Langsa menegaskan bahwa masyarakat Aceh berhak mendapatkan jawaban konkret dan transparan, bukan sekadar klaim tanpa data.
“Kami mempertanyakan di mana data kuantitatif dan laporan transparan yang membuktikan ketersediaan stok beras di Aceh. Sampai saat ini, masyarakat Aceh masih merasakan dampak kenaikan harga beras yang cukup signifikan. Data resmi Badan Pangan Nasional per 11 Agustus 2025 menunjukkan harga rata-rata beras premium secara nasional sudah mencapai Rp16.054 per kilogram, atau 7,7 persen di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) nasional sebesar Rp14.900 per kilogram. Di Aceh, data Bapanas per 6 Agustus 2025 mencatat harga beras premium Rp16.490 per kilogram dan beras medium Rp15.499 per kilogram, jauh melampaui HET zona II yang berada di kisaran Rp13.100 per kilogram. Tanpa data dan informasi yang terbuka, pernyataan Bulog akan sulit diterima secara kredibel oleh publik,” ujar Teuku Muntasya Dimar, Ketua BEM FEBI IAIN Langsa.
Berdasarkan laporan media terpercaya serta hasil pemantauan dan aspirasi masyarakat, kami mencatat bahwa pengiriman beras dari Aceh ke Sumatera Utara telah mencapai 4.000 ton dari total rencana 8.000 ton. Sementara itu, berdasarkan data resmi Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 11 Agustus 2025, harga rata-rata beras premium secara nasional mencapai Rp16.054 per kilogram, yaitu 7,7 persen di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) nasional sebesar Rp14.900 per kilogram. Di Aceh sendiri, harga beras premium dan medium tercatat jauh melampaui HET zona II, masing-masing berada pada Rp16.490 dan Rp15.499 per kilogram. Kenaikan harga beras di beberapa daerah Aceh selama beberapa bulan terakhir bahkan diperkirakan mencapai 15-25 persen, sebuah fakta yang tidak bisa diabaikan.
Narasi Bulog yang hanya mengaitkan kenaikan harga dengan siklus tanam dan panen adalah terlalu simplistik. “Kenaikan harga beras dipengaruhi juga oleh praktik spekulasi dan penahanan stok yang harus diawasi ketat oleh Bulog sebagai lembaga negara yang memiliki mandat menjaga stabilitas pangan dan harga,” kata Muntasya.
Selain itu, kualitas beras medium yang disediakan Bulog juga harus mendapat perhatian serius. “Kami mendesak Bulog memperjelas standar mutu dan mekanisme pengawasan kualitas beras agar konsumen tidak dirugikan dengan beras yang tidak sesuai standar,” tegasnya.
Lebih jauh, kami mendesak Pemerintah Aceh sebagai otoritas daerah untuk melakukan audit langsung terhadap operasional Perum Bulog Aceh. “Audit ini penting agar pengelolaan stok, distribusi, dan kebijakan pengiriman beras dapat diawasi secara transparan dan akuntabel demi kepentingan rakyat Aceh,” pungkas Muntasya.
Ketahanan pangan dan stabilitas harga beras di Aceh bukan masalah sepele. “Jika Bulog tidak mampu memberikan data dan penjelasan transparan, maka publik berhak mempertanyakan komitmen mereka terhadap kesejahteraan masyarakat Aceh,” tegasnya.
BEM FEBI IAIN Langsa menuntut agar Perum Bulog Aceh segera membuka data stok dan distribusi beras secara berkala dan melibatkan publik serta pemangku kepentingan dalam pengawasan agar kebijakan distribusi pangan benar-benar berpihak pada rakyat Aceh.(**)