Oleh : Hartatik
Pemerhati sosial
Ribuan bangku kosong di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Samarinda menjadi alarm terbuka bagi penyelenggara pendidikan negeri. Darlis Pattalongi, Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), mengungkap bahwa jumlah kursi siswa yang belum terisi di SDN mencapai lebih dari 2.000. Temuan ini menandakan rendahnya peminatan masyarakat terhadap sekolah negeri sehingga menuntut perbaikan segera (info satu.Co, 08/07/25)
Berdasarkan laporan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) kota Samarinda daya tampung untuk jenjang SD mencapai 12.118 siswa, namun hanya 9.886 siswa yang diterima. Untuk jenjang SMP untuk total dari daya tampung 10.004 siswa, baru terisi 9.211 siswa. Artinya masih tersisa 2.322 kursi kosong di SD dan 962 di SMP. Pemkot berharap pengisian kuota ini berjalan transparan dan adil dan tidak ada praktik titipan atau manipulasi data (nomorsatukaltim.disway.id, 08/07/25)
Fenomena sekolah kekurangan siswa baru ini, diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti penurunan angka kelahiran, urbanisasi dan perpindahan penduduk, preferensi orang tua terhadap sekolah swasta atau berbasis agama serta kondisi sekolah yang tidak layak atau minim tenaga pendidik. Selain itu faktor demografi dan persebaran penduduk yang menjadi penyebab rendahnya jumlah pendaftar di sejumlah sekolah. Faktor lainnya, banyak pilihan alternatif sekolah yang dianggap lebih unggul para orang tua.
Jadi pertanyaan buat masyarakat kenapa SD negeri kurang diminati diantaranya yaitu, dianggap kualitas pendidikan kurang memadai seperti sekolah swasta, masalah fasilitas yang tidak seperti sekolah-sekolah swasta, jumlah siswa biasanya banyak jadi murid tidak mendapat perhatian sepenuhnya oleh guru, kurikulum yang tidak se fleksibel sekolah swasta dan kurangnya perhatian dari pemerintah dan guru yang kurang berkompeten.
Tidak cukup membenahi layanan pendidikan, namun harus ada perubahan secara menyeluruh dalam dunia pendidikan mulai dari landasan, kurikulum hingga pelaksanaan pendidikan.
Pendidikan Swasta lebih diminati meski mahal tapi berkualitas, porsi agama dan kepribadian dianggap lebih, orang tua lebih percaya ketimbang sekolah negeri.
Kesadaran para orangtua akan kualitas pendidikan adalah faktor penting yang tidak bisa diabaikan. Demi kualitas itu, mereka rela membayar biaya mahal, bahkan ada yang sampai harus berhutang. Sayang sistem kapitalisme tidak memperhatikan hakikat fungsi pendidikan itu sendiri. Kapitalisme hanya berorientasi profit atau materi sehingga pendidikan pun menjadi salah satu target kapitalis.
Sistem kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis, bukan kwajiban negara. Pendidikan menjadi mahal karena kapitalisme memposisikan sebagai komoditas ekonomi. Akibatnya, pendidikan berkualitas hanya bisa diakses oleh yang mampu. Sedangkan rakyat kecil terbebani dan harus memaksakan diri demi pendidikan anak.
Namun kita patut mengkritisi bahwa sebenarnya pendidikan yang mahal bukanlah segalanya, masyarakat mestinya mengubah arah pandang memahami bahwa pendidikan adalah bagian dari komersilisasi dan kapitalisasi pendidikan sehingga berpotensi besar untuk melenyapkan ruh pendidikan itu sendiri.
Ini tentu tidak sejalan dengan hakikat pendidikan sebagai proses tranfer ilmu dan kontekstualisasi keilmuan itu dalam kehidupan.
Evaluasi sekolah seharusnya tidak ada perbedaan swasta atau negeri, agama atau swasta serta tidak ada kasta dalam pendidikan. Sistem Kapitalisme sekuler membuat pendidikan kehilangan visi misinya.
Pengaturan Islam terhadap pendidikan sangat jauh berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme. Islam memosisikan pendidikan sebagai bagian dari kebutuhan publik yang disediakan oleh negara. Dalam Islam, pendidikan adalah fasilitas umum dari negara untuk rakyatnya, bukan komoditas ekonomi sebagaimana cara pandang kapitalistik.
Islam mewajibkan negara menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya. Pembiayaan pendidikan menurut Islam tidak dibebankan kepada rakyat, tetapi dikelola oleh negara. Penguasa negara Islam (Khilafah) merealisasikan fungsi pelayanan itu sebagaimana tuntunan syariat. Dalam Khilafah, negara wajib menyediakan pendidikan gratis, berkualitas, dan merata untuk seluruh rakyat tanpa membedakan status sosial atau wilayah tempat tinggal.
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul maal (kas negara). Sistem pendidikan bebas biaya tersebut berdasarkan ijma’ shahabat yang memberi gaji kepada para pendidik dari baitul maal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Pada Sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar. Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.
Begitu pula dengan Madrasah An Nuriah di damaskus yang didirikan pada abad keenam hijriyah oleh khalifah Sultan Nuruddin Muhammad zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi
Demikianlah, Sistem Islam mewajibkan negara menjalankan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan dengan melakukan apa saja yang dapat mewujudkan terpenuhinya hak pendidikan setiap anak, kenyamanan mereka selama bersekolah, dan kesejahteraan para tenaga pendidik. Semua itu terpenuhi dan terjamin agar sistem pendidikan Islam benar-benar berjalan secara optimal dalam menciptakan generasi bertakwa, cerdas, dan bermanfaat ilmunya bagi kemaslahatan hidup manusia. Wallahu a'lam bish shawab.