Triliunan Rupiah di RSUDZA Disorot BPK, Publik Teriak Uang Rakyat Terancam


author photo

23 Agu 2025 - 14.30 WIB



BANDA ACEH – Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) kembali menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kelemahan serius dalam tata kelola keuangan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2024 mencatat temuan mencapai Rp1,05 triliun yang dinilai rawan menimbulkan kerugian daerah.

BPK menyoroti piutang macet, obat-obatan kadaluarsa, hingga pengelolaan kas yang tidak optimal. Antara lain, klaim BPJS Kesehatan tahun 2017 sebesar Rp21,59 miliar tak tertagih, piutang dari Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Rp23,16 miliar, serta obat dan bahan medis kadaluarsa senilai hampir Rp300 juta. Selain itu, kas rumah sakit Rp29,41 miliar tidak ditempatkan dalam deposito sehingga menghilangkan potensi pendapatan bunga.

Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Formaki) menilai temuan ini bukan sekadar catatan teknis. “Angka ini sangat mengejutkan. Di balik nilai fantastis tersebut ada hak-hak publik yang terabaikan,” kata Ketua Umum Formaki, Sabtu (23/8/2025).

Formaki juga menyesalkan pemborosan obat-obatan. “Di saat rakyat kecil susah membayar biaya berobat, manajemen rumah sakit justru membiarkan obat menjadi sampah. Ini bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik,” tegasnya.

Kritik juga datang dari aktivis sosial Anwar Daod alias Tengku Rabo. Menurutnya, anggaran besar RSUDZA selama ini minim pengawasan. “RSUDZA seperti kerajaan tersendiri yang tidak boleh dijamah siapapun. Anggaran triliunan berputar tanpa kontrol memadai,” ujarnya.

Upaya wartawan meminta tanggapan Direktur RSUDZA, dr. Isra Firmansyah Sp.A (K), tidak membuahkan hasil. Panggilan telepon tidak dijawab, sementara Humas RSUDZA, Rahmadi, hanya menyampaikan permintaan maaf tanpa memberi konfirmasi lebih lanjut.

Hingga kini temuan BPK masih berupa catatan administratif. Namun desakan publik agar Kejaksaan Tinggi Aceh dan Polda Aceh turun tangan semakin menguat. Formaki menilai rekomendasi BPK tidak memberi efek jera dan mendesak pembentukan tim khusus penyelidikan.

Publik kini menanti langkah konkret Pemerintah Aceh. “Kalau tidak segera ditindaklanjuti, angka triliunan itu hanya akan menjadi sejarah buruk yang berulang,” kata Tengku Rabo.(RB)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT