Kasus HIV Meningkat Buah Penerapan Sistem Rusak Sekulerisme


author photo

2 Sep 2025 - 18.52 WIB



Oleh: Ferdina Kurniawati 
Aktivis Dakwah Muslimah 

Kasus HIV di Kota Samarinda, kembali mengkhawatirkan. Sepanjang Januari hingga Juli 2025, Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda mencatat ratusan kasus baru. Pencegahan penularan HIV yang dapat berujung pada kematian dapat dilakukan dengan adanya keterbukaan dari masyarakat.
Kepala Dinkes Samarinda, Ismed Kusasih menyadari bahwa, melawan HIV bukan sekadar soal menyediakan obat atau alat pemeriksaan. Lebih dari itu, dia menekankan pentingnya keterbukaan dan kolaborasi lintas pihak. “Penanganan HIV tidak bisa hanya mengandalkan dinas kesehatan. Harus kolaboratif, karena ini erat kaitannya dengan perilaku seksual,” ujarnya kepada Kaltim Post, Minggu (10/8/2025).
HIV kini masuk dalam 12 standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Posisi ini menegaskan urgensi penanganan HIV, sejajar dengan layanan untuk ibu hamil, bayi, balita, usia sekolah, usia lanjut, hipertensi, diabetes melitus, gangguan jiwa berat, dan tuberkulosis.
Langkah awal, kata Ismed, adalah memetakan faktor risiko penularan. Dari sana, upaya menghapus diskriminasi terhadap orang dengan HIV (ODHIV) menjadi agenda yang tak kalah penting. “Seperti Covid-19, kalau mau menekan angka kasus, penanganan harus dimulai dari hulunya,” ujarnya.
Tidak semua kasus HIV di Samarinda berasal dari warga kota ini. Skrining yang dilakukan di sebuah tempat, misalnya, kerap mendapati orang dari luar daerah positif HIV. Meski begitu, data mereka tetap tercatat di basis data Samarinda.
"Misalnya dia kerja di Samarinda, lalu dinyatakan positif saat dilakukan pemeriksaan di Samarinda. Maka, dia masuk data di sini," jelasnya. Nah, dr Ismed Kusasih menggarisbawahi bahwa stigma negatif terhasap ODHIV membuat sebagian orang enggan menjalani pemeriksaan. Padahal, seluruh puskesmas di Samarinda kini mampu melakukan skrining dan pengobatan dengan jaminan kerahasiaan.
“Jauhi penyakitnya, bukan orangnya. HIV menular melalui aktivitas seksual, dan semua layanan kita bersifat rahasia,” kata Ismed. Sejak Januari hingga Juli 2025, Dinkes Samarinda memeriksa 20.613 orang. Dari jumlah itu, ditemukan 223 kasus baru, sementara 220 orang masih menjalani pengobatan.
“Semua 223 orang itu saat ini berada dalam tahap pengobatan,” tambah Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Samarinda, Nata Siswanto. Data 2025, sebanyak 63 orang positif HIV yang telah berkembang menjadi AIDS meninggal dunia. “Kalau sistem imun turun, tubuh mudah diserang penyakit. Umumnya, mereka yang meninggal sudah lama sakit. Bagi yang rutin mendapat obat, harapan hidup lebih panjang karena virus bisa ditekan,” tutur Nata.
Data terbaru menunjukkan sekitar 51% kasus HIV baru yang terdeteksi diidap oleh remaja. Jika dahulu kasus HIV/AIDS pada anak muda itu akibat pemakaian jarum suntik yang bergantian, tetapi sekarang cenderung akibat hubungan seksual.
Lebih menyedihkan lagi, mayoritas penderita HIV/AIDS adalah pelaku L687. Memang, berdasarkan data Kemenkes, penularan HIV di Indonesia masih didominasi kelompok heteroseksual, yakni sebanyak 28,1% dari total keseluruhan kasus. Namun, menyusul 18,7% total keseluruhan kasus di Indonesia dialami oleh kelompok L687.

Omong Kosong HAM
Hak asasi manusia (HAM) selama ini acapkali menjadi alibi terkuat untuk menepis stigma terhadap perilaku seks bebas dan L687. Seks bebas diposisikan sebagai aspek individualisme yang menjadi jargon besar pemikiran sekuler yang lahir dari ideologi kapitalisme.
Demikian halnya L687, para pelaku dan pembelanya selama ini mati-matian mencari celah untuk memperjuangkan nasib L687 yang konon selalu tersingkir dan terdiskriminasi oleh masyarakat umum. Tidak heran, mayoritas negara maju pengasong sekularisme pun ramai-ramai melegalkan pernikahan sesama jenis demi tunainya kebebasan berperilaku yang tidak lain adalah salah satu pilar sistem demokrasi, sistem yang mewadahi penerapan kapitalisme.
Kasus HIV/AIDS adalah data yang selalu disembunyikan agar pelaku L687 mendapatkan ruang dalam tata pergaulan normal di tengah masyarakat. Padahal, keberadaan mereka sejatinya adalah racun yang sangat menghancurkan masyarakat.
Bagaimanapun, HIV/AIDS adalah akibat pasti bagi pelaku seks bebas, terlebih jika mereka L687. Namun, data HIV/AIDS sangat jarang diungkap ketika mereka sedang berbusa-busa mengampanyekan ide sesat seks bebas dan L687. 
Jelas, perjuangan atas nama HAM yang mereka dengungkan selama ini sejatinya hanyalah omong kosong besar agar ide busuk mereka dapat selalu terkemas manis dan terus tersebar untuk menghancurkan generasi, terkhusus di negeri-negeri muslim.

Aturan Tegas
Islam memiliki aturan tegas perihal seks bebas dan L687. Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah Taala, Sang Khalik yang menciptakan manusia dan Maha Mengetahui fitrah manusia. Allah telah menyediakan aturan yang juga pasti sesuai fitrah manusia itu sendiri.
Pembangkangan manusia pada aturan Allah telah menyebabkan kebebasan berperilaku tumbuh subur, khususnya dalam naungan payung individualisme yang terjamin oleh sistem demokrasi dan kapitalisme dengan aturan sekuler yang menjadi pelumasnya.
Jika mayoritas kasus HIV/AIDS tersebab oleh perilaku seks bebas terutama oleh pasangan sesama jenis, lihatlah bahwa Islam sungguh telah menyediakan aturan mengenai haramnya hubungan sesama jenis. Islam juga mengharamkan seks bebas dengan lawan jenis. Islam bahkan telah menutup pintu-pintu menuju liberalisasi seksual (zina), seperti pergaulan bebas (dengan lawan jenis maupun sejenis), bercampur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), dan berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram (khalwat).
Allah Taala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur [24]: 2).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti pada umatku adalah munculnya perilaku kaum Luth.” (HR Tirmidzi).
Beliau saw. juga bersabda, “Siapa yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan homoseksual seperti kelakuan kaum Luth, maka bunuhlah keduanya (pelaku dan objeknya).” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Jika aturan Islam diterapkan, perilaku seks bebas dapat dihentikan. Kasus HIV/AIDS tidak lagi menjadi fenomena gunung es. Jelas, Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu memutus rantai liberalisasi seksual.
Wallahu alam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR