Banda Aceh – Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) mengingatkan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan publik terkait penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Ketua SAPA, Fauzan Adami, menegaskan bahwa ucapan seorang gubernur memiliki bobot dan dapat menjadi pedoman dalam pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, menurutnya, tidak pantas jika seorang pemimpin asal mengeluarkan pernyataan yang bisa menyesatkan arah penggunaan CSR.
“Gubernur adalah pemimpin tertinggi di Aceh, setiap pernyataan beliau bisa menjadi rujukan dan bahkan aturan di kemudian hari. Jadi jangan asal bicara. CSR itu kewajiban perusahaan terhadap lingkungan sekitar, bukan dana hibah yang bisa dibagi seenaknya,” kata Fauzan, Rabu 10 September 2025.
Ia menambahkan, dasar hukum CSR telah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 menyatakan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini diperkuat pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Menurut Fauzan, logika penyaluran CSR perusahaan daerah Aceh ke luar wilayah Aceh sangat bertentangan dengan amanat undang-undang, apalagi jika perusahaan tersebut didirikan dengan modal saham rakyat Aceh dan beroperasi penuh di Aceh.
“Bagaimana mungkin CSR perusahaan daerah bisa disalurkan ke seluruh Indonesia, sementara di Aceh sendiri masih banyak persoalan serius seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang harus diperbaiki. Dana CSR seharusnya diarahkan untuk mempercepat pembangunan Aceh agar masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya,” tambahnya.
Selama ini, SAPA aktif mendorong agar perusahaan-perusahaan di Aceh menyalurkan CSR secara transparan dan akuntabel, dengan prioritas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemberdayaan ekonomi, dan penguatan infrastruktur sosial di Aceh.
Fauzan menegaskan, justru sangat tidak wajar jika pemimpin daerah membenarkan penyaluran CSR ke luar Aceh, sementara rakyat di daerah sendiri masih membutuhkan dukungan besar dari dana tersebut.
“CSR bukan hanya soal kewajiban hukum, tetapi juga moral. Perusahaan daerah yang berdiri di atas tanah Aceh dan mendapat keuntungan dari sumber daya Aceh, wajib mengembalikan manfaatnya untuk rakyat Aceh. Jangan sampai kebijakan salah kaprah ini menjadi preseden buruk ke depan,” pungkasnya.(**)