Oleh : Leha (Pemerhati Sosial)
Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar terutama dalam pertambangan. Namun sayangnya belum sepenuhnya berhasil mengolah kekayaan tersebut untuk kesejahteraan rakyatnya secara merata.
Dalam beberapa pekan terakhir sejumlah titik di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) hingga Samarinda diduga menjadi lokasi penambangan liar. Aksi 'main serobot' para oknum penambang liar ini bukan hanya mengancam kelestarian lingkungan tetapi juga berpotensi merugikan keuangan daerah karena menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kaltim. (Sumber Tribun Kaltim 13/10/2025)
Potensi kerugian negara akibat tambang ilegal sangat fantastis karena uangnya tidak kembali ke daerah. Sejumlah lembaga dan aktivis lingkungan menyoroti penanganan pemerintah terkait tambang ilegal. Janji pemerintah untuk menertibkan aktivitas tambang ilegal dianggap hanya isapan jempol.
Jatam mencatat pada periode 2018—2022 ada 168 titik tambang ilegal yang beroperasi di empat kabupaten/kota. Jatam Kaltim sempat melaporkan sebelas kasus tambang ilegal ke kepolisian, tetapi hanya dua yang ditindak oleh aparat, yakni di Desa Makroman dan Desa Sumbersari.
Munculnya ribuan tambang ilegal selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa terjadi pembiaran sistemis dan kelalaian negara dalam melakukan pencegahan dan penindakan tegas.
Selain itu praktik ekonomi liberal yang berasaskan sekuler kapitalisme menciptakan banyak kesenjangan ekonomi, masalah kesejahteraan hidup, serta tata kelola kepemilikan tambang.
Permasalahan tambang legal maupun ilegal tidak bisa terlepas dari sistem yang mengaturnya. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, tambang sebagai aset bebas yang boleh dimiliki oleh siapa saja yang bermodal. Akhirnya pengelolaan tambang tidak lagi menjadi kewajiban negara, tetapi diserahkan kepada individu, swasta, bahkan asing.
Seketat apa pun aturan dan pengawasannya, jika liberalisasi tambang masih berjalan, itu hanya menjadi kesia-siaan. Negara ingin memburu tambang-tambang ilegal yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Lalu bagaimana dengan tambang-tambang legal yang mengeruk kekayaan alam demi meraup keuntungan dan memperkaya diri?
Untuk itu butuh solusi yang dapat menjaga kelestarian lingkungan dan menyejahterakan rakyat. Ini ada pada Islam. Dalam Islam sumber daya alam adalah sebagai harta milik umum. Negara dilarang menyerahkan pengelolaannya baik pada aspek eksplorasi, eksploitasi, maupun distribusi kepada individu, swasta, apalagi asing.
Negaralah pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola harta milik umum tersebut dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat berupa pemenuhan kebutuhan primer sandang pangan dan papan serta kebutuhan sekunder pendidikan kesehatan keamanan dan infrastruktur.
Rasulullah saw bersabda:
“Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”
Dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur Pasal 137 tentang harta milik umum dan jenis-jenisnya, disebutkan, “Kepemilikan umum mencakup tiga jenis harta: (a) segala sesuatu yang menjadi bagian dari kemaslahatan umum masyarakat, seperti tanah lapang di sebuah negara; (b) barang tambang yang depositnya sangat besar, seperti sumber-sumber minyak; (c) benda-benda yang tabiatnya menghalangi monopoli seseorang atas penguasaannya, seperti sungai-sungai.”
Sistem politik dan ekonomi Islam berperan untuk menjamin SDA tambang agar dapat dikelola sesuai syariat. Pengelolaan SDA tambang adalah tanggung jawab negara. Tambang besar (depositnya melimpah) dikelola negara, sedangkan tambang yang kecil (depositnya sedikit) tetap boleh dikelola rakyat. Namun, semuanya tetap dalam tanggung jawab negara, termasuk pada aspek penanggulangan dampaknya terhadap lingkungan.
Ini adalah wujud negara yang berperan sebagai pengurus rakyat dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Mekanisme eksplorasi SDA tambang dilakukan berdasarkan dalil-dalil Syara' yang akan direalisasikan oleh negara sebagai sistem pelaksana syariat Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu'alam bissawab.