Jalan Menuju Iman di Tengah Gempuran Sistem Kapitalisme


author photo

17 Nov 2025 - 20.08 WIB


Oleh: Yeni Farida

Di tengah kemajuan peradaban modern, banyak orang justru merasakan rapuhnya iman. Masjid terbuka luas, kajian menyebar di mana-mana, dan akses ilmu agama begitu mudah. Namun anehnya, semakin maju teknologi, semakin banyak pula manusia yang merasa kosong. Ada kehampaan yang dirasakan dalam kehidupan yang penuh dengan gemerlap. Akar persoalannya bukan sekadar kesibukan hidup, melainkan sistem yang membungkus seluruh aspek kehidupan hari ini, tidak lain adalah kapitalisme.


Kapitalisme, sebuah sistem yang meniadakan peran tuhan di ranah publik membentuk budaya hidup yang serba cepat, serba materi, dan berorientasi pada keuntungan. Manusia bekerja bukan semata mencari nafkah, tapi mengejar gaya hidup. Kebahagiaan dinilai dari harta, bukan dari kedalaman iman. Nilai diri diukur dari apa yang dimiliki, bukan dari ketakwaan.

Tak mengherankan banyak orang tampak sukses, tetapi hatinya hampa. Ada yang hidup berkecukupan, namun kehilangan ketenangan. Fenomena ini menunjukkan bahwa manusia telah kehilangan arah ruhaniah di tengah peradaban yang modern.



Iman Mudah Melemah 


Banyak faktor yang menyebabkan iman kita melemah, diantranya adalah cara berpikir materialistis yang menggerus ruhani

Kapitalisme menempatkan nilai manusia pada kepemilikan, bukan kepribadian atau ketakwaannya. Pola pikir materialistis ini melahirkan ambisi tanpa batas, kompetisi tidak sehat, dan orientasi hidup yang serba duniawi.

Akibatnya, manusia jarang lagi bertanya:

“Untuk apa aku hidup?”

“Siapa yang menciptakan aku?”

"Apa tujuan aku diciptakan?"

"Setelah kehidupan ini berkahir, ada apa dan kemana fase selanjutnya?"


Padahal, pertanyaan-pertanyaan mendasar inilah yang menumbuhkan iman.

Kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan. Sebagai sistem sekuler, kapitalisme menempatkan agama hanya di ruang ibadah, bukan pada aturan hidup. Dampaknya luas, ekonomi berjalan tanpa nilai iman,

politik tanpa moral, meletakkan kebenaran pada suara mayoritas, yang hisa jadi suara mayoritas menentang kebenaran itu sendiri. Pendidikan tanpa orientasi akhirat, lahir generasi pintar secara akademik tapi tidak memilki akhlak dan etika yang baik.


Sistem kapitalis juga telah menjadikan hiburan tanpa batas. Agama akhirnya dianggap urusan personal, bukan pedoman dalam setiap aspek kehidupan. Di sinilah iman mulai melemah.

Ditambah lagi ingkungan hidup yang tidak ramah iman. Coba kita lihat Iklan, media, tren sosial, dan budaya konsumtif terus mendorong manusia untuk tampil, bersaing, dan mengejar popularitas. Bersaing mengejar viral, semua demi cuan tidak lagi menjadikan standar halal dan haram sebagai acuan. Sedikit sekali ruang yang mengingatkan manusia akan perannya sebagai hamba Allah.

Iman bukan hilang karena manusia tidak ingin beriman, tetapi karena sistem hidup menenggelamkan kesadaran sebagai seorang hamba yang harus tunduk pada penciptaNya.


Jalan Menuju Iman: Melawan Cara Berpikir Kapitalis

Memperkuat iman tidak cukup hanya dengan ibadah ritual. Dibutuhkan perubahan cara berpikir dan lingkungan hidup yang mendukung.

1. Menyadari Bahwa Kita Hamba, Bukan Konsumen

Iman tumbuh dari kesadaran bahwa hidup memiliki arah dan akhir. Kesadaran ini muncul ketika manusia merenungi ciptaan Allah, membaca ayat-ayat Qur’ani dan kauniyah, memikirkan tujuan hidupnya.
Ini adalah langkah awal untuk keluar dari pola pikir kapitalistik.

2. Memasukkan Agama ke Seluruh Aspek Kehidupan

Iman tidak bisa hanya kuat di masjid. Ia akan hidup ketika mewarnai seluruh tindakan, seperti menggunakan sistem ekonomi sesuai syariat, menjaga pergaulan, memilih pekerjaan halal, menjadikan Allah tujuan setiap keputusan.

Dengan demikian, iman tidak berhenti pada ritual, tetapi hadir dalam keseharian.

3. Membangun Lingkungan yang Menguatkan Kesadaran Iman

Lingkungan kapitalis mudah melemahkan iman. Sebaliknya, lingkungan yang syar’i akan menguatkannya. Kita perlu teman yang mengajak kepada kebaikan, komunitas yang saling mengingatkan, kajian yang menguatkan cara berpikir beriman. Iman tumbuh subur ketika lingkungannya tepat.


Iman Membutuhkan Sistem yang Benar

Perjalanan menuju iman bukan hanya soal salat dan doa. Ia memerlukan cara berpikir yang selaras dengan fitrah, lingkungan yang mendukung, dan sistem hidup yang tidak menjauhkan agama dari kehidupan.

Selama manusia hidup dalam sistem yang meminggirkan peran iman, maka keretakan spiritual akan selalu mengintai. Karena itu, memperkuat iman berarti memperbaiki pola pikir—dari materialistis menjadi spiritual, dari sekuler menjadi taat.

Iman adalah perjalanan panjang, dan setiap perjalanan dimulai dari satu langkah kecil: menyadari bahwa kita hanyalah hamba Allah, bukan budak kapitalisme.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Bagikan:
KOMENTAR