Kasus Edy Botak, Kapitalisme Biang Narkoba


author photo

16 Nov 2025 - 14.24 WIB




 Oleh: Yeni

Penangkapan kurir narkoba bernama Edy Botak oleh BNNK Nunukan menambah daftar panjang kasus peredaran narkoba yang terus berulang di wilayah perbatasan Indonesia. Pelaku yang sebelumnya berstatus buron itu ditangkap ketika bersembunyi di plafon rumah, setelah beberapa waktu melarikan diri dari kejaran aparat. Kronologi penangkapan tersebut sebenarnya hanyalah satu bagian kecil dari persoalan yang lebih besar: mengapa kasus seperti ini terus terjadi, bahkan setelah ribuan kurir ditangkap dan berton-ton barang haram berhasil diamankan?

Untuk memahami persoalan secara mendalam, kita tidak cukup berhenti pada fakta penangkapan semata. Kita perlu menganalisis akar masalahnya dengan lebih tajam, terutama dikaitkan dengan sistem kapitalisme dan sistem sekuler yang hari ini menjadi dasar pengaturan negeri. Sebab, tanpa melihat fondasi sistem yang melahirkan kondisi tersebut, masyarakat hanya akan sibuk dengan kasus demi kasus tanpa pernah menyelesaikan sumber masalah yang sebenarnya.


Ketika Kurir Menjadi Korban Sistem yang rusak

Fenomena kurir narkoba seperti Edy Botak bukanlah hal baru. Banyak di antara para pelaku hanyalah kaki tangan kecil jaringan internasional yang jauh lebih besar dan terorganisasi. Para kurir ini biasanya tergiur oleh iming-iming uang cepat, pekerjaan instan, atau tekanan ekonomi yang membuat mereka mengambil risiko besar.

Di Nunukan, sebagai daerah perbatasan yang dekat dengan negara tetangga, arus masuk barang-barang terlarang sangat sulit dibendung. Wilayah perairan yang luas, jalur laut yang panjang, serta minimnya pengawasan membuat daerah ini menjadi salah satu pintu masuk favorit jaringan narkoba internasional. Maka tidak mengherankan jika kasus-kasus semacam ini selalu muncul kembali, sekalipun aparat telah bekerja keras melakukan penindakan.


Kapitalisme dan Cara Pandangnya terhadap Keuntungan

Mengapa kasus narkoba tidak pernah selesai, kita harus melihat cara kerja sistem kapitalisme, sebuah sistem yang menempatkan keuntungan materi sebagai tolok ukur utama suksesnya seseorang maupun suatu bisnis. Kapitalisme melahirkan pola hidup materialistik, yaitu pola pikir yang menganggap bahwa nilai seseorang ditentukan oleh seberapa banyak uang yang ia miliki.

Dalam situasi seperti ini, masyarakat menjadi mudah tergiur untuk melakukan apa saja demi uang—bahkan sekalipun cara tersebut haram dan membahayakan. Di sinilah kurir narkoba menemukan ruang geraknya. Dengan tawaran uang cepat, mereka menjadikan aktivitas ilegal tersebut sebagai jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Kapitalisme juga memunculkan kesenjangan ekonomi yang tinggi. Ketika lapangan pekerjaan minim, harga-harga kebutuhan meningkat, sementara pendapatan tetap rendah, sebagian masyarakat mencari jalan keluar melalui pekerjaan terlarang. Inilah gambaran realitas yang terjadi pada banyak kurir, termasuk di wilayah perbatasan.


Sistem yang dipakai di negeri kita adalah sistem sekuler, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Agama dianggap hanya mengatur ibadah pribadi, sementara urusan hukum, ekonomi, sosial, dan pendidikan ditentukan oleh aturan buatan manusia.

Akibat dari sistem sekuler antara lain:

1. Nilai halal–haram tidak menjadi pertimbangan utama.
Banyak tindakan dilakukan dengan pertimbangan untung-rugi, bukan benar-salah menurut agama.


2. Tidak ada rasa takut kepada Allah dalam keputusan hidup.
Orang berani mengambil jalan haram karena standar moral hanya berdasarkan aturan negara, bukan akidah.

3. Pencegahan lemah, penegakan bersifat reaktif.
Negara baru bertindak setelah kejahatan terjadi. Pengamanan perbatasan tidak menutup akar masalah.

4. Hukuman tidak memberi efek jera.
Penjara dalam sistem sekuler tidak membuat banyak pelaku insaf atau jera, sehingga kasusnya berulang.

Dalam kondisi ini, kurir seperti Edy Botak adalah “produk” dari tatanan yang tidak mampu membangun kesadaran moral yang kuat serta tidak menutup ruang terjadinya kejahatan secara sistemis.

Perbatasan dalam Kapitalisme: Celah Pasar Gelap. 

Kapitalisme membuka ruang lebar bagi mobilitas barang dan aktivitas ekonomi, termasuk perdagangan bebas di perbatasan. Namun dalam kenyataannya, perdagangan bebas tersebut juga menciptakan “pasar gelap” bagi jaringan narkoba.

Selama ada permintaan dan potensi keuntungan besar, kapitalisme tidak mampu secara efektif mencegah munculnya pasar ilegal. Mekanisme pasar kapitalis hanya mengatur suplai–demand, bukan halal–haram atau maslahat–mafsadah.

Maka, sekalipun aparat rutin menangkap kurir-kurir kecil, pasar narkoba tetap tumbuh subur karena sistem ekonominya memberi peluang bagi kejahatan untuk berkembang.


Penegakan Hukum yang Bersifat Parsial. 

Dalam sistem kapitalisme-sekuler, penegakan hukum bersifat parsial dan sporadis. Aparat memang bekerja keras, tetapi mereka bekerja pada tataran permukaan. Ketika satu kurir ditangkap, jaringan akan mencari orang baru. Ketika satu jalur ditutup, jaringan akan membuka jalur lain. Siklus ini tidak pernah selesai.

Bandar besar sulit disentuh karena memiliki kekuatan uang dan koneksi. Sementara kurir kecil seperti Edy Botak hanya menjadi korban yang ditangkap satu per satu tanpa pernah memotong akar jaringan.


Pendekatan Sistem Islam

Untuk membandingkan dan melihat alternatif solusi yang lebih komprehensif, kita bisa melihat bagaimana Islam dalam tatanan sistemnya menyelesaikan masalah seperti narkoba.

1. Hukuman yang Tegas dan Mendidik

Dalam sistem Islam, penyalahgunaan dan peredaran narkoba masuk dalam kategori ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan negara untuk menjaga keamanan masyarakat. Hukuman ini bisa sangat berat hingga ke tingkat hukuman maksimal, bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah kerusakan lebih besar.

2. Pencegahan Sistemik, Bukan Sekadar Penindakan

Negara dalam sistem Islam menutup rapat seluruh pintu masuk maksiat, termasuk jalur-jalur perdagangan barang berbahaya. Pengawasan perbatasan sangat ketat dan tidak membuka ruang bagi pasar bebas yang bisa dimanfaatkan jaringan narkoba.

3. Pendidikan Berbasis Akidah

Islam mendidik masyarakat agar memiliki standar moral yang jelas: halal–haram. Orang takut melakukan kejahatan bukan hanya karena takut ditangkap, tetapi karena takut kepada Allah.

4. Sistem Ekonomi yang Menghilangkan Kesenjangan

Islam menjamin kebutuhan dasar rakyat dan mengatur kepemilikan agar tidak terjadi kesenjangan tajam. Dengan demikian, masyarakat tidak mudah tergiur menjadi kurir hanya demi uang.


Memotong Akar, Bukan Hanya Ranting

Kasus Edy Botak bukan sekadar cerita penangkapan seorang kurir di plafon rumah. Ia adalah potret kecil dari masalah besar dalam sistem kapitalisme-sekuler yang melahirkan kemiskinan, ketimpangan, pasar ilegal, dan lemahnya moral masyarakat. Selama sistem ini masih menjadi dasar pengaturan negeri, kurir-kurir baru akan terus lahir, jaringan narkoba akan terus mencari celah, dan kasus serupa akan terus berulang.

Solusi sejati bukan hanya mengejar pelaku satu per satu, tetapi mengubah sistem yang menjadi tempat tumbuhnya kejahatan itu. Hanya dengan menutup akar masalah, masyarakat dapat terbebas dari ancaman narkoba yang terus menghantui generasi muda dan merusak masa depan bangsa.

Wallahualam bissawab.
Bagikan:
KOMENTAR