Mahasiswa FK USK Raih Juara 1 Nasional TYMPANIC 2025 Lewat Inovasi Antihelmintik KUBA


author photo

17 Nov 2025 - 13.34 WIB




Banda Aceh, 15 November 2025 — Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (USK), Mahlil Jibran, kembali mengharumkan nama almamater dengan meraih Juara 1 Lomba Esai Ilmiah TYMPANIC 2025, sebuah kompetisi nasional bergengsi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tahun ini, TYMPANIC mengusung tema besar “Optimizing Prevention, Diagnosis, and Early Intervention in Tropical Infectious Diseases”, dengan fokus karya Mahlil pada subtema “Cacingan sebagai Masalah Gizi Tersembunyi pada Anak-Anak.”

Sebagai mahasiswa yang aktif bergerak dalam dunia riset kesehatan masyarakat, Mahlil memiliki ketertarikan besar pada isu malnutrisi tersembunyi dan penyakit infeksi tropis yang masih menjadi beban kesehatan di Indonesia.

Dalam karya berjudul “KUBA: Formulasi Wafer Antihelmintik dari Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) dan Bangle (Zingiber purpureum) sebagai Alternatif Penuntasan Kecacingan pada Anak Indonesia”, Mahlil memperkenalkan inovasi berbasis herbal lokal yang diformulasikan dalam bentuk wafer manis, mudah dikonsumsi anak-anak, dan kaya kandungan bioaktif. KUBA dihadirkan sebagai solusi komprehensif untuk memutus rantai penularan kecacingan melalui pendekatan edukasi, inovasi pangan, dan pemberdayaan masyarakat.

*KUBA: Inovasi Herbal Lokal untuk Mengatasi Kecacingan pada Anak*
KUBA tidak hanya hadir sebagai wafer antihelmintik, tetapi juga sebagai bagian dari program edukasi kesehatan terpadu yang ditujukan untuk anak usia sekolah dasar—kelompok dengan prevalensi kecacingan tertinggi. Formulasinya mengandalkan gabungan senyawa aktif kunyit dan bangle seperti flavonoid, alkaloid, tanin, terpenoid, dan saponin, yang telah terbukti memiliki efektivitas tinggi sebagai agen antiparasit.

Produk ini dibuat dalam bentuk wafer renyah yang praktis, tahan lama, dan aman dikonsumsi, serta dilengkapi QR code berisi edukasi mengenai PHBS, kebersihan lingkungan, dan pencegahan kecacingan. Dengan pendekatan ini, KUBA menyasar perubahan perilaku sekaligus intervensi gizi dan pencegahan penyakit dalam satu paket.

Model implementasinya mengusung kolaborasi multipihak, melibatkan puskesmas, posyandu, guru sekolah dasar, serta UMKM lokal untuk produksi skala awal. KUBA diharapkan dapat mengedukasi masyarakat sekaligus membuka peluang ekonomi bagi pelaku industri rumahan.

*Prestasi dan Dampak Nyata*
“Kecacingan masih sering dianggap masalah sepele, padahal dampaknya dapat menghambat pertumbuhan, menurunkan daya konsentrasi, hingga memicu anemia pada anak. Melalui KUBA, saya ingin menghadirkan solusi yang dekat dengan keseharian masyarakat dan mudah diterapkan,” ujar Mahlil Jibran.

Ia juga menambahkan bahwa KUBA disiapkan bukan hanya untuk kompetisi, tetapi untuk dapat dikembangkan sebagai pilot project yang dapat dimanfaatkan di wilayah dengan prevalensi kecacingan tinggi di Indonesia.
“Prestasi ini menjadi penyemangat untuk terus berinovasi dan menghadirkan karya yang bermanfaat bagi anak-anak Indonesia,” ungkapnya.

Kemenangan ini menjadi bukti bahwa inovasi sains berbasis kearifan lokal mampu bersaing dalam forum ilmiah nasional. KUBA berkontribusi langsung terhadap pencapaian SDGs poin 3, 12, 15, dan 17, dengan mengedepankan pencegahan penyakit melalui edukasi dan intervensi komunitas.

*Apresiasi dari Fakultas Kedokteran USK*
Prestasi ini mendapat apresiasi dari Dr. Rina Suryani Oktari, S.Kep., M.Si., FRSPH Wakil Dekan Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan Fakultas Kedokteran USK. Ia menyatakan:
“Karya ini mencerminkan semangat interdisipliner yang dibutuhkan dalam dunia kesehatan hari ini: berpikir ilmiah, bertindak sosial, dan berinovasi berbasis kearifan lokal. KUBA bukan hanya solusi kesehatan, tetapi cerminan kepedulian terhadap akar masalah infeksi dan gizi di komunitas. Fakultas sangat bangga dan akan terus mendukung inovasi-inovasi serupa.”

*Langkah Selanjutnya: KUBA untuk Indonesia*
Ke depan, Mahlil Jibran merencanakan perluasan pengembangan KUBA ke tahap produksi skala UMKM, sekaligus menjalin kolaborasi dengan puskesmas, sekolah dasar, dinas kesehatan, dan mitra edukasi lainnya. Ia juga membuka peluang kemitraan dengan NGO dan instansi pemberdayaan masyarakat untuk memperluas implementasi KUBA ke daerah-daerah dengan prevalensi kecacingan tinggi.

KUBA diharapkan dapat menjadi inovasi yang dapat direplikasi secara nasional, sebagai bagian dari strategi menurunkan angka kecacingan dan meningkatkan kesehatan anak Indonesia.

Prestasi ini tidak hanya memperkuat posisi Universitas Syiah Kuala dalam dunia kompetisi ilmiah, tetapi juga menegaskan komitmen mahasiswa FK USK dalam melahirkan solusi-solusi kesehatan masyarakat yang berbasis data, relevan, dan berdampak luas.(**)
Bagikan:
KOMENTAR