Menjaga Anak dari Kekerasan Seksual Butuh Support Negara


author photo

18 Nov 2025 - 21.17 WIB


Oleh: Herliana, S. Pd
(Pemerhati Pendidikan dan Sosial)

Anak adalah amanah sekaligus titipan Allah SWT yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua. Kini peran dan tangggung jawab orang tua semakin berat karena bayang-bayang kekerasan seksual yang diterjadi pada anak makin meningkat. 

Bagaimana tidak, Indonesia dikatakan “Darurat” kekerasan seksual pada anak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Arifah Choiri Fauzi menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual Perempuan dan anak tidak menunjukan penurunan yang signifikan. Masih banyak kasus kekerasan seksual yang belum tercatat karena korban merasa malu menghadapi stigma negatif dan takut untuk melaporkannya. 

Di Balikpapan sendiri, Tingkat kekerasan seksual sudah di level menghawatirkan. Hingga Oktober 2025, Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan menerima 49 surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) perkara kekerasan seksual. Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Balikpapan, Er Handaya Artha Wijaya, membeberkan kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku maupun korban mendominasi penanganan selama setahun ini. 

Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan, Gasali, merespon terhadap meningkatnya kasus kekerasan seksual perlu memberi perhatian serius. Gasali menilai situasi ini bukan sekadar insiden biasa, tetapi peringatan sosial yang menunjukkan melemahnya pengawasan keluarga terhadap anak.

Pemerintah Pusat hingga daerah sebenarnya sudah memiliki komitmen untuk memberantas kekerasan seksual dengan berbagai cara. Namun, ikhtiar yang dilakukan baru sebatas pemulihan berbasis korban. Sekalipun berbagai edukasi dan sosialisasi terus dilakukan pada semua elemen Masyarakat. Jerat Pidana pun sudah diregulasikan untuk mencegah orang lain menjadi pelaku. Namun sayangnya kasus demi kasus terus ada bahkan semakin meningkat setiap hari. Bagaimana sebenarnya kita harus menyikapi dan mengatasi persoalan kekerasan seksual?

*Buah Kehidupan Sekuler – Liberal*

Kekerasan seksual adalah bentuk kejahatan yang muncul bukan tiba-tiba. Kasus kekerasan seksual muncul didasari karena ada pola pikir yang salah ditengah-tengah Masyarakat yang hidup dengan kebebasan (liberal) dan serba boleh (permissive). 

Meningkatnya kasus kekerasan seksual khususnya yang menimpa kalangan remaja dan pelajar berkorelasi dengan maraknya penggunaan digitalisasi. Keberadaan media sosial, peredaran konten video porno dan tayangan-tayangan pornografi yang bisa diakses oleh siapapun menjadi stimulan perilaku seseorang mengarah aktivitas bersifat seksual. Ini adalah faktor yang turut mempercepat terjadinya kekerasan seksual. Begitu pula lemahnya filter media yang nyatanya diperparah oleh tipisnya kadar keimanan individu, menunjang abainya keterikatan mereka pada standar halal-haram.

Apalagi korbannya kebanyakan anak-anak, yang mereka itu kelompok rentan yang mudah dibujuk, diperdaya karena masih lugu. Sementara orang-orang terdekat yang semestinya menjadi pelindung utama mereka malah menjadi predator. Inilah buah kehidupan sekuler yaitu pemahaman pemisahan agama dari sendi-sendi kehidupan yang begitu kuat menancap dalam benak masyarakat muslim telah menyebabkannya begitu mudah meniru konten bejat di media sehingga kemudian berkeinginan untuk melampiaskan nafsunya kepada korban terdekat pula.

*Keluarga Butuh Support Negara*

Mencermati tidak kejahatan kekerasan seksual pada anak yang ternyata pelakunya justru dari orang terdekat dirasa mustahil bahkan tidak mungkin kalau hanya mengandalkan peran keluarga sebagai tumpuan utama untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Tidak mungkin pelaku yang merupakan salah satu anggota keluarga yang sama malah diminta berperan melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Jika tidak segera dihentikan, justru dirinyalah yang akan menjadi predator seksual pertama dan utama untuk anak-anak di keluarga tersebut.

Di samping itu, faktor ketakutan korban untuk melapor juga dimanfaatkan pelaku untuk melakukan kejahatannya berkali-kali. Sungguh menakutkan dan membuat merinding jika orang yang terdekat yang mestinya bisa dipercaya dan mengayomi justru menjadi predator sadis tak bernaluri. 

Di sisi lain, masyarakat memiliki fungsi sebagai kontrol sosial yaitu memberikan kepedulian dan turut melakukan nahi mungkar tentu sangat dibutuhkan. Masyarakat tidak boleh acuh dan individualis mementingkan keamanan diri dan keluarga sendiri tanpa turut menciptakan lingkungan yang aman bagi anak. Karena kekerasan seksual adalah tindak kriminal keji yang harus dikecam dan dihentikan bersama.

Selanjutnya, perlu peran pemerintah, baik setempat maupun pusat dengan menerbitkan aturan yang tegas agar terjadinya kekerasan seksual bisa dihentikan secara menyeluruh dan sistematis. Segala bentuk faktor pemicu kekerasan seksual seperti media, konten pornografi dan tayangan-tayangan berbau seksual harus dihapus dan dicegah untuk diakses oleh Masyarakat tanpa batasan umur.

Negara juga harus hadir sebagai pengurus dengan meamastikan kebutuhan asasi seperti sandang, pangan, papan, Kesehatan, Pendidikan tercukupi bagi setiap individu rakyat. Karena faktor ekonomi juga turut mendorong banyaknya kasus kekerasan terhadap anak. Impitan ekonomi bisa membuat orang tua gelap mata dengan menyiksa dan menelantarkan anak, bahkan melakukan kekerasan seksual. 

Keterbatasan ekonomi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan orang tua kurang memperhatikan pola asuh dan pendidikan anak. Faktor ekonomi yang terbatas juga kerap menjadi alasan kesibukan orang tua mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Imbasnya, anak telantar dan tidak terdidik dengan benar.

Di Ranah dunia pendidikan pun negara harus menjaga agar tidak boleh tersusupi ide-ide liberal yang meracuni pola pikir pelajar dan generasi. Pendidikan berbasis Aqidah Islam yang lebih menanamkan nilai-nilai spiritual dan moral akan membentuk kepribadian generasi yang takwa takut berbuat maksiat. 

Demikian pula keberadaan hukum yang adil akan menjaga jiwa setiap manusia dengan sanksi yang tegas dan memberikan efek jera bagi pelaku sehingga terwujud keadilan yang nyata.

Negara dengan Sistem Islam
Sudah diketahui bahwa sistem kehidupan hari ini yang berasas sekuler menjadi akar masalah adanya kejahatan kekerasan seksual. Maka sudah selayaknya kita mencari alternatif sistem shahih yang mampu memecahkan segala problematika hidup manusia. Sistem shahih itu mesti berasal dari Dzat yang Maha Menciptakan dan Mengatur yaitu dari Allah SWT. 

Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan seksual, dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.

Dalam sistem Islam negara memiliki kekuatan yang dominan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi semua rakyatnya. Sistem pendidikan dalam Islam akan melahirkan sosok pelajar yang bersyaksiyah Islamiyyah. Pelajar akan terjaga ketakwaannya sehingga jauh dari maksiat di antaranya pelecehan seksual.

Sistem pergaulan dalam Islam akan mencegah terjadinya pelecehan seksual. Interaksi antar Masyarakat dijaga dan dijauhkan dari nilai-nilai kebebasan dengan penerapan syariat islam dari cara berpakaian, berinteraksi, hingga memastikan fungsi orang tua dan keluarga sebagai tempat pertama pengasuhan dan pendidikan anak.

Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka sanksi tersebut dapat menebus dosanya. 

Dengan demikian jelas, sistem Islam yaitu Khilafah mewujudkan perlindungan hakiki bagi warga negaranya dari berbagai tindak kejahatan termasuk kekerasanseksual. Wallahu’alam bii as showab.
Bagikan:
KOMENTAR