Oleh: Zuliana
Fenomena pelajar yang terjerat judi online (judol) semakin mengkhawatirkan. Bukan hanya merusak masa depan individu, tetapi juga menjadi potret suram lemahnya pengawasan keluarga, sekolah, dan negara dalam melindungi generasi muda dari bahaya digital.
Salah satu kasus yang mencuat terjadi di Kulon Progo, DIY. Seorang siswa SMP absen sekolah selama sebulan karena kecanduan judi online dan pinjaman online (pinjol). Ia berutang hingga Rp4 juta untuk menutup kekalahan judi, bahkan meminjam uang dari teman-temannya hingga akhirnya malu untuk kembali ke sekolah. (Kompas.com)
Kisah serupa juga dialami Hafizh (19). Ia mengenal aplikasi judi online dari teman sebangkunya di sekolah. Meskipun kini bertekad berhenti demi fokus lulus, godaan masih terus datang karena iklan judi online begitu mudah ditemukan di YouTube, TikTok, dan X (Twitter). Selasa (28/10/2025)
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan betapa seriusnya ancaman ini. Pada kuartal pertama 2025, pemain judi online berusia 10—16 tahun tercatat melakukan deposit lebih dari Rp2,2 miliar, usia 17—19 tahun mencapai Rp47,9 miliar, dan usia 31—40 tahun bahkan menembus Rp2,5 triliun. Tahun sebelumnya, sekitar 80.000 pemain berusia di bawah 10 tahun dan 440.000 pemain berusia 10—20 tahun juga tercatat aktif bermain.
Angka tersebut menjadi bukti bahwa judi online telah menembus dunia anak-anak dan remaja. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, menilai hal ini sebagai kegagalan sistem pendidikan dalam menanamkan karakter, moral, dan literasi digital yang kuat pada peserta didik.
Pinjol dan judol sering kali membentuk lingkaran setan. Pelajar yang kehabisan uang karena kalah judi akan mencari pinjaman online.
Kasus ini menunjukkan ada celah besar dalam pengawasan orang tua dan sekolah terhadap anak juga lemahnya peran negara dalam menutup atau memberantas situs-situs judol.
Jika ditelisik lebih dalam, maraknya judi online tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang menempatkan keuntungan materi sebagai tujuan utama.
Dalam sistem ini, segala hal yang bisa menghasilkan uang akan dieksploitasi, termasuk aktivitas yang merusak seperti judi. Para pelaku industri dengan sadar merancang permainan yang berwarna, interaktif, dan mirip gim anak-anak agar mereka tertarik dan akhirnya kecanduan.
Kapitalisme membuat negara hanya berperan sebagai regulator, bukan pelindung. Situs-situs judi dengan mudah muncul kembali meski telah diblokir, sementara iklannya bebas beredar di media sosial. Akibatnya, pelajar menjadi korban dari sistem yang longgar dan tidak berpihak pada moral.
Judi telah jelas haram, baik online ataupun offline sama saja.
Firman Allah SWT dalam QS. Almaidah:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٩٠
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah: 90)
Sayangnya, dalam masyarakat sekuler, iman masyarakat kian lemah hingga sangat mudah terjerat keharaman. Mereka pun tidak yakin bahwa Allahlah Sang Pemberi Rezeki sehingga mereka dengan mudah melakukan apa pun termasuk judol untuk memenuhi kebutuhannya.
Perlindungan dalam Islam bersifat menyeluruh
Memberikan pemahaman bahwa judol-pinjol haram, Penting untuk diterapkan pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam, sehingga pelajar punya arah dalam bertindak, tidak cukup hanya dengan pendidikan karakter, Dibutuhkan peran negara untuk membentuk sistem yang mampu membentuk generasi yang saleh, berkepribadian Islam yaitu dengan mewujudkan sistem pendidikan Islam, Negara wajib menutup akses judi dan memberi sanksi tegas bagi pelaku.
Dengan demikian, penerapan syariat Islam bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi umat. Hukum Islam yang bersifat menyeluruh terbukti mampu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dengan adil dan menentramkan.
Jika diterapkan dalam lingkup negara, sistem pendidikan akan berlandaskan akidah Islam sehingga membentuk generasi yang beriman kokoh, berakhlak mulia, dan tidak mudah tergoda oleh perilaku maksiat seperti judi online. Mereka akan tumbuh dengan keyakinan bahwa rezeki telah dijamin oleh Allah Swt. dan tidak perlu mencarinya melalui jalan haram.
Dalam aspek kesejahteraan, negara berkewajiban mengurus seluruh kebutuhan rakyatnya dan memastikan tidak ada warga yang terabaikan.
Negara yang menerapkan syariat Islam akan berdiri di barisan terdepan melindungi umat dari berbagai bentuk penjajahan, baik ekonomi, budaya, maupun pemikiran. Setiap pelaku bisnis haram akan dikenai sanksi tegas agar tidak merusak tatanan masyarakat.
Dengan penerapan aturan ilahi ini, masalah seperti judi online tidak hanya ditangani di permukaan, tetapi diselesaikan hingga ke akarnya. Inilah jaminan nyata terciptanya masyarakat yang bersih, sejahtera, dan diridai Allah Swt.