Proyek Pagar Tanpa Tuan di Indrapuri: Pekerja Dibiarkan Tanpa APD, Transparansi Diinjak, Potensi Korupsi Menganga


author photo

16 Nov 2025 - 12.05 WIB



Aceh Besar – Proyek Pembangunan Pagar Luar Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Aceh Indrapuri diduga berjalan tanpa kendali. Di lapangan, tak ada papan proyek, tak ada alat pelindung diri (APD) untuk pekerja, dan tak ada tanda-tanda kepatuhan terhadap aturan dasar transparansi anggaran negara. Yang ada justru aroma pembiaran dan dugaan pelanggaran hukum yang dibiarkan begitu saja. Minggu (16 November 2025).

Proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 dengan nilai pagu sekitar Rp350 juta ini dikerjakan di lingkungan Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Aceh Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Namun, di lokasi pekerjaan, publik tak akan menemukan satu pun papan informasi proyek yang memuat nama kegiatan, anggaran, sumber dana, pelaksana, hingga jangka waktu pengerjaan.

Padahal, sekecil apa pun anggaran yang bersumber dari keuangan negara, sifatnya wajib terbuka untuk publik. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 dengan tegas menempatkan masyarakat sebagai pihak yang berhak mengetahui penggunaan uang negara. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012 juga mengatur bahwa setiap pekerjaan fisik yang dibiayai negara wajib disertai informasi yang jelas dan dapat diakses publik.

Namun di Indrapuri, aturan itu seolah hanya pajangan.

Pekerja Tanpa Pelindung, Keselamatan Dianggap Remeh

Lebih jauh, kondisi para buruh dan tukang di lokasi proyek juga memantik keprihatinan. Mereka terlihat bekerja tanpa helm proyek, tanpa rompi keselamatan, tanpa sepatu boot, dan tanpa perlindungan memadai lainnya. Alat Pelindung Diri (APD) yang seharusnya menjadi standar minimal dalam pekerjaan konstruksi nyaris tak terlihat.

Padahal, Undang-Undang Jasa Konstruksi secara tegas mengatur kewajiban pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam setiap penyelenggaraan jasa konstruksi. Pasal 96 UU Jasa Konstruksi menyebutkan, penyedia jasa maupun pengguna jasa yang tidak memenuhi standar K3 (Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja) dapat dikenai sanksi administratif: mulai dari teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan, pencantuman dalam daftar hitam, hingga pembekuan dan pencabutan izin.

Namun di proyek pagar luar BPTU-HPT Indrapuri, keselamatan buruh seolah diposisikan sebagai urusan nomor sekian.

PPK: “Papan Proyek dan APD Tidak Masuk RAB”

Keanehan semakin mengemuka ketika Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, Safriyadi, dikonfirmasi terkait absennya papan proyek dan APD bagi pekerja. Alih-alih menunjukkan itikad perbaikan, jawaban yang disampaikan justru menambah daftar tanda tanya.

Safriyadi menyebut, papan proyek dan APD tidak tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) maupun kontrak kerja. Alasannya, karena pekerjaan berada di dalam kompleks balai, maka papan proyek dianggap tidak perlu dipasang. Ia juga berkilah bahwa pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan dengan risiko tinggi karena tidak dilakukan di ketinggian.

Terkait transparansi anggaran dan informasi, Safriyadi menyatakan cukup memublikasikan proyek di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). Pernyataan itu disampaikan dengan nada tinggi, seolah keberadaan papan proyek di lokasi hanyalah formalitas yang bisa diabaikan.

Pernyataan ini bukan hanya problematis, melainkan juga menunjukkan ketidakpekaan terhadap prinsip dasar tata kelola keuangan negara. Transparansi bukan sekadar unggahan di sistem digital, melainkan juga kejelasan informasi di lokasi pekerjaan agar publik bisa mengawasi langsung kegiatan fisik yang dibiayai uang rakyat.

Indikasi Pelanggaran dan Potensi Korupsi

Absennya papan proyek, ketiadaan APD, dan pengakuan bahwa keduanya tidak dimasukkan dalam RAB maupun kontrak kerja mengarah pada dugaan serius adanya ketidakpatuhan terhadap aturan pengadaan dan potensi penghematan biaya dengan mengorbankan hak keselamatan pekerja.

Ketika item-item standar seperti papan proyek dan APD tidak dianggarkan, muncul pertanyaan:

Apakah penyusunan RAB dilakukan dengan benar sesuai ketentuan jasa konstruksi?

Mengapa komponen yang secara praktik sudah menjadi standar nasional dalam proyek fisik pemerintah justru ditiadakan?

Ke mana dialihkan anggaran yang semestinya dialokasikan untuk APD dan kelengkapan informasi proyek?


Dalam konteks pengawasan publik, penghilangan komponen yang berkaitan dengan transparansi dan keselamatan kerja dapat dibaca sebagai upaya mengurangi biaya dengan cara memangkas hal-hal yang justru fundamental. Di titik ini, bayang-bayang praktik koruptif mulai terlihat.

Negara Hadir di Atas Kertas, Absen di Lokasi Proyek

Kasus proyek pagar BPTU-HPT Indrapuri membuka tabir klasik regulasi berlapis tentang keterbukaan informasi, keselamatan kerja, dan tata kelola proyek negara ternyata masih mudah diabaikan di lapangan. Negara hadir kuat di atas teks undang-undang, namun menghilang ketika menyentuh tanah, semen, dan keringat pekerja.

Proyek ini bukan hanya soal pagar yang membentang di sekeliling balai pembibitan. Ia adalah cermin bagaimana uang rakyat dikelola, bagaimana nyawa buruh diperlakukan, dan sejauh mana aparat negara memaknai tanggung jawab mereka.

Ketika papan proyek dianggap tidak perlu, ketika keselamatan pekerja dipandang remeh, dan ketika kritik dijawab dengan nada tinggi, publik berhak curiga: ada apa di balik pagar yang sedang dibangun di Indrapuri? (Ak)

Bagikan:
KOMENTAR