Virus LGBT Terus Menjangkit, Butuh Solusi Sistemik


author photo

15 Mei 2022 - 00.04 WIB



Oleh : Mutiara Putri Wardana 

 

Deddy Corbuzier tengah ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Pasalnya, belum lama ini Deddy mengundang Ragil Mahardika dan Frederik Vollert ke dalam podcast YouTubenya. Ragil Mahardika dan Frederik Vollert adalah pasangan gay yang saat ini tinggal di Jerman. Dalam video yang berdurasi sekitar satu jam tersebut, Deddy Corbuzier banyak membahas seputar kehidupan dan hasrat seksual seorang gay. (https://lifestyle.sindonews.com/read/763839/187/deddy-corbuzier-dikecam-netizen-gara-gara-undang-pasangan-gay-ke-podcast-1652007928?showpage=all

  

Setelah menuai polemik akhirnya video tersebut berujung di take down karena permintaan salah seorang sahabat yang juga terangkum disalah satu konten video di kanal youtubenya. 

  

Setelah pengesahan UU TPKS dan Permendikbud PPKS No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye LGBT. Kedua regulasi ini jelas membuka pintu legalisasi perilaku LGBT, karenanya kampanye LGBT di media sebagaimana dilakukan oleh selebritas sebagai pelaku maupun pendukung LGBT harus ditentang keras.  

  

Arus LGBT di era digital adalah permasalahan yang kompleks. Terlebih, atas nama pengakuan terhadap kebebasan dan penciptaan lingkungan inklusif berbagai pihak yang condong mendukung LGBT. Dalam sistem kapitalisme kemaksiatan seringkali dianggap wajar, seperti halnya LGBT yang merupakan sebuah penyimpangan bahkan terus dikampanyekan.  

  

Tentu saja hal ini sangat berbahaya sebab baik disadari atau tidak perilaku-perilaku menyimpang seperti ini bagaikan virus yang bisa menginfeksi para generasi bangsa dan jika tidak segera dibasmi virus ini akan terus mewabah dan makin sulit diberantas.  

 

Penyimpangan yang terjadi, menyebabkan generasi terancam punah. Punah dalam arti bukan hanya dalam konteks demografi. Punah akidah dan akhlaknya, padahal para generasi muda memiliki tanggung jawab terhadap agama dan negara sebagai agen perubahan ke kemajuan peradaban, bukan malah kembali ke masa jahiliyah. 

  

Padahal sudah jelas sekali jika di dalam ajaran Islam bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang diharamkan dan dilaknat oleh Allah sebagaimana sabda Rasulullah dalam Hadist Riwayat Ahmad bahwa Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki.  

  

Jika kita mau berkaca sedikit saja, makin suburnya perilaku-perilaku menyimpang seperti ini khususnya di Indonesia merupakan efek samping dari arus liberalisasi yang semakin tak terbendung. Mengatasnamakan HAM dalam segala tindak tanduknya padahal itu hanyalah upaya mencari pembenaran atas tindakan yang nyata-nyata adalah salah karena tidak sesuai dengan fitrahnya. 

  

Dikehidupan yang sudah serba bebas seperti sekarang ini sudah tidak mengherankan lagi jika perilaku manusia semakin aneh bahkan sudah bablas melampaui batas aturan Sang Pencipta. Berbagai pemikiran liberal sudah menancap kuat di dalam benak terutama pada generasi muda sebagai penerus bangsa. Inilah yang dinamakan penjajahan gaya baru yang tanpa disadari justru dinikmati dan terus diminati. Penjajahan yang dibalut dengan ide-ide liberal sudah berhasil menjerumuskan para generasi muda untuk masuk ke lembah nista. 

  

Hal semacam ini tak lepas dari abainya negara dalam menindak tegas para pelaku yang berkecimpung di komunitas-komunitas LGBT dan sejenisnya. Bahkan negara cenderung melakukan pembiaran terhadap mereka dengan dalih HAM. Apakah HAM di mata negara justru diletakkan di atas syariat Allah? Mengapa HAM selalu menjadi alasan murahan yang dipakai ketika syariat Allah dilanggar?  

  

Ini jelas membuktikan bahwa kita benar-benar berada di sistem sekuler yang bathil, selalu saja menomor sekiankan aturan Allah tapi selalu menomor satukan aturan yang berasal dari buah pemikiran manusia yang pada hakikatnya memiliki keterbatasan dan banyak kekurangan. Sungguh disayangkan dimana Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim tapi tidak sama sekali mencerminkan ke Islamannya dalam kehidupan.  

  

Bahkan para penguasa tak merasa terganggu akan hal-hal semacam ini sebab  terlalu disibukan dengan urusan politik transaksional yang lebih menggiurkan. Hal-hal yang mendatangkan materi tentu saja selalu menjadi perhatian sementara yang tidak bisa sudah pasti dikesampingkan. Lagi dan lagi inilah kacaunya penguasa dalam sistem kapitalis-sekuler yang berlomba-lomba memperkaya diri tapi lupa akan ancaman berbahaya yang terus menerus menargetkan para generasi  untuk semakin jauh dari nilai-nilai Islam. 

  

Kampanye LGBT yang sistematis tentu tidak berimbang apabila hanya dilawan dengan pertahanan keluarga dan masyarakat. Diperlukan benteng yang lebih kokoh untuk meredam dan membendung langkah-langkah mereka. Benteng itu adalah negara. Negara bertanggung jawab mencegah, membatasi dan menghentikan setiap upaya yang mempromosikan LGBT di ruang publik. 

 

Bagaimana nasib bangsa ini ke depannya jika perlahan-lahan generasi penerus yang diharapkan dapat memajukan bangsa kita justru dibutakan dengan kehidupan liberal yang serba bebas dan dengan beraninya meninggalkan aturan-aturan Allah?  

  

Solusi ampuh untuk mengatasi problematika ini hanyalah dengan kembali ke sistem yang berasal dari Allah yaitu Islam, tinggalkan kehidupan sosial yang liberal ini. Ketika kita ingin melahirkan generasi yang Islami tentu saja harus melalui jalan yang Islami pula yakni sistem Islam bukan yang lain, sebab jika kita terus membiarkan diri dalam jeratan sistem sekuler sudah pasti akan memperparah kerusakan dan permasalahan yang ada. Jadi, marilah kita kembali kepada aturan-Nya sebab Dia-lah yang menciptakan dunia dan seisinya sudah pasti hanya Dia pula satu-satunya dan sebaik-baiknya pembuat aturan kehidupan ini. Wallahu a'lam
Bagikan:
KOMENTAR