Perempuan Dalam Belenggu Kapitalisme


author photo

24 Jun 2022 - 10.59 WIB



Heldiana (Pemerhati Sosial Masyarakat) 

Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim Hadi Mulyadi memuji kiprah  kiprah dan kinerja luar biasa dalam pembangunan. 

Pujian ini disampaikannya saat memberi arahan usai menyaksikan Pelantikan DPD Perempuan Indonesia Maju (PIM) Provinsi Kalimantan Timur Periode 2022-2027 di Ruang Ruhui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim, Jumat (10/6/2022). 

"Perempuan Kaltim ini hebat. Sekda Provinsi pertama di Indonesia ada di Kaltim (Hj Meiliana). Sekda sekarang pun perempuan (Sri Wahyuni). Sekda pertama di Kaltim. Kedua di Sulawesi, ketiga Sulawesi, keempat di Kaltim lagi," kata Hadi. 

Selain posisi Sekda yang diduduki perempuan, Hadi mengungkapkan sebelas posisi eselon 2 di Pemprov Kaltim juga diamanahkan kepada perempuan. 

Contoh lain yang juga diungkap Wagub Hadi Mulyadi adalah soal terpilihnya seorang siswi dari Kaltim dalam Akademi Angkatan Udara. Menurut dia, masih banyak sukses lain yang juga telah ditorehkan para perempuan termasuk untuk urusan politik.  (https://www.google.com/amp/s/kate.id/2022/06/10/lantik-dpd-pim-wagub-hadi-mulyadi-sebut-perempuan-kaltim-hebat/amp/

Tentunya di dalam sistem kapitalisme segala sesuatunya diukur dengan materi. Siapa pun dianggap sebagai sumber daya ekonomi yang harus bisa mendatangkan manfaat secara materi. Demikianlah perempuan dipandang sebagai sumber daya, diperlakukan sebagai komoditas dan mesin pencetak uang. Mereka memuja-muji dengan narasi positif seakan berpihak pada perempuan. Apalagi saat ini stigma bargaining position perempuan lebih rendah dari laki-laki. 

Perempuan banyak dijadikan objek, model, public figur yang dapat menyumbangkan pajak yang besar bagi negara. Dalam segi ekonomi, lapangan pekerjaan memberikan prioritas terhadap para perempuan sehingga menciptakan para perempuan berkarir yang lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang anak, istri, dan juga ibu bagi keluarganya. 

Disisi lain salah satu problem yang dialami oleh dunia saat ini adalah problem kemiskinan. Sistem kapitalisme menciptakan kesenjangan ekonomi yang melahirkan kemiskinan struktural. Korban paling banyak adalah termasuk perempuan-perempuan Indonesia. Sebagian besar keluarga hidup dalam kemiskinan yang mengharuskan para perempuan bekerja meninggalkan anak dan suami untuk menjadi tulang punggung keluarga.
Standar kebahagian dalam kapitalis juga diukur dengan banyaknya materi dan kedudukan tinggi hal ini mendorong para perempuan semakin banyak meninggalkan perannya sebagai seorang istri dan ibu untuk bekerja baik secara terpaksa maupun secara sukarela. 

Kemiskinan perempuan hari ini menjadi salah satu isu yang terus digaung-gaungkan para aktivis perempuan. Menurut Sri Mulyani Indrawati dalam acara Voyage to Indonesia's Seminar on Women's Participation for Economic Inclusiveness di Surabaya, 2 August 2018, kesetaraan gender mengakibatkan dampak negatif dalam berbagai aspek pembangunan mulai dari ekonomi, sosial, hingga pertahanan dan keamanan. Beberapa lembaga internasional melihat ketidaksetaraan gender memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, oleh karena itu aktivis perempuan menganggap kesetaraan gender adalah solusi dari kemiskinan perempuan. 

Perempuan diberikan hak yang sama dengan laki-laki di sektor publik jadilah banyak perempuan yang terjun dalam pemberdayaan ekonomi perempuan. Kondisi ini menyebabkan kaum perempuan bekerja membantu ekonomi keluarga. Namun alih-alih bisa mensejahterakan ekonomi dan membahagiakan keluarga, justru yang terjadi adalah eksploitasi perempuan. 

Di sisi lain ketika kaum perempuan bekerja secara masif di luar rumah beban ganda menjadi dilema yang tak bisa terelakkan, stres bisa datang sewaktu-waktu dan sering kali menyebabkan konflik dalam keluarga. Fakta yang tak bisa dibantah, munculnya kemandirian ekonomi perempuan membuat mereka mudah menuntut perceraian. Kondisi ini diperparah dengan hilangnya fungsi ibu bagi pendidik generasi. Dunia kerja yang ketat membuat para ibu menghilangkan perasaan bersalah meninggalkan kewajiban pengasuhan dan pendidikan anak melalui tempat penitipan anak (day care) atau semisalnya. 

Kecenderungan meningkatnya tingkat kenakalan remaja seperti narkoba, miras, pergaulan bebas, dan tawuran disinyalir akibat keretakan keluarga. Hasilnya ketahanan keluarga roboh dan generasi hancur. Sudah selayaknya program pemberdayaan ekonomi perempuan mendapat kecaman dan kritik pedas atas upaya yang tidak pernah mengentaskan kemiskinan namun justru banyak menuai kerusakan. 

Dari hal ini sudah seharusnya umat menyadari bahwa inilah bentuk kegagalan ekonomi kapitalisme menciptakan kesejahteraan dan memuliakan perempuan. Sangat berbeda ketika Islam telah menempatkan perempuan dalam kemuliaan dan keutamaan. Fitrah perempuan yang cenderung penyayang dan lemah lembut, menjadikan peran domestiknya sangatlah penting bagi lahirnya sebuah peradaban. Pemberdayaan perempuan dalam Islam bukanlah tuntutan kesetaraan gender atau mesin pendongkrak ekonomi. 

Pemberdayaan perempuan dalam Islam tercakup dalam dua peran:
1.Peran Domestik, yakni sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya, peran ini tidak akan bisa digeser oleh siapa pun. Allah telah menempatkan potensi perempuan sebagai pendidik generasi. Mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, serta mendidik anak adalah serangkaian tugas pokok bagi para ibu. Potensi pengasuhan anak memang Allah fitrahkan pada kaum ibu. Posisi tersebut sangat strategis sebab masa depan generasi dan sebuah bangsa sangatlah ditentukan oleh posisi ini. 
Proses pendidikan pada anak yang dilakukan oleh kaum ibu menjadi kunci utama menghasilkan generasi berkepribadian Islam dan menjadi kunci utama tingginya peradaban sebuah bangsa. Adapun kewajiban mencari nafkah dibebankan pada kaum laki-laki. Peran ini diberikan sesuai kemampuan fisik dan tanggung jawab yang diberikan Allah pada laki-laki;
2.Peran Publik, dalam hal ini baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam mengenyam pendidikan, menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, dan berdakwah. Allah SWT memberikan diferensiasi atas peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan pernikahan dan bermasyarakat tidak didasarkan pada pengertian hierarki gender tetapi pada apa yang diperlukan secara efektif untuk mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat secara proporsional dan berkeadilan. Sehingga tercipta lingkungan yang harmoni dan sinergi, perbedaan ketentuan hukum ini bukan berarti diskriminasi. Namun di sinilah rasa keadilan yang Allah beri untuk makhluk-Nya sesuai kapasitas dan potensi masing-masing. 
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS An-Nisa' Ayat 32) 

Yang tak kalah penting adalah pemberdayaan perempuan dalam mengoptimalkan peran dan potensinya untuk kepentingan perjuangan Islam dan mewujudkan sistem kehidupan Islam yakni ibu pendidik generasi, sahabat bagi suaminya, penyelamat kaum ibu dari sesatnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. 

Pemberdayaan perempuan haruslah diarahkan pada upaya pencerdasan politik umat dengan membentuk kesadaran Islam di tengah masyarakat. Mengubah pemikiran pusat seperti secularism, liberal, feminism dan  turunannya juga mengubah peta hidupnya dengan menjadikan Islam sebagai way of life. Inilah pemberdayaan hakiki bukan sekedar mencari cuan. Bukan pula menjadi penjaja ide kesetaraan gender yang menyesatkan dan menyalahi Islam. Namun lebih kepada mengaktifkan jati dirinya sebagai hamba Allah, senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar di lingkungan keluarga, masyarakat dan negara. Berdakwah dan membina umat agar menjadikan Islam sebagai jalan hidup yang harus dipilih hingga kaum muslimah merasa bangga berislam kaffah. Wallahu A'lam.
Bagikan:
KOMENTAR