Berharap Pada COP27 Untuk Mengatasi Kerusakan Lingkungan Hanyalah Ilusi


author photo

5 Des 2022 - 15.39 WIB



Oleh: Dewi Yuliana 
(Pemerhati Masalah Sosial)

Sumber daya alam energi merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Misal:  batu bara, minyak bumi, gas bumi, dan  air. Jenis sumber daya alam ini digunakan dengan memanfaatkan nilai kegunaanya sebagai energi. Sumber daya alam energi (SDAE) merupakan segala sesuatu yang berasal dari alam, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. 

Indonesia merupakan satu di antara banyak negara di dunia yang memiliki kekayaan sumber daya energi yang melimpah. Pada sektor SDAE yang dicatat oleh Kementerian ESDM masih didominasi oleh batubara sebesar 57,22%, disusul kemudian gas 24,82%, air 7,06%, dan minyak bumi 5,81% .
Sebut saja, PT. Kaltim Prima Coal adalah produsen batu bara terbesar di Kutai Timur. Perusahaan ini memiliki area konsesi pertambangan seluas 84.938 ha di Sangatta, Bengalon, dan Rantau Pulung, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Penambangan batu bara anak perusahaan Bumi Resources ini merupakan salah satu open pit mining terbesar di dunia. 

Kapitalisasi  SDAE , Membawa Masalah baru 

Banyaknya pertambangan sebagai bentuk pengelolaan sumber daya alam dan energi, diikuti masalah baru yaitu, adanya perubahan iklim dunia dan gas rumah kaca . Perubahan Iklim merujuk kepada satu perubahan keadaan rata-rata iklim atau variabilitasnya secara signifikan dalam satu periode yang panjang . Sistem Iklim terdiri dari lima komponen utama, yaitu: atmosfer; hidrosfer; kriosfer; permukaan tanah; dan biosfer. Tidak bisa dipungkiri, kontribusi batubara terhadap emisi karbon menjadi salah satu faktor penyumbang memperparah kondisi tersebut.
KTT Iklim PBB COP27  tahun ini melibatkan hampir 200 negara untuk membahas masa depan aksi global terhadap perubahan iklim. Pertemuan yang dilakukan selama dua pekan di resor Mesir Sharm el-Sheikh, sudah membawakan hasil. Pada Minggu (20/11/2022) pagi di Mesir, para menteri delegasi mengadopsi kesepakatan akhir COP27. Kesepakatan tersebut termasuk dana untuk membantu negara-negara miskin menghadapi bahaya yang disebabkan oleh perubahan iklim, yang disebut sebagai dana loss and damage. “Sebuah misi yang dibuat selama 30 tahun telah tercapai,” kata Molwyn Joseph, menteri dari Antigua dan Barbuda dan ketua kelompok negara pulau kecil  AOSIS. (Bisnis.com, 21/11/2022)
Di sisi lain, hasil dari KTT COP27 lainnya jelas tidak memuaskan banyak pihak yang ingin meningkatkan ambisi kesepakatan dalam COP26 Glasgow tahun lalu. Hasil akhir COP27 tidak mencakup komitmen untuk memperluas janji untuk mengurangi emisi batu bara, serta tidak ada referensi untuk membatasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2025.

KTT COP27 dan Kepentingan Kapitalis

Perubahan iklim di dunia telah menyebabkan ketidakadilan. Negara-negara kaya memperoleh kekayaan dari bahan bakar fosil, namun merugikan negara-negara miskin yang belum mendapat manfaat tersebut tetapi Negara miskin menanggung akibat dampak iklim yang dihasilkan. 
Setelah seruan untuk memberikan kompensasi kepada korban iklim di negara berkembang terus digulirkan dalam beberapa dekade terakhir, COP27 akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk mengusung dana yang akan mengatasi kerugian tersebut, yang disebut dengan loss and fund. Dengan mengubah mandat bank pembangunan multilateral  seperti Bank Dunia dan Lembaga keuangan internasional. 
Tidak ada referensi untuk membatasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2025, memberikan signal pada kita bahwa kepentingan negara-negara maju tak bisa tergoyahkan. Faktanya bahwa pengelolaan perusahaan tambang di Indonesia dikuasai 75% oleh asing. Pemerintah menargetkan di tahun  2025 porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen. Ini menandakan bahwa kepentingan asing sangat mengakar dalam pengelolaan SDAE juga keuantungan dari proses tersebut.
Belum lagi perkebunan  sawit terbentang luas di wilayah Kutai Timur, yang juga sebagian besar dikelola oleh perusahaan swasta . Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa  perkebunan sawit  berkontribusi dalam deforestasi, hilangnya tutupan hutan, berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (dari konversi hutan), berkurangnya biodiversitas, hilangnya habitat spesies langka, berkurangnya spesies langka. 
Siapa sangka, pertambangan  sebagai salah satu sektor yang paling diunggulkan, ternyata  merupakan penyumbang dan memberikan dampak kepada perubahan iklim. Pembakaran batubara (yang terdiri dari karbon 'bebas') menghasilkan lebih banyak karbon dioksida per unit energi yang dihasilkan daripada bahan bakar fosil lainnya. Dibandingkan dengan gas (yang sebagian besar terdiri dari metana dengan senyawa karbon, CH4), batubara melepaskan 66% lebih banyak CO2 per unit energi yang dihasilkan. Tambang batubara melepaskan metana ke atmosfer. Metana dua puluh kali lebih kuat daripada karbon dioksida sebagai gas rumah kaca. 
Hasil KTT COP27 untuk menyelesaikan permasalahan iklim dunia, seperti panggang jauh dari api. Tidak akan menyelesaikan permasalahan pokoknya. Bahkan solusi ini sarat akan kepentingan pemilik modal (asing). Pemilik modal (asing) sibuk menikmati keuntungan, di sisi dampak lingkungannya  dirasakan oleh semua makhluk di bumi. Bahkan pendanaan yang dikucurkan dalam bentuk dana loss and damage sebenarnya proses pelimpahan tanggung jawab ke negeri-negeri muslim (berkembang)  akibat salah tata kelola lingkungan yang dilakukan oleh negara-negara maju. Sungguh disayangkan, negeri-negeri muslim yang diberkahi dengan banyaknya sumber daya alam dan energi, yang seharusnya menjadi nikmat  yang mensejahterakan justru dijarah habis-habisan oleh kaum kapitalis. Ketika timbul masalah lingkungan, negeri kaum muslimin pun menjadi tumbal. Kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Islam dan Tata Kelola Lingkungan

Sebagai agama yang bersifat universal, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bagaimana beretika terhadap alam dan lingkungan hidup. Alam dan lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup manusia. Karena seluruh kebutuhan manusia semua berasal dan terpenuhi dari alam sekitarnya baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. 
Oleh karena itu, Islam berpesan melalui Alquran bahwa manusia harus melestarikan alam sekitarnya agar keberlangsungan hidupnya tidak terganggu oleh ulah sekelompok manusia yang tidak mau melestarikan alam. Berdasarkan hal itu, maka ajaran Islam memberikan rambu-rambu untuk manusia agar juga beretika terhadap lingkungan. 
Dalam alquran dan hadits, sebenarnya Allah sudah banyak mengingatkan manusia untuk memanfaatkan sumber daya alamnya yang ada. Baik yang terdapat di daratan, ataupun lautan. Salah satunya yang terdapat dalam surah an-Nahl ayat 14:
“dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” .
Dari ayat tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa Allah memberikan karunia kesuburan tanah sehingga dapat menumbuhkan buah-buahan yang dapat dimanfaatkan, juga mengingatkan agar dalam pemanfaatannya mengikuti cara yang baik dan benar yang tidak merugikan, yaitu “jalan Tuahmu” yang disebutkan dalam ayat tersebut.  Selain itu, sumber daya lain yang dapat ditemui dan dimanfaatkan adalah sumber hewani.  Dalam hal ini yaitu lebah yang dapat menghasilkan madu yang juga bermanfaat bagi manusia.
Di hadist lain juga menjelaskan mengenai pengelolaan sumber daya alam, yang bisa menjadi berkah. Ibnu Abbas RA berkata, sesungguhnya Nabi saw bersabda; orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir (HR Ibnu Majah).
Hal ini menunjukkan bahwa tiga hal tersebut adalah milik umum, yang pengelolaannya dilakukan oleh negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh rakyat. Tidak boleh dikelola individu ataupun swasta/korporasi. Allah pun tidak luput untuk mengingatkan manusia agar memanfaatkan sumber daya tersebut dengan cara yang benar dan memperhatikan ketentuan-ketentuannya, juga menunjukkan akibat yang akan timbul jika manusia tidak mengikuti perintah Allah untuk tetap menjaga kelestarian alam dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ruum: 41) 

Bahwa pengelolaan sumber daya alam yang ada harus sesuai syariat. Mana kala melanggar, maka yang akan terjadi adalah berbagai kerusakan di darat dan di lautan.

Oleh karenanya, berharap pada COP27 untuk mengatasi kelebihan emisi karbon dan kerusakan lingkungan yang lain tentu sangat mustahil. Hanya dengan aturan Islam yang sempurna, masalah lingkungan dapat diselesaikan secara tuntas.
wallahu a'lam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR