"

GEN Z KIAN LIBERAL MELAHIRKAN DEKADENSI MORAL


author photo

24 Sep 2023 - 08.21 WIB



Oleh: Jamaiyah, S.Pi 
(Pendidik dan Pemerhati Remaja)

Mentri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menilai generasi Z (gen Z) sekarang hanya cenderung berpikir logis namun mengabaikan etika. 

Menurutnya, penilaian mengenai baik atau buruk sudah mulai terabaikan. “Jadi, di Indonesia ini ada kecenderungan terlalu banyak yakin dengan kecerdasan logikanya tapi mengabaikan dari aspek etika, sehingga untuk mengukur nilai tentang kepatutan, yang diukur baik dan buruk itu sudah mulai terabaikan,” kata Muhadjir, di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Selasa, 15 Agustus 2023 lalu. (merdeka.com,15-08-2023)

Gen Z yang lahir pada tahun 1997-2012, yakni rentang usia 11-26 tahun, dikategorikan sebagai remaja. Saat ini, populasi gen Z sekitar 74 juta jiwa dari jumlah penduduk 278 juta jiwa di negeri ini. Namun, bukannya gen Z ini berpotensi baik justru sebaliknya. Kasus perundungan, kekerasan, tawuran, pembunuhan hingga seks bebas kerap mewarnai aktivitas remaja.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat selama Januari-Juli 2023 terjadi 16 kasus perundungan di sekolah dari tingkat SD-SMU. Pelaku didominasi 92,5 persen siswa dan 5,3 persen guru. Sedangkan tawuran, 90 persen dilakukan oleh remaja. Belum lagi, kasus penikaman seorang siswa terhadap temannya dan kasus pembunuhan oleh mahasiswa UI karena terlilit utang dan pinjaman online. 

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mencatat usia remaja 14-15 tahun sebesar 20 persen sudah kerap kali berhubungan seksual di luar nikah. Lalu dikuti 16-17 tahun sebesar 60 persen dan 19-20 tahun sebesar 20 persen. 

Masalah remaja ibarat lingkaran yang berputar dan terus berulang. Dekadensi moral kian meningkat dan tingkah polah anak-anak generasi hari ini sudah sangat jauh dari agama. Indonesia dengan budaya ketimurannya yang memiliki kekhasan pada adab dan tingkah laku yang luhur, kini mudah tersulut emosi dan melakukan tindakan anarkis bahkan telah menjadi pelaku kriminal yang sadis. 

Keadaan pemuda saat ini sedang tidak baik-baik saja. Jika tetap tidak bermoral, khawatirnya di tahun 2045 bukan bonus demografi yang didapat, melainkan beban demografi.

Inilah petaka sistem sekulerisme yang mana sistem ini telah mencabut nilai agama Islam pada generasi secara lembut/samar sehingga tidak disadari. Generasi tidak merasa telah masuk ke atmosfer kehidupan yang hedonis, liberal dan individualis. Hal tersebut juga ikut berkontribusi dalam perusakan kepribadian generasi seperti rapuh tanpa akhlak, kurang adab, bahkan kepribadiannya sekuler.

Sistem sekuler dan paham liberalisme semakin menjerat jiwa-jiwa anak muda pada hari ini. Asas sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan dunia menjadikan agama hanya pada satu sisi dan tidak penting pada sisi lainnya. Seakan agama hanya dibawa saat ibadah, namun tidak urgen saat terkait urusan dunia. 

Jika terlalu agamis maka akan terkesan ekstrimis, radikal dan fundamentalis. Pada akhirnya, generasi menjadi fobia mempelajari agamanya sendiri, bahkan berani mempertentangkan syariat Allah dengan logika akalnya sehingga lahir generasi liberal yang jauh dari peradaban luhur. 

Paham liberalisme ini pun akan mencetak generasi yang serba bebas. Bebas beragama, bebas berpendapat, bebas berperilaku bahkan bebas memiliki. Sehingga fakta inilah yang menyebabkan makin terpuruknya moral generasi walaupun individu-individu tersebut memiliki kecerdasan intelektual.

Berbeda dengan Islam, sistemnya yang agung telah melahirkan generasi cerdas dan tangguh. Hingga kini masih dikenang kontribusinya bagi dunia sains, seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, Jabr Ibnu Hayyan, Al Idris, Ibnu Batutah, Al Khawarizmi. Sangat mahsyur pula sejarah penaklukan konstantinopel oleh pemuda Muhammad Al-Fatih diusianya yang masih belia, 22 tahun. 

Karya-karya tokoh sains Islam itu pun diakui mempunyai kontribusi besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan pada era kontemporer. Generasi intelektual muslim dari abad pertengahan itu lahir bersamaan dengan majunya kota-kota pusat peradaban Islam, seperti Baghdad, Kairo, Alexandria, hingga Cordoba di Andalusia (Spanyol).

Maka, persoalan generasi miskin moral saat ini harus dikembalikan kepada penyadaran terhadap mereka atas misi penciptaan manusia di bumi yakni sebagai _abdullah_ (hamba Allah yang berkepribadian Islam) dan _khalifah fil Ardh_ (memakmurkan bumi dengan ilmu untuk mempermudah sarana kehidupan dengan menguasai saintek).  

Dan untuk memperkuat misi dan mengembalikan gen Z tersebut menjadi generasi tangguh serta berakhlak mulia, maka ada 3 komponen yang harus dijalankan yaitu; 
_Pertama,_ ketakwaan individu. Ketakwaan ini akan terwujud jika ada kesadaran pada diri seorang muslim bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara dan ada _yaumul hisab_ yang harus dilewati di akhirat kelak. Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya dengan menjadikan Rasulullah sebagai teladan.  Rasulullah bersabda; _“Orang yang paling kucintai dan yang paling dekat denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya._ (HR. At-Tirmidzi).

_Kedua,_ kontrol masyarakat. Masyarakat dibentuk untuk memiliki misi dakwah (mengajak dan saling mengingatkan). Pengontrolan dilakukan agar tidak terjadi kemaksiatan yang nantinya bisa berimbas ke dirinya ataupun keluarganya bukan justru acuh dan membiarkannya.

_Ketiga,_ penerapan aturan oleh negara. Negara wajib menerapkan aturan Allah SWT, Sang Pencipta dan Pengatur Kehidupan (Islam). 

Dunia pendidikan harus berlandaskan akidah Islam, dengan kurikulum yang mengarah pada pembentukan kepribadian Islam bagi remaja muslim. Sehingga, jika remaja sudah berkepribadian Islam, maka akan berakhlak baik pula, karena akhlak merupakan buah dari penerapan syariat. 

Adapun pelaku kejahatan walaupun dikategorikan remaja, namun ketika sudah baligh maka harus diberi sanksi pidana sesuai dengan syariat Islam. Dimana, hukuman sanksi dalam Islam bersifat tegas dan memiliki efek jera.

Maka, seharusnya seorang muslim tidak mengambil aturan hidup kecuali hanya berhukum pada yang telah Allah tetapkan.  Sejarah telah mencatat, ketika aturan kehidupan dikembalikan pada hukum Allah SWT maka meraih kesejahteraan, ketenangan, kedamaian dan pendidikan terbukti mencetak generasi tangguh yang beriman lagi bertakwa.
Bagikan:
KOMENTAR