"

Mahasiswa Cerdas Berpolitik Ala Islam


author photo

1 Des 2023 - 19.27 WIB


Oleh: Herliana, S. Pd
(Aktivis Dakwah)

Menjelang akhir tahun 2023, masyarakat Indonesia akan mengadakan pesta besar Demokrasi yaitu pemilihan umum (pemilu) untuk memilih siapa yang akan menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia menggantikan Presiden Joko Widodo. Aroma pemilu semakin memanas karena sebentar lagi masuk masa kampanye periode 1 yaitu tanggal 28 Nopember 2023 - 10 Februari 2024. KPU dan Basawlu pun memang sudah gencar melakukan sosialisasi diberbagai kampus, termasuk membuat MoU dengan berbagai kampus dalam rangka menyukseskan pemilu 2024 nanti. KPU gencar melakukan hal tersebut dikarenakan, sejumlah survei memang menunjukan bahwa Gen Z dan Milenial akan menempatkan porsi besar di Pemilu 2024. 

Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan 9.919 calon anggota legislatif (caleg) masuk dalam daftar calon sementara (DCS) anggota DPR. Sebanyak 1.507 orang atau 15,18 persen bakal caleg DPR di dalam DCS tersebut berusia 21-30 tahun. Adapun caleg berusia 31-40 tahun sebanyak 1.757 orang. Artinya, ada 33 persen bakal caleg anggota DPR yang berasal dari kalangan muda. (Kompas.id 21/08/2023)
Melihat porposi pemilih muda yang cukup besar tersebut berbagai pihak aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada oemilih muda. Seperti dilansir dilaman Diskominfo Prov. Kaltim telah berlangsung Expo Kesbangpol Milenial Go to Pemilu 2024 selama dua hari mulai dari tanggal 17 hingga 18 November 2023. Expo ini menjadi wadah untuk meningkatkan pemahaman dan peran serta kaum milenial dalam memotivasi partisipasi pemilih di sekitarnya. Sebuah langkah penting untuk membangun kesadaran politik di Kalimantan Timur, khususnya di kalangan milenial. 

Kampanye di kampus juga tidak ketinggalan. Buktinya Forum Diskusi Akal Sehat Indonesia bersama BEM KM Universitas Mulawarman menyelenggarakan Talkshow Nasional (Forum Diskusi Nasional) dengan Tema “Menyambut Pesta Demokrasi 2024: Tantangan Bangsa Indonesia Dalam Pemberantasan Korupsi & Penegakkan HAM, yang mengundang tokoh nasional seperti Rocky Gerung dan Novel Baswedan. 
Mahasiswa memang lapisan generasi yang sangat penting karena mereka memiliki tradisi intelektual, daya kritis dan mempunyai kekuatan untuk mengaruskan informasi di media sosial. Sangatlah wajar mahasiswa memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu nantinya. Tidak heran KPU, Banwaslu dan pemerintah genjar melakukan sosialisasi dan mengajak mahasiswa turut berpartisipasi dalam mengawasi berjalannya Pemilu 2024 mendatang. Namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan upaya tersebut mampu mencerdaskan mahasiswa tentang politik yang benar atau malah partisipasi mereka akan terus dibajak? 

Partisipasi Politik Dibajak
Keterlibatan mahasiswa ataupun pemuda dalam politik tidaklah cukup mereka ikut memilih calon pemimpin ataupun ikut mengawasi pelaksanaan pemilu agar berjalan dengan tertib dan jujur. Ada dua hal yang mesti diperhatikan terkait keterlibatan mahasiswa di pemilu. Apakah mahasiswa itu diberdayakan atau malah dibajak. Pertama, jika diperhatikan mahasiswa hari ini sangat disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus, seperti kuliah yang padat dan terkadang tidak tetap jadwalnya, ditambah tugas, praktek, adanya program MBKM, adanya aktivitas remeh yang orientasinya sekadar mengejar kepuasan materi semata, dan sekarang ditambah diharapkan mahasiswa berpartisipasi aktif untuk menyukseskan pemilu 2024. Akibatnya apa, yang terjadi adalah bahwa mahasiswa kehilangan kepedulian dan kepekaan mereka terhadap kondisi politik dan permasalahan negeri.

Kedua, bahwa pemuda atau mahasiswa hari ini, masih diliputi oleh banyak sekali masalah. Sehingga, banyak pihak yang berharap dengan adanya partisipasi politik dari mahasiswa ini, maka segala problematika para pemuda bisa terurai. Namun realitanya, partisipasi politik pemuda atau mahasiswa yang dimaksud masih jauh dari harapan karena beberapa hal : 
Pertama, Partisipasi yang dimaksud masih sebatas bagaimana pemuda itu terlibat dalam praktik politik praktis, yaitu bagaimana mahasiswa itu bisa menjadi supporting system atau penerus kaum tua pada aktivitas partai politik atau ikut dalam kontestasi politik demokrasi, semisal menjadi calon atau wakil presiden, calon anggota legislatif, dan lainnya untuk menggantikan orang tuanya atapun pemimpin sebelumnya. 

Kedua, Masih sebatas pada bagaimana para mahasiswa ini bisa terlibat atau menyalurkan hak suaranya dalam pesta demokrasi tahun 2024 nanti. Ketiga, Mahasiswa diminta untuk menyebarkan opini melalui Sosmed, dalam rangka mengajak dan mendorong para pemilih pemula untuk menyalurkan hak suaranya di pemilu. Keempat, Bagaimana saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau pengabdian kepada masyarakat nantinya bisa mewujudkan gerakan sosial kampung anti Money politik (politik uang). Kelima, Mahasiswa diharapkan kelak akan menjadi salah satu anggota KPPS saat pemilu nanti.
Intinya, mahasiswa diminta untuk "membantu" menyukseskan pesta tiap lima tahun itu dengan dalih jika tidak berpartisipasi maka kepentingan mereka tidak akan diakomodir dan jangan salahkan siapa nanti yang memimpin. Disaat yang sama kita dapat menyaksikan partisipasi mahasiswa dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang dzalim tidak memihak rakyat sering di bungkam dan dipersikusi. Maka bisa disimpulkan suara mahasiswa notabenenya dibutuhkan hanya pada saat pemilu setelah itu diabaikan atau dibajak oleh orang-orang yang memiliki kepentingan.

Cerdas Berpolitik ala Islam
Sudah semestinya pemuda mengetahui makna partisipasi politik yang benar. Politik dalam kamus bahasa Arab itu dikenal dengan istilah siyasah. Kata ini merupakan akar kata dari sasa-yasusu, yang berarti mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya.
Apabila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (meriayah atau mengatur suatu perkara). Nabi Muhammad saw. menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya, “Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, tetapi akan ada banyak khalifah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maka makna politik sesungguhnya bermakna mengurusi urusan masyarakat. Jika disematkan dengan Islam, berarti pengurusan atau pengaturan berbagai urusan rakyat di dalam negeri maupun luar negeri disesuaikan dengan aturan Islam yang berasal dari Allah SWT bukan manusia. Sehingga jika berbagai urusan diatur dan dipelihara sesuai dengan kehendak manusia, maka tentu politik itu bukan politik islam, tapi politik perspektif sekularisme ataupun komunisme. Sedang yang dominan hari ini diterapkan di dunia adalah politik demokrasi yang asasnya adalah sekularisme. Sehingga jika seseorang mengurusi urusan atau masalah rakyat seperti masalah BBM, BPJS, kenaikan UKT, pembegalan, pergaulan bebas, dan berbagai urusan atau masalah lainnya, maka orang tersebut bisa dikatakan melakukan aktifitas politik. Pun ketika seseorang berdakwah, menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran berupa kezaliman yang dilakukan penguasa kepada rakyatnya, maka bisa dikatakan pendakwah tersebut juga melakukan aktifitas politik yaitu politik islam.
Jika berbicara masalah politik, maka itu tidak hanya sekedar seremonial memilih pemimpin semata. Memilih pemimpin adalah perkara yang urgen lagi penting. Islam pun sangat memperhatikan tentang kepemimpinan ini. Bahkan di dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah langsung dari Allah Swt. dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak pada hari akhir.

Allah Swt. berfirman, “Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya, serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) akan mewarisi (surga). Mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Mukminun: 8—11).

Oleh karena itu, sudah seharusnya generasi muda sangat perlu untuk mengenal dan melek politik serta cerdas berpartisipasi dengan politik Islam agar mendapat gambaran bahwa harapan masa depan yang mulia hanya ada dalam Islam sehingga mampu menghadapi tantangan kekinian dengan banyaknya propaganda untuk menjauhkan pemuda dari politik. Wallahu ‘alam bis shawab.
Bagikan:
KOMENTAR