"

Seruan Boikot Produk Pro Israel, Apakah Efektif?


author photo

1 Des 2023 - 02.44 WIB



Penulis : Alin Lizia Anggraeni,SE
(Muslimah Peduli Generasi)

Serangan Israel terhadap Palestina makin membabi buta. Hingga Selasa (14-11-2023), warga Palestina yang syahid mencapai 11.180 orang, termasuk di dalamnya 4.609 anak-anak dan 3.100 wanita. Sementara itu, 28.200 orang mengalami luka-luka.

Merespons kekejian Zionis Yahudi terhadap penduduk Palestina, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI No. 83 tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina yang ditandatangani pada 8 November 2023. MUI dengan tegas memfatwakan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Yahudi hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram. Fatwa tersebut juga merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menegaskan, mendukung agresi Israel baik secara langsung maupun tidak langsung seperti membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung Israel haram hukumnya.

Intinya, fatwa tersebut mewajibkan seluruh muslim untuk mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Palestina dan memboikot seluruh aktivitas yang akan mendukung Israel dalam agresi militer, baik langsung maupun tidak. Pada rekomendasi poin ketiga tertulis, umat Islam dihimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk entitas Yahudi dan yang terafiliasi dengan entitas Yahudi, serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.

Seruan boikot produk Yahudi bukan hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi telah diserukan di berbagai negeri kaum muslim. Tujuan boikot adalah untuk mencegah adanya aliran dana dari konsumen muslim melalui produk pro Yahudi kepada entitas Yahudi. Jika dilakukan secara masif oleh seluruh rakyat Indonesia, apalagi muslim sedunia, diharapkan bisa membantu Palestina.

Banyak umat Islam yang menyambut seruan boikot ini. Masyarakat saling berbagi daftar produk yang diboikot, juga menginformasikan produk turunannya. Ini menunjukkan antusiasme umat Islam untuk mendukung pembebasan Palestina.

Sebenarnya, gerakan boikot akan efektif jika dilakukan secara total oleh negara. Pemerintah Indonesia bisa melarang produk-produk pro Yahudi untuk beredar di Indonesia, juga memutus hubungan dagang dengan entitas Yahudi tersebut dan negara-negara pendukungnya, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Tidak hanya itu, Indonesia bisa memutus hubungan diplomatik dengan semua negara yang mendukung Yahudi. Inilah bentuk boikot yang konkret.

Boikot yang negara lakukan akan efektif melemahkan Yahudi karena negara memiliki kekuatan politik. Negara punya kekuatan untuk membuat aturan yang memaksa para pengusaha produsen dan importir produk pro Yahudi agar menghentikan usahanya dan melakukan usaha lain.

Namun kenyataannya, negara tidak melakukan boikot, meski sebenarnya bisa. Keengganan pemerintah memboikot produk pro Yahudi dikarenakan negara terjajah secara ekonomi. Negara tergantung pada para kapitalis untuk menjaga investasi agar tidak lari ke luar negeri. Negara pun membuat regulasi yang menghamba pada kepentingan oligarki sehingga tidak berani memboikot produk mereka yang pro Yahudi. Di saat umat Islam di Palestina meregang nyawa, penguasa negeri ini justru bermesraan dengan kapitalis oligarki yang mendanai Yahudi untuk membombardir Palestina.

Sebenarnya Indonesia bisa memboikot produk pro Yahudi secara total, asalkan penguasa melepaskan diri dari penjajahan ekonomi para kapitalis oligarki. Negara harus independen. Hal ini bisa terwujud jika negara berlepas dari ideologi kapitalisme yang menuhankan keuntungan materi dan menerapkan ideologi Islam yang berbasis keimanan pada Allah SWT.

Penguasa negeri ini hanya bisa mengecam di berbagai forum, padahal yang dibutuhkan untuk membebaskan Palestina adalah pengiriman pasukan, bukan sekadar memberikan kecaman. Jika hanya mengecam Zionis, negara-negara nonmuslim juga melakukannya. Kita bisa melihat totalitas AS dalam mendukung Yahudi. Dewan Perwakilan Rakyat AS, pada Kamis (2-11-2023) telah menyetujui paket bantuan militer senilai 14,3 miliar US dolar (sekitar Rp225,4 triliun) untuk Yahudi. Namun, negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, tidak ada satu pun yang memberikan dukungan militer pada Palestina. Bantuan yang ada hanya berupa logistik dan kain kafan.

Diamnya para penguasa muslim ini terjadi karena mereka telah terjajah oleh nasionalisme. Ide yg diembuskan oleh penjajah Barat ke dunia Islam untuk membagi wilayah Khilafah Utsmaniyah menjadi lebih dari 50 negara bangsa pada awal abad ke-20.

Nasionalisme juga yang kini membelenggu negeri-negeri muslim sehingga tidak acuh pada penderitaan umat Islam di negeri yang lainnya, seperti penderitaan muslim Palestina, Uighur, Rohingya, dan sebagainya.

Akibat nasionalisme pula Umat Islam  menjadi santapan Barat tanpa ada pelindung. Kondisi ini tidak pernah terjadi ketika umat Islam masih bersatu di bawah institusi Daulah Islam.

Di masa kepemimpinan Rasulullah saw. Sudah dirancang pembebasan wilayah Palestina (Al-Quds) dari penjajahan Romawi. Pembebasan itu terealisasi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab secara damai setelah beliau mengirimkan pasukan ke Al-Quds. Khilafah kembali membebaskan Al-Quds, setelah sempat dikuasai pasukan salib, dengan mengirimkan pasukan di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 1187.

Saat ini , Al-Quds kembali terjajah setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah sebagai sang perisai pada tahun 1924. Kini umat Islam tidak bisa berharap pada negeri kaum muslim untuk mengirim pasukan membebaskan Palestina. Umat juga tidak bisa berharap pada organisasi internasional, seperti PBB dan OKI, yang terbukti mandul.

Umat saat ini hanya bisa melakukan aksi boikot sebagai bentuk keberpihakan pada Palestina dan perlawanan terhadap Yahudi. Namun, boikot bukanlah solusi hakiki. Solusi hakiki atas penjajahan Yahudi adalah jihad fi sabilillah untuk mengalahkan entitas Yahudi.

Dan aktivitas jihad  hanya ada jika system pemerintahan yang ada bersandar pada Islam atau yang dikenal dengan Khilafah, dengan  Khalifah sebagai amirul jihadnya, karena seruan  berasal dari seorang Khalifah. Sayangnya institusi Khilafah ini sudah runtuh di tahun 1924 Masehi.

Oleh larena itu sudah saatnya kaum muslimin kembali mempelajari Islam dengan menyeluruh karena seluruh permasalahan yang terjadi dan berlarut-larut dikarenakan dicampakkannya aturan yang shohih ini. Semua diperparah ketika kaum muslim pun menjauh dari syariat Islam.

Kembali mempelajari Islam sebagai sebuah konsep kehidupan menyeluruh dan bukan sebatas ibadah ritual saja. Dengan ini maka permasalahan yang ada akan terpecahkan karena Islam mempunyai perisai yang akan menjaga kehormatan manusia, bahkan satu nyawa itu sangat berharga apalagi  ribuan nyawa  yang melayang.  Semoga Islam sebagai Rahmatan lil’alamin akan segera terwujud. aamiin
Bagikan:
KOMENTAR