Balikpapan Kota minyak hanyalah sebuah kiasan,pasalnya masyarakat justru sedang kesulitan untuk menemukan gas melon alias Elpiji 3 kilogram. Andai ada pun, harga jualnya sudah tak wajar lagi.seperti yang terjadi di Balikpapan dan daerah Penajam, harga gas melon sudah mencapai 45 hingga 50 ribu. (lintasraya.com)
Kelangkaan elpiji 3 kilogram yang terjadi di Kota Balikpapan terus disoroti. Masyarakat bahkan rela mengantre hingga berjam-jam demi mendapatkan gas melon tersebut.Bahkan, Pemerintah Kota Balikpapan bersama Pertamina telah menggelar operasi pasar di sejumlah kelurahan guna mengatasi kebutuhan elpiji 3 kg bersubsidi tersebut. Namun, kebutuhan elpiji 3 kg masih tinggi. Hal ini juga disorot oleh Kantor Wilayah 5 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Balikpapan.KPPU Kanwil 5 Balikpapan pun turut melakukan pemantauan di beberapa titik dan masih ditemui kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi. LPG 3 Kg Sulit Diperoleh, Pertamina Diminta Antisipasi Lonjakan Konsumsi Menjelang Hari Raya Artikel (Kompas.id)
Kelangkaan yang terjadi ini bukan kali pertama yang dialami Kota Balikpapan, bahkan KPPU (Komisi Pengawas Persainga Usaha) Kanwil 5 KPPU Balikpapan tidak segan untuk mengambil ranah hukum berdasarkan UU 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat bila ada potensi pelanggaran hukum persaingan usaha dalam penyaluran elpiji 3 kg bersubsidi. Dan KPPU 5 Balikpapan akan mengundang Pertamina untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi ini, adapun yang kami lakukan saat ini adalah monitoring harga elpiji 3 kg bersubsidi dan ketersediaannya.
Berdasarkan sidak Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas'ud di beberapa pangkalan gas diketahui bahwa kuota yang disalurkan Pertamina memang sudah sesuai. Namun kelangkaan ini diduga lantaran Pertamina sempat menghentikan suplai pada masa cuti bersama, Jum'at, Sabtu dan Minggu. Di sisi lain, Rahmad mengaku banyak mendapat laporan dari masyarakat soal adanya aksi borong elpiji oleh oknum tertenu. Ulah oknum yang memborong elpiji ini akan di tindak karena Telah merugikan rakyat.
Salah Pengelolaan Akibat Kapitalisme
Keadaan masyarakat kalimantan Timur, yang merasakan sulitnya gas melon merupakan ironi, bagaimana tidak, wilayah yang dikenal sebagai penghasil energi namun sulit warganya untuk menikmati gas ini, yang pada kenyataannya tidak semua warga merasakannya.
Menyoroti kelangkaan gas melon 3 kg, ekonom dari Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Fahrur Ulum, M.E.I. menyatakan, bahwa ini akibat kebijakan yang tidak tepat. Dimana kebijakan itu berawal dari konversi minyak tanah ke LPG pada 2007. Sejak itu produksi LPG mengalami beberapa kali penurunan yang sangat drastis. Padahal menurutnya, ada Liquifiid Natural Gas (LNG) yang produksinya terus meningkat, bahkan di ekspor secara besar-besaran. Di samping itu LNG lebih bersih emisinya dan lebih aman penggunaannya. Yang menjadi pertanyaan kenapa terjadi penurunan LPG di saat pemerintah membuat kebijakan terkait pengalihan konversi minyak tanah ke LPG.
Berdasarkan data tahun 2022 dan tahun 2023 permintaan LPG demkian besar, mencapai 8 juta ton. Sementara produksi LPG Indonesia hanya sekitar 2 juta ton, yang berarti defisit 6 juta ton, dan yang defisit ini kemudian ditutup dengan impor.
Masalah lain adalah eksplorasi SDA yang terus berjalan, mengeksplore sebanyak mungkin tanpa melihat seberapa banyak yang dibutuhkan. Dan eksplorasi ini dilakukan oleh korporassi swasta termasuk asing, dimana hasilnya sebagia besar akan dilempar ke pasar internasional. Akibatnya mudah ditebak, dalam pemenuhan dalam negeri maka negara mengimport dari negara lain karena stok dalam negeri terbatas. Permasalahan bertambah tatkala pemerintah melakukan pengurangan atau pencabutan subsidi gas untuk masyarakat.
Inilah pangkal persoalan kelangkaan gas yang tertjadi di tengah masyarakat. Akibat yang dihasilkan dari sebuah system kebijakan yang bersandar pada ide sekulerisme yaitu pemisahan urusan kehidupan dunia dari urusan agama. Dimana segala permasalahan kehidupan akan di standarkan pada asas manfaat, untung apa rugi. sistem ini juga mengatur kebijakan yang dikendalikan oleh para pemilik modal atau kapitalis, penguasa tak ubahnya hanya perpanjangan dari kepentingan para kapitalis ini yang akan tertuang dalam kebijakan-kebijakan yang akan menguntungkan para pemilik modal ini.
Semua itu karena pertimbangan yang di ambil adalah untuk kepentingan para pemilik modal dan bukan untuk kepentingan masyarakat, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) . Pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta jelas hanya untuk memberikan keuntungan yang besar dengan cara mengeksplore sebanyak mungkin tanpa melihat seberapa besar kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat.
Dan terciptalah symbiosis mutualisme antara penguasa dan pemilik modal. Dimana penguasa membutuhkan modal untuk bisa duduk di kursi kekuasaan dan pemilik modal butuh legalitas perundangan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa baik di eksekutif atau legislative untuk memperbanyak kekayaannya.
Selain itu system kapitalis juga memberikan sederet syarat bagi negara pengekor system ini untuk bisa mendapatkan pinjaman lunak dari Bank Dunia. Selain harus memberikan ijin kepada investor swasta baik local atau asing untuk terlibat dalam pelolaan SDA kepada swasta maka syarat lain adalah pengurangan atau penghapusan subsidi kepada masyarakat, dimana ini agar bisa membuat masyarakat mandiri dan tidak tergantung kepada negara, karena dalam sistem kapitalisme pemberian subsidi adalah beban negara’
Subsidi di sistem kapitalis adalah proyek setengah hati yang diberikan pemerintah kepada rakyat, Dokumen Indonesia Country Strategy (Bank Dunia) menyebutkan bahwa utang-utang yang diberikan adalah sebuah kebijakan yang harus dijalankan pemerintah sehingga di terapkan langkah- langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi (yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publik)Dengan demikian, sangat jelas bahwasanya liberalisasi energi telah berlangsung secara sistematis. .
Inilah gambaran industri kapitalis, negara mengambil kebijakan dengan pertimbangan untung dan rugi demi para kapitalis. Penawaran yang paling menguntungkan yang akan diambil. Padahal, sejatinya negara justru menjadi pihak yang dirugikan. Pasalnya, migas tersebut justru dikuasai asing. Investor asing tersebut mendapatkan keuntungan lebih besar dari negara. Ini karena mereka yang mengelola, sedangkan negara hanya memberikan fasilitas. Oleh karena itu salah pengelolaan seperti ini yang menyebabkan kerugian yang lagi lagi di rasakan rakyat kecil.
Solusi Islam
Jika kita mau belajar dari sejarah peradaban Islam, 1400 thn yang lalu sekitar 13 abad lamanya, rakyat hidup dalam kesejahteraan. Tanpa ada batas dan tanpa diskriminasi. Seluruh rakyat di jamin kebutuhan pokok individu, tidak mengenal kaya, miskin, laki laki dan perempuan semua mendapatkan hak yang sama.
Terkait energi termasuk gas alam dalam pandangan Islam, termasuk kepemilikan umum, dimana negara wajib mengelola, haram diberikan kepada swasta baik lokal maupun asing. Negara hadir mengelola sumber energi untuk kepentingan rakyat. Memastikan seluruh rakyat mendapatkan haknya hingga menghilangkan terjadinya kecurangan.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).Hadis ini akan mendorong para pemimpin muslim untuk menjalankan amanah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunah. Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan setiap masyarakat, bukan hanya untuk sebagiannya.
Dalam Islam, standar kesejahteraan adalah jika kebutuhan setiap individu sudah tercukupi, salah satunya adalah kebutuhan akan gas untuk keperluan rumah tangga. Sebagaimana hadist Rosulullah SAW yang diriwayatkan abu Daud dan Ahmad bahwa "Kaum Muslim berserikat dalam 3 perkara, yakni Air, Padang dan Rumput"
Sumber daya alam dan mineral termasuk dalam kategori api berdasarkan hadits di atas, karena sifatnya sebagai barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas, yang tidak mungkin dihabiskan.
Bila jumlahnya terbatas, maka bisa masuk ke dalam kepemilikan individu. Dan itu diperbolehkan oleh islam, yang akan diberlakukan hukum rikaz yakni ada 1/5 (seperlima) bagian harta yang harus dikeluarkan zakatnya.
Dan pengelolaan ini wajib dilakukan oleh negara, yang dipresentasikan oleh Khalifah sebagai pemimpin negara islam, yakni negara yang mengadopsi dan dan menerapkan hukum-hukum islam di seluruh lini kehidupan.
Karena khalifah adalah pihak yang dibebankan tanggung jawab secara langsung untuk mengurusi urusan masyarakat, sebagaimana Rasulullah telah menyebut di dalam hadits ""Pemimpin itu ibarat pengembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya" (HR. Al Bukhari).
Maka Negara memperhatikan kebutuhan dan kecukupan masyarakat dalam negeri, maka ketika semua sudah terpenuhi tidak masalah jika negara menjual hasil SDA ini keluar negeri.
Aktivitas perdagangan luar negeri adalah aktivitas jual-beli yang berlangsung antarbangsa dan umat, baik perdagangan antardua negara maupun antardua individu yang masing-masing berasal dari negara yang berbeda, untuk membeli komoditi yang akan ditransfer ke negerinya, yang semuanya ini termasuk dalam masalah pengendalian hubungan negara satu dengan negara lain.
Hanya saja ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu Daulah Khiafah tidak boleh menjual kepada negara-negara yang terang-terangan memusuhi dan memerangi Islam. Kemudian negara konsumen tidak boleh menerapkan batasan yang jumlahnya melebihi dari yang diproduksi atau yang akan dijual oleh Daulah. Perjanjian yang ada tidak boleh merugikan atau melemahkan umat Islam atau Daulah Khilafah.
Karena itu, negara akan campur tangan untuk mencegah dikeluarkannya beberapa komoditi dan membolehkan beberapa komoditi lain, serta campur tangan terhadap para pelaku bisnis kafir harbi dan mu'ahid. Hal ini dikhawatirkan bisa menguatkan negara tersebut untuk melakukan perlawanan memusuhi kaum muslim. Kebijakan negara islam ini sejatinya adalah tindakan yang berdasarkan hukum syariah, merupakan cerminan politik luar negeri negara Khilafah Islam, yang didasarkan prinsip dakwah dan jihad di hadapan negara-negara lain dalam kancah perpolitikan internasional.
Dengan demikian, hanya Islam yang mampu menyelesaikan masalah kelangkaan dengan sempurna. Islam dalam bingkai Khilafah akan menjaga dan mengatur semua kebutuhan masyarakat. Setiap keputusan negara akan dilaksanakan dengan patuh oleh masyarakat atas dorongan takwa, bukan materi. Wallahualam. ( Siti Alia)