Oleh: Nurul Rahmah S.Pd (Aktivis Dakwah Kampus)
Kasus bunuh diri atau percobaan bunuh diri kembali menjadi isu hangat di tengah-tengah masyarakat khususnya di dunia kampus. Bunuh diri dianggap solusi atas segala kepenatan masalah mahasiswa hari ini. Pertengahan Agustus 2024 lalu, seorang mahasiswa UGM meninggal bunuh diri di kamar indekosnya di Kapanewon Melati, Kabupaten Sleman.
Kasus serupa terjadi di kampus IPB. Sejak 2015 lalu setidaknya ada lima kasus mahasiswa yang mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Terbaru, seorang mahasiswa asal Bojonegoro itu diduga meninggal dunia karena gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan yang dekat dengan IPB University. (rajabarrepublika/9/8/2024)
Tak kalah miris, sederet kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri oleh mahasiswi juga terjadi di sekitar wilayah Semarang sejak 2022 lalu. Penyebab bunuh dirinya pun beragam, mulai dari perundungan, persoalan asmara, depresi, hutang pinjol, hingga tekanan dalam proses belajar di kampus. (jawapos/17/8/2024)
Sederet kasus di atas adalah fakta miris betapa bunuh diri makin menjadi tren solusi instan untuk menyelesaikan persoalan hidup yang kian pelik. Mengapa tren bunuh diri meningkat?
*_Mental Lemah_*
Banyak kasus bunuh diri pada mahasiswa, juga berbagai persoalan yang menimpa mahasiswa menggambarkan kompleksnya persoalan yang dihadapi. Jika pelaku bunuh diri hanya satu atau dua orang mungkin masih bisa kita katakan hal ini adalah masalah individu. Namun, jika angka bunuh diri bukan lagi satuan tetapi sudah ratusan kasus, maka hal ini bukanlah sekadar fenomena biasa, tetapi menjadi tren. Peningkatan angka bunuh diri sesungguhnya menggambarkan betapa buruknya mental masyarakat yang terbentuk. Mental yang lemah menandakan bahwa masyarakat kita tidak cukup kuat menghadapi tantangan dan ujian hidup.
Munculnya masalah kesehatan mental merupakan faktor internal yang dipengaruhi cara pandang tertentu. Mengapa mental menjadi lemah? Ini karena pandangan hidup sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Imbasnya, masyarakat mengalami krisis identitas sebagai seorang hamba serta krisis keimanan yang membuat seseorang mudah goyah, gampang tersulut emosi, nafsu sesaat, hingga pikiran yang kalut. Inilah yang sesungguhnya yang menyebabkan masyarakat kita sakit, yakni tersebab lemahnya iman sehingga mengganggu kesehatan mental.
*_Potret Kegagalan Pendidikan Sekuler_*
Tak terelakkan, kasus yang menimpa mahasiswa hari ini erat kaitannya dengan sistem hidup yang dijalankan hari ini termasuk sistem Pendidikan sekuler. Sistem saat ini menciptakan kondisi di mana standar kebahagiaan hidup hanya untuk mencari kesenangan duniawi, dan kesenangan hanya dapat diraih dengan mendapatkan materi. Seperti bisa masuk ke universitas impian, lulus dengan IPK cumlaude serta dapat kerja di perusahaan impian. Itulah standar kebahagiaan yang tak akan ada habisnya.
Sistem ini gagal melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, padahal generasi akan menjadi penerus dan pembangun peradaban. Lemahnya generasi saat ini terjadi karena jauh dari Islam, mereka tumbuh menjadi generasi yang sekuler. Generasi yang rapuh, ketika mendapati realita yang tidak sesuai dengan ekspektasi maka mereka akan langsung mengambil jalan pintas seperti bunuh diri dengan mengesampingkan fakta bahwa bunuh diri adalah dosa besar.
Sungguh pilu, nyawa manusia dengan mudahnya hilang begitu saja. Tak ada penjagaan oleh negara baik dari sisi keimanan maupun kesejahteraan. Rakyat dibiarkan sendiri menanggung beratnya beban kehidupan. Wajar jika sistem demokrasi kapitalisme ini seharusnya dihancurkan, sebab tak mampu menjamin keselamatan. Diperlukan sistem Islam untuk menggantikannya, sehingga negara akan mengambil peran yang besar dalam mengatur kehidupan manusia. Dan rakyat tak lagi bingung menghadapi beragam masalah.
*_Sistem Islam Solusi Tuntas_*
Dalam sistem Islam, hal pertama yang wajib dipastikan oleh negara adalah penanaman akidah Islam yang benar dan kuat di setiap diri individu. Hal ini dilakukan dengan melakukan pembinaan dan membangun suasana keimanan agar pemahaman Islam dapat terbentuk dalam diri umat. Hal ini sangat diperlukan agar setiap orang memiliki tujuan hidup dan aturan hidup yang jelas, yang akan merubah cara pandang terhadap kehidupan, serta mengerti bahwa sandaran terkuat dalam hidup hanyalah Allah Swt. Alhasil sabar menjadi karakter yang muncul ketika mereka ditimpa oleh kesulitan dan jauh dari rasa keputusasaan.
Selanjutnya Islam juga akan membentuk perasaan yang sama antar umat sehingga akan timbul perasaan saling memiliki dan melindungi. Hal ini wajib dimiliki agar umat Islam menjadi umat yang satu dan kokoh. Salah satu wujudnya adalah rasa peduli terhadap sesama serta sikap saling membantu untuk meringankan beban saudaranya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw yang artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)"(HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan adanya rasa saling peduli ini turut menjaga manusia dari keputusasaan. Dan tingkat bunuh diri dapat ditekan bahkan ditiadakan. Terakhir negara juga wajib menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Negara dalam Islam berfungsi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Termasuk melindungi masyarakat dari masalah pemenuhan kebutuhan pokok. Melalui kas yang ada di Baitul mal beragam kebutuhan rakyat dipenuhi. Seperti layanan kesehatan dan pendidikan. Juga kemudahan bagi rakyat untuk memperoleh tempat tinggal. Serta menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan.
Dengan adanya peran negara, semua persoalan umat dapat teratasi. Dan hanya dalam sistem Islam semua itu dapat terwujud nyata. Karena, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Wallahua'lam bisshowab