Oleh: Annisa Nurul (Aktivis Dakwah Remaja)
Media sosial belakangan ini ramai dengan dengan tren #KaburAjaDulu yang mengarah kepada keinginan anak muda untuk meninggalkan Indonesia. Tagar ini lahir dari ekspresi kekecewaan generasi atas berbagai isu nasional, mulai dari ketidakpastian ekonomi, lapangan pekerjaan yang makin sulit, kebijakan yang blunder, dan persoalan penegakan hukum yang masih melanda negeri ini. Tagar ini telah bertransformasi menjadi simbol perlawanan generasi muda terhadap sistem negara ini yang kerap kali gagal memenuhi harapan rakyat.
Tren #KaburAjaDulu juga menjadi sinyal kekecewaan masyarakat yang sangat besar terhadap pemerintah Indonesia. Mereka memandang pemerintah Indonesia tidak mampu mewujudkan pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, dan jaminan kualitas hidup.
Kecewa terhadap Kegagalan Negara Dalam Menyejahterakan Generasi
#KaburAjaDulu lahir sebagai ungkapan kekecewaan generasi muda terhadap kegagalan kebijakan politik ekonomi dalam negeri yang tidak memberikan harapan untuk hidup lebih baik dan sejahtera. Curahan hati salah satu anak muda terhadap ketidakadilan di negara ini, di mana biaya kuliah 150 juta, sedangkan gaji yang dia dapat dari kerja hanya 1,2 juta per bulan. Suatu kondisi yang nampak tidak adil. Akhirnya dia memutuskan untuk kerja di luar negeri karena gaji yang lebih tinggi dan layanan publik yang terjamin.
Kegagalan negara menciptakan lapangan kerja terlihat dari penciptaan lapangan kerja di sektor formal menurun tajam, dari 15,6 juta pada periode 2009-2014 menjadi hanya 2 juta pada periode 2019-2024. Sedangkan data pencari kerja dari tahun 2009-2024 makin naik di era bonus demografi. Kondisi akhirnya berdampak terhadap kelayakan gaji dan suasana kerja yang penuh tekanan.
Kesenjangan Ekonomi Dunia dan Fenomena Brain Drain
Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari fenomena brain drain yang menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi (liberalisasi) ekonomi yang makin menguat. Brain drain adalah fenomena ketika orang-orang terpelajar atau profesional meninggalkan negara asal mereka untuk bekerja di luar negeri.
Dalam analisis brain drain, teori ketergantungan dalam hubungan internasional dapat digunakan untuk memahami dinamika yang terjadi. Teori ini menjelaskan bahwa negara-negara berkembang sering kali terjebak dalam siklus ketergantungan. SDM yang berkualitas akan pergi mencari kesempatan di negara maju. Selain itu, brain drain memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang, menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Poin mendasar yang tidak boleh luput adalah kesenjangan negara maju dan berkembang adalah hasil dari peradaban kapitalisme. Di mana liberalisasi ekonomi (globalisasi) adalah bentuk penjajahan gaya baru yang mengatasnamakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Negara maju yang memiliki kecanggihan teknologi dengan pendekatan investasi telah mengeksploitasi SDA negara berkembang. Sehingga negara maju menguasai rantai pasokan bisnis global mulai dari bahan baku sampai industri. Akibatnya negara berkembang hanya menjadi pasar tanpa bisa membangun industri secara mandiri. Ketergantungan ini makin dicekik dengan berbagai pinjaman dan utang dengan dalih membangun infrastruktur sehingga negara berkembang akan selalu di bawah intervensi nega maju lembaga internal.
Namun, sisi lain juga muncul persoalan bagi WNI yang bekerja di luar negeri adalah value kehidupan barat ikut memengaruhi kehidupan mereka. Seperti kehidupan individualis dan liberal, sulit untuk menjalankan salat bahkan juga ada yang menjadi korban eksploitasi.
Selain itu apakah dengan kabur ke luar negeri bisa memperbaiki sistem yang salah dan rusak di negeri ini?
Islam Peduli Generasi
Dalam Islam, peduli dengan harapan generasi adalah perkara prioritas yang menjadi tanggung jawab bersama umat Islam. Sehingga kondisi generasi dan harapan yang mereka inginkan haruslah dijawab dengan paradigma Islam agar generasi muda hari ini mampu menemukan jalan untuk keluar dari masalah ini sekaligus mewujudkan harapan hidup mereka. Sebagaimana firman Allah, "Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar-Ra'd ayat 11).
Umat Islam tidak boleh diam atau cuek dan masih berpikir hanya untuk menyelamatkan diri masing-masing. Semua lini masyarakat telah menjadi korban kezaliman sistem. Semua komunitas masyarakat harus bersatu menyelesaikan masalah yang kompleks ini dengan visi yang sama. Jika gerakan perubahan di tengah masyarakat berbeda visi dan terpecah belah tentu akan sulit untuk mengubah keadaan.
Politik Ekonomi Islam Harapan bagi Generasi
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam Buku Sistem Ekonomi Islam menekankan pentingnya sistem ekonomi Islam untuk mewujudkan ekonomi yang adil dan merata. Menjamin kesejahteraan rakyat melalui kepemilikan umum dan distribusi kekayaan yang adil, serta menjauhkan praktik ekonomi yang mengarah pada konsentrasi kekayaan.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani berpandangan bahwa sistem ekonomi Islam merupakan bagian integral dari Islam secara keseluruhan, yang tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek lain seperti politik, sosial, dan ideologi. Sehingga sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan oleh sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah.
Beliau menjelaskan bahwa kepemilikan umum merupakan sarana untuk menciptakan keadilan ekonomi dalam masyarakat. Kepemilikan umum harus dikelola oleh negara dan dimanfaatkan secara adil dan merata untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat tanpa diskriminasi. Islam melarang kepemilikan umum dikelola korporasi atau individu. Khilafah menerapkan politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar (asasi/primer) seluruh rakyat secara orang per orang dan menjamin kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pelengkap (kamaliah/tersier) dengan kadar yang makruf. Inilah standar kesejahteraan rakyat dalam Islam.
Untuk mewujudkan itu Khilafah akan melakukan industrialisasi agar tercipta kemandirian ekonomi tanpa bergantung pada asing. Mulai dari industri pengelolaan harta milik umum oleh negara. Termasuk industri yang bisa dikelola swasta dengan mewujudkan iklim investasi yang kondusif dan memudahkan swasta menjalankan operasionalnya. Wujudnya berupa pemberian bantuan modal, pelatihan, tidak adanya pungutan dan pajak yang memberatkan, dll. Sehingga industri dalam negeri bisa eksis dan makin maju. Khilafah juga mencegah impor yang berpotensi mematikan industri dalam negeri.
Dengan demikian, industri akan mampu untuk memberi upah yang sesuai bagi pekerja. Di antara pekerja dan pemberi kerja akan dibuat akad saling rida (antaradhin) terkait gaji/upah yang sesuai dengan manfaat yang diberikan pekerja. Dengan demikian, terwujud keadilan dalam pengupahan dan tidak ada pihak yang terzalimi.
Negara juga menjamin setiap lelaki dewasa dalam Khilafah untuk memiliki pekerjaan. Tersedianya lapangan pekerjaan ini merupakan hasil industrialisasi yang dilakukan negara. Khilafah juga merevitalisasi pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan secara modern sehingga juga akan membuka lapangan pekerjaan.
Demikianlah jaminan Khilafah terhadap kesejahteraan rakyat. Dengan jaminan ini, rakyat bisa bekerja dengan tenang dan mendapatkan gaji yang adil. Selanjutnya, rakyat bisa memperoleh kesejahteraan yang diharapkan.
Sehingga warga negara Khilafah tidak butuh kerja di negara asing, bahkan sebaliknya warga negara asinglah yang tertarik untuk pindah ke negara Khilafah seperti yang diungkap fakta sejarah. Apalagi Khilafah menjamin tidak ada paksaan bagi mereka untuk masuk Islam selama mereka mau tunduk dengan hukum negara.
Gerakan Politik Rasulullah Harus Menjadi Tren Perjuangan Generasi
Bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pasti meyakini Risalah Rasulullah adalah petunjuk bagi kehidupan manusia. Termasuk risalah dakwah Rasul dalam mentransformasi masyarakat jahiliah menjadi peradaban agung bagi dunia. Maka mengikuti gerakan politik Rasul adalah pilihan logis dan seharusnya dilakukan generasi hari ini.
Kondisi kecewa dengan sistem bernegara yang terjadi pada generasi saat ini sama halnya dengan yang terjadi pada Rasulullah Saw. Beliau kecewa dengan kehidupan jahiliah dan kezaliman di Makkah yang membuat beliau beruzlah di Gua Hira sampai akhirnya datang wahyu pertama sekaligus sebagai awal gerakan mewujudkan kehidupan yang penuh petunjuk dari Allah Al Khaliq Al Mudabbir. Sampai dikatakan risalah yang membawa umat manusia dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini sudah dibuktikan dalam Sirah Rasul dan sejarah Islam. Transformasi sosial yang diusung Rasulullah lahir dari pemikiran Islam yang sahih yang ditransfer kepada para sahabat. Sehingga proses pembinaan pemikiran mampu mengubah perilaku dan aktivitas untuk mewujudkan target kehidupan berkah dan cemerlang. Namun, harus dipahami modal dasar gerakan transformasi itu adalah keimanan yang kukuh kepada Allah sehingga mampu melahirkan pejuang yang siap berkorban. Kekuatan kelompok dakwah Rasul bersama sahabat yang melakukan gerakan politik transformasi di tengah masyarakat arab jahiliah harusnya menjadi tren diskusi di kalangan anak muda baik offline maupun online bukan yang lain. Sehingga kehidupan peradaban Islam yang memberikan keberkahan mampu dicapai pada era generasi hari ini. Dengan demikian harapan untuk kehidupan yang lebih baik bukan hanya menjadi mimpi namun akan menjadi kenyataan. Tidak hanya untuk kehidupan dunia namun juga kebaikan di akhirat. Wallahualam bishowwab.