Ketika Oknum Polisi Jadi "Hama Wereng Coklat": Rakyat Panen Malapetaka


author photo

14 Mar 2025 - 14.26 WIB



Jakarta – Jika di dunia pertanian hama wereng coklat dikenal sebagai perusak tanaman padi, di dunia penegakan hukum, oknum polisi bermental culas bisa jadi "hama" yang merusak kepercayaan rakyat.

Alih-alih melindungi dan mengayomi, tak sedikit oknum polisi yang justru menjarah, memeras, dan memanipulasi hukum untuk kepentingan pribadi. Dari pungli di jalanan, kriminalisasi warga tak bersalah, hingga dugaan keterlibatan dalam bisnis gelap, semua menjadi catatan hitam institusi yang seharusnya menjadi benteng keadilan.

*Hama di Jalanan: Tilang Ilegal dan Pungli Tanpa Akhir*

Bagi sebagian pengendara, bertemu oknum polisi di jalan bukan lagi soal keamanan, tapi soal "tarif" yang harus dibayar.

 "Kadang kita lebih takut ketemu polisi di jalan daripada ketemu rampok," ujar seorang sopir angkot yang mengaku sering jadi korban pungli.

Modusnya beragam: tilang tanpa alasan jelas, intimidasi agar "damai di tempat", hingga jebakan operasi lalu lintas yang ujung-ujungnya duit melayang.

Yang lebih konyol, meski tilang elektronik sudah diterapkan, pungli di lapangan tetap eksis. Seolah-olah, teknologi boleh maju, tapi kebiasaan lama tetap lestari.

*Hama di Kasus Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas*

Di dunia pertanian, hama wereng menyerang padi yang lemah. Di dunia hukum, "hama berseragam" ini juga lebih suka menindak rakyat kecil, sementara kasus besar sering kali raib entah ke mana.

 "Kalau maling ayam, cepat ditangkap. Kalau maling uang rakyat, bisa negosiasi," sindir seorang aktivis hukum.

Kriminalisasi juga menjadi senjata ampuh. Ada banyak kasus di mana orang yang seharusnya dilindungi justru dijadikan tersangka, sementara pelaku sebenarnya melenggang bebas.

 "Di negeri ini, kalau kamu jadi korban, jangan buru-buru lapor polisi. Bisa-bisa malah kamu yang dijadikan tersangka," ujar seorang warga yang pernah mengalami ketidakadilan hukum.

*Hama di Bisnis Gelap: Dari Narkoba sampai Mafia Tanah*

Kasus-kasus keterlibatan oknum polisi dalam jaringan narkoba, mafia tanah, hingga perdagangan ilegal bukan lagi hal baru. Bahkan, ada yang terlibat sebagai beking tempat hiburan malam, backing debt collector, hingga menjadi bagian dari jaringan kriminal.

"Mereka ini ibarat dua mata pisau: satu sisi menegakkan hukum, sisi lain bermain di wilayah abu-abu," kata seorang pengamat kepolisian.

Tak heran jika banyak kasus besar sulit diungkap tuntas, karena ada "hama di dalam sawah" yang justru melindungi para pelakunya.

*Apakah Hama Bisa Dibasmi?*

Setiap kali skandal oknum polisi mencuat, pimpinan institusi selalu berjanji akan melakukan pembenahan. Tapi anehnya, kejadian serupa terus berulang, seakan ada sistem yang membiarkan "hama" ini tetap berkembang biak.

"Kalau sawah kita diserang wereng, solusinya semprot pestisida. Tapi kalau polisi kita banyak yang jadi hama, solusinya apa?" tanya seorang warganet dengan nada satire.

Yang jelas, jika hama wereng dibiarkan, sawah bisa gagal panen. Begitu pula jika oknum polisi yang menyimpang terus dilindungi, maka yang gagal bukan cuma hukum, tapi juga harapan rakyat terhadap keadilan.

Jadi, akankah ada reformasi nyata, atau kita hanya akan melihat siklus yang sama terus berulang? (TIM/Red)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT