Aceh – Polemik terkait aktivitas perdagangan sulfur di Pelabuhan Langsa semakin memanas. Koordinator Lembaga Percepatan Pembangunan Aceh (PPA), Tri Nugroho Panggabean, mengungkapkan adanya dugaan intimidasi dari seorang oknum jajaran PT Pembangunan Aceh (PEMA). Langkah ini diduga sebagai upaya membungkam kritik tajam PPA terhadap tata kelola lingkungan dalam kegiatan perdagangan sulfur yang dinilai bermasalah.
Di sisi lain, Gakkum KLHK RI telah mengeluarkan instruksi kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Langsa untuk menjatuhkan sanksi kepada PT PEMA. Perusahaan daerah tersebut terbukti gagal dalam pengelolaan limbah air, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Namun, hingga kini, DLH Kota Langsa terkesan pasif dan belum mengambil tindakan tegas.
Intimidasi Berbalut Kepentingan?
Tri mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan peringatan dari seorang oknum berinisial R, yang diduga merupakan staf PT PEMA. Oknum tersebut memperingatkan agar PPA tidak lagi mengkritisi kegiatan perdagangan sulfur. Bahkan, dugaan intimidasi semakin mencuat ketika nama Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem, disebut dalam percakapan tersebut, seolah menjadi tameng untuk melindungi kepentingan bisnis tertentu.
"Saya diperingatkan untuk tidak lagi mengganggu kegiatan trading sulfur oleh PEMA. Nada bicaranya pun mengarah pada intimidasi," ujar Tri, Minggu (16/3/2025).
Tak hanya itu, Tri juga mengutip isi pesan yang ia terima dari oknum tersebut:
"Jangan diganggu lagi, Bang. Itu Mualem yang urus sekarang, bahaya buat Abang."
PPA Tak Gentar, Akan Kawal Hingga Tuntas
Menanggapi intimidasi tersebut, Tri menegaskan bahwa dirinya tidak akan mundur selangkah pun dalam mengawal isu lingkungan di Aceh. Baginya, tekanan semacam ini adalah bagian dari perjuangan dalam menegakkan keadilan lingkungan.
"Intimidasi adalah makanan sehari-hari bagi kami sebagai pemerhati lingkungan. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas," tegasnya.
DLH Kota Langsa Diduga Lemah dalam Penegakan Hukum
Dalam laporan yang dirilis oleh Gakkum KLHK RI, PT PEMA dinyatakan tidak memenuhi standar pengelolaan limbah air yang sesuai dengan regulasi lingkungan hidup. Namun, kejanggalan mencuat ketika DLH Kota Langsa tetap memberikan izin operasi kepada perusahaan tersebut, seolah-olah seluruh persyaratan telah terpenuhi.
Keputusan DLH Kota Langsa yang dinilai ambigu ini pun memantik reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman alias Haji Uma, yang secara terbuka mengkritisi lemahnya pengawasan dan penegakan aturan di daerah tersebut.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik, terutama terkait dugaan adanya kepentingan politik dan ekonomi yang berkelindan dalam bisnis perdagangan sulfur di Aceh. Apakah PT PEMA akan benar-benar mendapat sanksi tegas? Ataukah permainan kepentingan akan kembali menutup rapat keadilan bagi lingkungan? (Tim Investigasi)